fin

Prince Complex

Saat jam istirahat tiba, seperti biasa, Mingyu menunggu Seungkwan di beranda kelasnya untuk makan bersama di kantin. Lelaki itu sama sekali tidak mempedulikan beberapa pasang mata yang sedang memperhatikannya saat itu. Dia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian dan dia tidak merasa risih terhadap hal itu. Sesekali dia bahkan tersenyum pada orang-orang yang memperhatikannya, yang hampir kebanyakan berasal dari para siswi, dan sikapnya itu membuat wajah mereka memerah, malu karena ketahuan sedang memperhatikannya. Mingyu pun hanya tersenyum geli setelah melihat reaksi tersebut yang tentu saja dianggapnya lucu.

Setelah yang ditunggu akhirnya keluar dari kelasnya, Mingyu dan Seungkwan pergi ke tempat tujuan mereka. Sepanjang jalan, Seungkwan harus menahan rasa irinya pada Mingyu karena lelaki itu kerap disapa oleh setiap siswi yang dilewati mereka. Lelaki itu pun dengan ramahnya balas menyapa mereka sambil tersenyum manis.

Ya, Mingyu memang salah satu siswa populer di Seoul Broadcasting High School, tempat mereka menuntut ilmu. Ditambah lagi, dia adalah a fresh new entry aka siswa tingkat satu yang masih imut-imutnya. Wajar saja kalau banyak senior perempuan, selain para siswi dari angkatannya, yang juga terpesona pada lelaki tampan berpostur tinggi dan berkulit cokelat itu.

"Oya, hyung. Nih, ada beberapa cewek di kelas gue yang nitip surat-surat ini buat lo," kata Seungkwan saat mereka sudah duduk di meja kantin dengan makanan yang sudah mereka pesan. Lelaki berpipi tembam itu menyerahkan setumpuk surat yang sejak tadi disimpan di saku jasnya pada Mingyu.

"Wah, banyak banget!" seru Mingyu yang langung mengambilnya dari tangan Seungkwan dan menaruhnya ke saku jasnya. "Thanks ya! Lo emang temen gue yang paling oke!"

"Iya, gue tau, tapi sejak kapan gue juga harus jadi manajer pribadi lo di sekolah? Ngerepotin aja lo!" rungut Seungkwan. Lalu dia meminum es jeruknya.

Mingyu tertawa kecil melihat sikap Seungkwan. "Hehe... Sorry, sorry," katanya. "Abis mau gimana lagi? Gue ganteng sih."

Seungkwan memasang wajah tak setuju dengan apa yang dikatakan Mingyu tadi, tapi kemudian dia menganggukkan kepalanya dengan malas-malasan. "Iya, ganteng banget. Gue jadi ngiri," akunya. "Kayaknya seru deh dapet surat dari penggemar."

"Penggemar? Haha... Berasa artis gue," Mingyu tertawa lebar. "Oya, hari ini kan kita ga ada latihan. Gimana kalo kita hang out ke cafe langganan? Gue traktir!" usulnya.

Mata Seungkwan membulat dan wajahnya menjadi bercahaya setelah mendengar kata traktir dari bibir Mingyu. Kapan lagi, coba? "Beneran?" tanyanya untuk memastikan. Kemudian dia berseru girang setelah lelaki yang duduk di depannya menjawab dengan anggukan mantap. "Asik! Eh, tapi ajak Seokmin hyung juga ya?"

"Oke!" Mingyu menyetujui usul Seungkwan.

Setelah itu mereka berhenti mengobrol sejenak untuk melahap makanan dan minuman mereka. Tak lama kemudian, dua orang siswi berjalan mendekati meja mereka. Tampak jelas kalau gadis-gadis itu sedang gugup.

"M-mingyu..." salah seorang gadis berponi memanggil Mingyu dengan patah-patah.

Mingyu seketika berhenti melahap burgernya lalu menolehkan wajahnya ke siswi itu. "Eh, Minkyung. Ada apa?" tanyanya setelah mengenali gadis tadi yang merupakan teman sekelasnya.

"I-itu..." Minkyung tergegap-gegap. Dia berhenti sejenak untuk menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan untuk mengatasi rasa gugupnya. Kemudian dia kembali berkata, "Minggu besok kan kita akan pergi ke taman nasional untuk tugas observasi kelompok. Untuk kelancaran komunikasi, boleh ga gue minta nomor hape lo?"

Mingyu terdiam sejenak lalu wajahnya menoleh ke arah siswi yang berdiri di samping Minkyung. "Bukannya lo punya nomor gue, Seoyul?" tanyanya.

Wajah Seoyul tampak kaget setelah ditanya mendadak oleh Mingyu. "Oh! N-nomor lo ga sengaja keapus," jawabnya sambil tersenyum kecil.

Mingyu mengangguk. "Oke. Sini, gue masukin nomor gue," katanya sambil menengadahkan telapak tangannya pada Minkyung agar gadis itu memberikan handphone-nya. Setelah diberikan dan memasukan nomornya ke hape Minkyung, lelaki itu mengembalikan handphone itu ke pemiliknya. "Nih!"

Wajah Minkyung tampak bersinar setelah melihat nomor Mingyu di hapenya. "Wah, thanks, Mingyu!" serunya dengan gembira.

"Sama-sama," kata Mingyu sambil tersenyum pada gadis itu. "Oya, miss call ke nomor gue deh. Gue mau simpen nomor lo. Jadi, pas lo hubungin gue nanti, gue tau kalo itu lo."

"Oke," kata Minkyung. Lalu dia segera menekan tombol call pada nomor Mingyu. Tak lama kemudian, terdengar suara ringtone handphone. "Udah kan?" tanya gadis itu.

Mingyu mengangguk lalu menekan tombol reject pada panggilan masuk tadi. "Udah. Thanks ya!"

"Never mind. Bye, guys!"

Dua siswi itu pergi meninggalkan tempat Mingyu dan Seungkwan. Samar-samar terdengar seruan riang dari mereka.

Seungkwan hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah dua siswi itu. "Seneng banget dia, dapet nomor hape lo doang," katanya setelah lama hanya bisa terdiam mendengarkan percakapan sebelumnya yang sama sekali tidak mengikutsertakan dirinya.

"Bukan doang, Kwan, tapi nomor hape orang ganteng!" Mingyu terkekeh.

"Yeee... Mulai deh narsisnya!"

"Tapi serius gue, banyak loh cewek-cewek yang minta nomor gue dan kalo gue minta nomor mereka, pasti langsung dikasih!" umbar Mingyu dengan penuh semangat. Karena melihat reaksi Seungkwan yang tidak terlalu tertarik dengan apa yang dikatakannya, dia pun melanjutkan. "Kontak di hape gue pun banyak banget nomor cewek. Mau liat?" katanya sambil menyodorkan handphone-nya ke Seungkwan.

"Ga tertarik gue," kata Seungkwan sambil mendorong handphone Mingyu balik ke pemiliknya. Setelah selesai menghabiskan makanannya, lelaki berpipi tembam itu berdiri dari tempat duduknya. "Gue balik ke kelas dulu ye!" katanya sambil menepuk pundak Mingyu. "Jangan lupa, nanti ke cafe. Gue tunggu lo di depan kelas lo. Oke?"

Mingyu mengangguk. Dia menghela napas panjang setelah sosok Seungkwan menghilang dari pandangannya. "Ga sopan, ninggalin gue sendirian. Payah," gerutunya lalu kembali melahap makanannya yang masih tersisa.

 

***

 

Waktu yang ditunggu tiba. Seperti yang sudah dikatakannya, Seungkwan menunggu Mingyu di beranda kelasnya usai bell tanda pulang berbunyi. Dengan perasaan bahagia, Seungkwan menggumamkan sebuah lagu ceria sepanjang perjalanan mereka menuju halte bus. Dia tidak peduli sama sekali saat beberapa siswi cantik mendekati Mingyu untuk mengajaknya berbincang sebentar dan itu berlangsung selama beberapa kali dan beberapa kali itu juga Mingyu tersenyum minta maaf pada mereka karena tidak bisa meladeni permintaan tersebut. Untung gue ga ganteng, batin Seungkwan yang sudah duduk di halte bus untuk menunggu bus mereka sedangkan Mingyu masih tertahan di gerbang sekolah oleh beberapa siswi. Kasian juga si Mingyu. Selalu dikerubungin cewek-cewek. Ga bebas. Walaupun cewek-cewek itu cantik sih.

Setelah dua kali bus tujuan mereka berlalu begitu saja, Mingyu akhirnya tiba juga di halte bus. Dia meminta maaf pada Seungkwan yang sudah berwajah masam karena dibuat menunggu. Sebagai simbol permintaan maafnya, lelaki tampan itu memberikan sebatang cokelat mahal pada lelaki berpipi tembam itu. Tentu saja Seungkwan langsung memaafkannya dengan wajah yang seketika berubah menjadi cerah setelah menerima cokelat itu. Mingyu tersenyum senang sambil memperhatikan Seungkwan yang mulai memakan cokelatnya, yang sebenarnya adalah hadiah dari senior mereka yang tergila-gila pada Mingyu.

Tak lama kemudian, bus yang mereka tunggu datang. Tanpa membuang waktu lagi, mereka segera naik ke bus itu.

Mingyu sedang menelepon Seokmin, menanyakan keberadaannya, saat Seungkwan menyikut lengannya. "Liat deh, hyung," katanya setengah berbisik sambil menggerakkan dagunya ke arah seorang gadis yang duduk tak jauh dari mereka, sendirian. "Tuh cewek cantik banget ya. Tipe gue tuh."

Setelah mengucapkan salam, Mingyu mengakhiri panggilan lalu memasukkan handphone-nya kembali ke dalam tas sekolahnya. "Ya udah, sana. Deketin. Minta nomor hapenya," kata Mingyu.

Wajah Seungkwan tampak muram lalu dia menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Ga berani gue," akunya. "Gue kan ga ganteng, ga pede lah."

"Yaelah, gitu doang," kata Mingyu dengan kecewa. Tanpa babibu, tiba-tiba saja dia sudah berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah gadis yang dimaksud Seungkwan tadi. "Maaf," katanya setelah duduk di samping gadis itu dan menepuk pundaknya. Wajahnya terlihat cemas dan sikapnya menjadi gelisah, membuat gadis di sampingnya menatapnya setengah bingung setengah terpana oleh ketampanan wajah Mingyu. "Boleh pinjem hapenya? Saya mau telpon mama saya. Penting banget," katanya dengan wajah yang meyakinkan. "Hape saya ketinggalan di rumah. Jadi saya ga bisa hubungin mama saya. Boleh ya?"

Dan seolah tersihir, gadis itu segera mengeluarkan handphone dari tasnya dan menyodorkannya ke Mingyu. "I-iya. Boleh, boleh. Nih!" katanya.

"Makasih," kata Mingyu sambil menerima handphone itu. Dia segera menekan beberapa nomor lalu menekan tombol call. "Halo. Ma, hari ini Mingyu pulang telat, mau jenguk Jungkook di rumah sakit. Iya, ma, ga makan malam di rumah. Oke, ma. Bye!" Mingyu menekan tombol end setelah berpamitan dan mengembalikan handphone itu pada pemiliknya. "Ini handphone-nya. Thanks a lot ya!" katanya sambil tersenyum manis ke arah gadis itu.

Gadis itu terpana sejenak sebelum akhirnya berkata, "Iya, sama-sama."

Mingyu lalu berjalan ke arah tempat duduknya lagi. Dia langung disambut pertanyaan oleh Seungkwan yang sama sekali tidak punya ide tentang apa yang dilakukan temannya pada gadis itu.

"Abis ngapain lo sama gebetan gue?"

"Gue dapet nomor hapenya loh!" kata Mingyu sambil tersenyum tanpa mempedulikan pertanyaan Seungkwan barusan. Rupanya nomor yang dia hubungi dengan handphone gadis tadi adalah nomor handphone-nya. Handphone-nya pun tidak hilang, tapi tersimpan aman di tasnya dalam keadaan silent. 

Wajah Seungkwan tampak terkejut mendengarnya. Dia tahu kalau Mingyu sangat ahli dalam meminta nomor seseorang, apalagi perempuan. Tapi itu baru pertama kalinya dia menyaksikan itu semua dengan mata kepalanya sendiri. "Gila lo!? Gimana caranya?"

"Ada deh!" kata Mingyu, enggan menjelaskan kejadian yang telah terjadi. "Eh, udah sampe nih. Yuk, turun!"

Mereka pun turun dari bus setelah sampai di halte bus tujuan mereka. Dari sana, mereka harus berjalan sebentar untuk mencapai cafe tujuan mereka. Setelah itu, mereka segera duduk di meja nomor tiga belas, meja favorit mereka, sambil menunggu Seokmin datang.

"Woi!" tiba-tiba seseorang mengejutkan Mingyu dan Seungkwan yang sedang membicarakan tentang tugas observasi di kelas Mingyu.

"Hei! Akhirnya dateng juga lo," kata Seungkwan pada Seokmin yang langsung duduk di sampingnya. Lalu mata lelaki berpipi tembam itu terhenti pada sosok lain yang ternyata datang bersama Seokmin. "Eh, ada Wonwoo hyung juga."

Wonwoo tersenyum lebar hingga membuat matanya yang sipit menjadi dua buah garis melengkung yang menarik. "Ga papa kan kalo gue gabung?" tanyanya sambil mengisi bangku kosong di samping Seokmin.

"Ga papa, hyung. Makin rame, makin asik," kata Mingyu yang membuat tiga lelaki itu tertawa kecil.

"Bisa aja lo, Gyu!" kata Seokmin. "Betewe tadi lagi pada ngapain? Seru banget kayaknya."

"Tadi kita ngobrolin tugas observasinya Mingyu," jawab Seungkwan. "Aneh deh. Jurusan broadcasting malah disuruh observasi lingkungan. Buat apa, coba?"

"Eh, gue mau pesen makanan dan minuman nih," sela Mingyu sambil bangkit dari kursinya. "Kalian mau pesen apa? Sekalian gue pesenin."

Satu per satu dari mereka pun segera menyebutkan nama makanan dan minuman yang mereka inginkan sementara Mingyu mencoba mengingat itu semua di otaknya.

"Lo bisa bawa semuanya tuh?" tanya Wonwoo.

"Kenapa harus gue yang bawa kalo gue bisa minta tolong buat dibawain?" jawab Mingyu sambil tersenyum penuh arti ke Wonwoo. Tanpa babibu lagi, lelaki itu langsung pergi ke tempat pemesanan yang sekaligus kasir. Saat itu tidak banyak pelanggan yang makan disana. Tidak ada antrian juga. Hal itu dimanfaatkan Mingyu untuk berbasa-basi dengan salah seorang kasir yang sudah diakrabinya. "Hai, nuna! Saya dateng lagi," sapa Mingyu sambil menyunggingkan senyum manisnya.

"Halo, Gyu!" si kasir menyapa balik. Di seragamnya tersemat namanya, Nana. Mereka memang kerap mengobrol saat cafe sedang sepi jadi sudah tidak ada rasa canggung diantara mereka. "Sering-sering aja lo kesini. Nanti gue kasih diskon deh."

Mata Mingyu membulat setelah mendengar kata diskon dari bibir Nana. Siapa sih yang ga suka diskon? "Beneran?" tanyanya untuk memastikan bahwa tadi dia tidak salah dengar.

Nana mengangguk. "Iya. Beneran," jawabnya sambil tersenyum. "Buat lo mah, apa sih yang engga?"

Mingyu bersorak girang sambil meninju udara dengan kepalan tangannya. "Asik! Thanks, nuna!" katanya dengan wajah berseri-seri.

"Sama-sama. Mau pesen apa?"

"Dua french fries yang regular, satu fried chicken bumbu spicy yang large bucket, dan empat botol cola yang regular."

Nana segera menekan tombol di mesin kasir setelah mendengar pesanan Mingyu tadi. "Ada lagi?"

"Ada. Mmm..." Mingyu terdiam sejenak lalu dia tersenyum malu-malu pada Nana sambil berkata, "Bawain pesanan saya ke meja tiga belas ya?"

Wajah Nana tampak terkejut dengan permintaan yang tidak biasa itu. Pelanggan di cafe itu biasanya akan membawa pesanan mereka sendiri. "Wah, itu sih special service..."

"Bisa dong, nuna?" potong Mingyu cepat sambil menunjukkan wajah memelasnya.

"Hmm..." Nana terdiam sejenak sambil menatap Mingyu. Tak lama kemudian, dia menghela napas panjang lalu mengangguk. "Boleh deh," katanya dan sebelum Mingyu sempat bersorak lagi, gadis itu cepat-cepat melanjutkan, "tapi kasih nomor hape lo dulu!"

Tanpa berpikir panjang, Mingyu segera mengangguk mantap. Apalah arti nomor handphone saat dia bisa mendapatkan special service itu. "Oke!"

Nana menyodorkan handphone-nya ke Mingyu dan lelaki itu segera memasukkan nomornya. "Thanks ya, Gyu!" katanya setelah menerima kembali handphone-nya.

"Anytime!"

 

***

 

"Apa yang gue lewatin?" tanya Mingyu setelah kembali dari tempat pesanan.

"Eh, lo udah balik?" kata Seungkwan. "Lho? Mana makanannya?" tanya dengan nada heran setelah tidak mendapati pesanan mereka di meja.

"Nanti dianterin," jawab Mingyu dengan santai. "Lagi pada ngapain?"

"Tuh, lo liat ga cewek rambut panjang berponi yang duduk sama cewek berambut pendek di meja nomor sembilan?" Bukannya menjawab pertanyaan Mingyu, Wonwoo malah bertanya balik sambil menunjuk ke arah pojok cafe dengan jari telunjuknya secara sembunyi-sembunyi.

Mingyu seketika menolehkan pandangannya ke arah yang ditunjukkan. Cantik, batinnya. "Iya, gue liat," jawabnya setelah memalingkan wajahnya dari gadis tadi. "Kenapa emang?"

"Cewek itu namanya Yuna, temen sekelas sekaligus gebetannya Seokmin," Wonwoo menjelaskan.

Pipi Seokmin perlahan memerah karena menjadi objek pembicaraan mereka. "Udah ah, hyung. Ga usah dibahas," pintanya dengan ekspresi wajah tak suka.

"Terus gimana? Lo ga ada rencana nembak dia, gitu?" Mempunyai pemikiran yang berbeda dengan Seokmin, Mingyu malah tertarik membicarakan topik itu.

Seokmin baru saja hendak membuka mulut, tapi Seungkwan sudah menyahut terlebih dahulu. "Boro-boro, Gyu. Nomor hapenya aja dia ga punya."

"Serius?" Wajah Mingyu tampak sangat terkejut setelah mendengar perkataan Seungkwan. Lalu dia menolehkan wajahnya pada Seokmin dan menatapnya dengan tatapan tak percaya. "Ya ampun, Min, kenapa bisa gitu sih? Gue aja punya nomor temen-temen sekelas," katanya.

Seokmin tampak frustrasi karena terus dipojokkan oleh tiga lelaki itu. Akhirnya, mau tidak mau dia pun harus mengakuinya. "Ah, lo ga tau, Gyu, rasanya ngedeketin cewek yang lo suka," katanya. "Ngobrol sama dia aja gue dag-dig-dug. Itu pun kalo gue lagi beruntung. Biasanya gue langsung blank pas mau ngobrol sama dia. Boro-boro inget buat minta nomor hapenya."

Pengakuan Seokmin itu langsung membuat tiga temannya tertawa dan membuat lelaki berhidung mancung itu menyesal telah mengatakannya.

"Hahaha... Iya? Ga pernah gue kayak gitu," kata Mingyu di sela-sela tawanya. "Udah sana, lo minta nomor hapenya!"

Seokmin menggelengkan kepalanya. "Engga ah," tolaknya. Dia tidak mau terlihat konyol di hadapan gadis pujaannya itu dengan menanyakan hal yang menurutnya tidak terlalu penting.

"Yaelah! Keburu nanti digebet orang lain," Seungkwan menambahkan dan Wonwoo mengangguk, menyetujui lelaki berpipi tembam itu.

"Udahlah, ga usah dibahas lagi," pinta Seokmin dengan wajah memelas. "Lagian kita kan dilarang pacaran. Kalo ketauan, nanti kita pasti dihukum atau yang lebih parah lagi kita bisa dikeluarin dari agensi," katanya, mengingatkan mereka pada peraturan pertama agensi yang menaungi mereka sebagai calon idola di masa depan.

"Ya, deketin aja. Ga usah sampe pacaran," kata Mingyu. "Siapa juga yang suruh lo macarin dia?"

"Permisi," terdengar suara seseorang menyela percakapan mereka. Rupanya dia adalah salah satu pelayan wanita yang disuruh Nana untuk mengantar pesanan Mingyu. "Ini makanannya," katanya sambil menaruh dua nampan besar di atas meja.

"Ah, ya. Terima kasih!" kata Wonwoo. "Maaf ya, ngerepotin."

Pelayan itu tersenyum. "Ga papa kok," katanya lalu beranjak dari para lelaki itu.

Mereka pun mulai menyantap pesanan mereka, namun tak lama kemudian, Seungkwan kembali membuka mulutnya untuk membicarakan sesuatu. "Oya, tadi si Mingyu sukses dapet nomor hape cecan loh!" katanya dengan penuh antusias.

Wonwoo mengernyitkan dahinya. "Cecan?" tanyanya dengan wajah bingung. "Apaan tuh?"

"Cewek cantik," Seokmin yang menjawab. Lalu dia menolehkan wajahnya ke Mingyu dan bertanya, "Terus nomor itu mau lo buat apa?"

Mingyu mengangkat bahunya sambil mengunyah makanan. "Gatau," akunya setelah menelan makanannya. "Tujuan gue tadi sih buat ngasih nomornya ke Seungkwan. Abisnya dia ga berani minta nomor hape cewek itu."

"Cieee… baek banget lo! Tumben," kata Wonwoo sambil tersenyum lebar pada Mingyu.

"Gue emang baek, kali. Ganteng lagi!"

Tiga lelaki itu menunjukkan wajah bosan setelah mendengar kalimat terakhir Mingyu itu.

"Tapi gue ga percaya, ah, si Mingyu bisa seberuntung itu," kata Seokmin sambil mengambil beberapa potong kentang goreng lalu melahapnya dengan segera.

"Yaelah, Min. Lo harus percaya!" seru Mingyu. Dia merasa sedikit kecewa dengan perkataan Seokmin itu. "Gue kan ganteng."

"Terus?" kejar Wonwoo.

"Ya, pastinya cewek-cewek bakal terpesona sama kegantengan gue dan mau ngelakuin apa aja yang gue minta, termasuk saat gue minta nomor hape mereka," jawab Mingyu dengan pedenya. "Di sekolah aja gue dapet banyak surat dari cewek-cewek di kelas Seungkwan."

Seungkwan mengangguk, menguatkan perkataan Mingyu, sambil meminum sodanya.

"Gini deh. Gue mau kasih lo tantangan supaya Seokmin dan gue percaya dengan apa yang lo omongin itu," kata Wonwoo.

"Tantangan apa? Gue pasti lakuin deh!" kata Mingyu dengan antusias. Dia suka sekali tantangan. 

Wonwoo terdiam sejenak. "Lo gue tantang untuk dapetin nomor hape seorang cewek yang ada disini. Hmm..." matanya mulai mengitari ruangan cafe itu, mencari-cari sosok yang tepat untuk dijadikan objek tantangannya. "Ah! Cewek di meja nomor enam itu," katanya.

Dengan serentak, tiga lelaki iti menolehkan wajah mereka pada gadis yang dimaksud Wonwoo. Gadis itu sangat cantik dengan seragam sekolah yang dipakainya dan rambut panjang yang terurai. Gadis itu sedang asik menuliskan sesuatu di bukunya, tidak tahu kalau dirinya sedang diperhatikan.

"Oke!" Mingyu menyanggupi tantangan itu sambil menatap Wonwoo dengan mantap. "Nomor hape doang mah, kecil!"

"Good luck, bro!" Seungkwan menyemangati Mingyu yang perlahan bangkit dari kursinya dan beranjak ke meja nomor enam, tempat gadis itu berada.

 

***

 

Cafe itu entah sejak kapan sudah terisi penuh dengan para pengunjung. Tidak ada bangku kosong, kecuali dua bangku yang ada di meja enam. Hal itu sungguh menguntungkan Mingyu dalam melaksanakan misinya. Sambil memegang gelas sodanya, dia berjalan mendekati gadis yang menjadi targetnya. "Hai!" sapanya sambil tersenyum pada gadis itu yang langsung menatapnya setelah mendengar sapaan lelaki itu. "Boleh saya duduk disini?"

"Oh. Silahkan," kata si gadis. Dia lalu kembali menulisi bukunya tanpa menghiraukan keberadaan Mingyu.

Mingyu agak terkejut dengan sikap si gadis pada dirinya. Seumur hidup dia tidak pernah diperlakukan sedingin itu. Semua perempuan pasti akan terus memandangnya tanpa berkedip, tapi gadis di hadapannya itu malah asik dengan bukunya. Mingyu menghembuskan napas untuk mengurangi rasa kesalnya. Stay cool, man! batinnya. Nih cewek paling cuma jual mahal doang sama lo. Kemudian, Mingyu berinisiatif untuk mengajaknya berbincang. "Sendirian aja?" tanyanya berbasa-basi.

"Mm-hm," si gadis bergumam tanpa memalingkan wajahnya dari bukunya.

Mingyu mulai bosan dengan sikap gadis itu. Sabar, Gyu! Lo pasti bisa naklukin dia. Lelaki itu mulai memperhatikan gadis itu dengan seksama. "Eh, siswi dari Hanlim Multi Art School ya?" katanya dengan nada terkejut setelah mengenali seragam sekolah yang dipakai gadis itu.

"Iya." Lagi-lagi gadis itu hanya menjawab singkat tanpa menatap Mingyu.

Rupanya Mingyu sudah tidak keberatan dengan respon yang diberikan si gadis. Fakta bahwa gadis itu bersekolah di Hanlim membuatnya tertarik. Sekolah itu merupakan salah satu sekolah seni paling terkenal di kota mereka. Tidak sembarang orang yang diterima disana. "Wah, keren! Saya punya temen yang sekolah di sana juga. Kenal Lee Jihoon? Dia kelas dua, jurusan produksi seni visual," tanyanya dengan antusias.

"Hmm... Kurang tau, tapi kayak pernah denger namanya," kata si gadis. Untuk pertama kalinya dia menjawab dalam satu kalimat yang cukup panjang dan itu membuat Mingyu tersenyum senang, walau pun mata si gadis masih terpaku pada bukunya.

"Kalo saya dari Seoul Broadcasting High School," tanpa ditanya, Mingyu sudah membocorkan identitas sekolahnya.

Gadia itu menghela napas panjang sebelum akhirnya menatap Mingyu dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Ah, pernah denger juga nama sekolahnya," katanya sambil memperhatikan logo sekolah yang tersemat di bagian dada jasnya.

Senyum Mingyu melebar saat dia mulai mendapatkan perhatian dari si gadis. "Betewe nama saya Mingyu, Kim Mingyu. Kelas 1-3," lelaki itu mulai memperkenalkan dirinya. "Kamu?"

"Ahn Solbin," jawab si gadis lalu kembali menulisi bukunya lagi.

Melihat itu, Mingyu menghela napas panjang. Cobaan ini begitu berat ya, batinnya. Tapi dia termasuk cewek yang menarik. Mingyu terdiam sesaat sambil memperhatikan Solbin lalu dia memutuskan untuk langsung melakukan tugasnya. "Jam berapa ya, sekarang?" tanyanya.

Solbin berhenti menulis untuk melihat ke arah jam tangannya sejenak. "Hampir jam setengah lima," jawabnya.

"Wah, saya harus nelpon mama saya nih," kata Mingyu lalu dengan gerakan berlebihan dia mencari handphone-nya di dalam saku bagian dalam jasnya. "Loh? Hape saya mana ya? Liat ga?" tanyanya dengan wajah panik setelah tidak menemukan barang yang dicari.

Solbin kembali berhenti menulis. Dia menggelengkan kepalanya sambil menatap Mingyu. "Engga," jawabnya. "Kayaknya kamu ga bawa hape ke sini."

"Masa iya? Bawa kok," kata Mingyu sambil memeriksa semua kantung di seragamnya. Wajahnya terlihat sedih setelah tidak menemukan handphone-nya dimana-mana. "Yah, gimana nih?" Dia menatap Solbin yang juga sedang menatapnya dengan ekspresi wajah yang sulit dibaca. "Mmm... Saya boleh pinjem hape kamu ga? Penting banget ini."

"Yah, saya ga bawa hape," jawab Solbin dengan wajah menyesal.

"Ah, iya? Beneran?" Mingyu tentu saja terkejut mendengar jawaban itu. Zaman sekarang masih ada orang yang pergi-pergi tanpa hape?

Solbin mengangguk. "Iya. Hape saya ketinggalan di rumah," katanya.

"Kalo gitu saya minta nomor hape kamu deh," pintanya tanpa basa-basi.

Solbin tentu saja terkejut mendengarnya. "Eh? Buat apa?" tanyanya.

Tanpa berpikir panjang, Mingyu menjawab, "Saya pengen kenal lebih dekat sama Solbin hehe..."

"Yah, saya ga hapal nomor hape saya."

"Masa sih?" Mingyu tidak percaya dengan apa yang didengarnya, namun gadis itu mengangguk dengan wajah yang meyakinkan untuk menjawab ketidakpercayaannya itu.

"Iya."

Mingyu menyerah. Dia tidak mungkin memaksa Solbin untuk mengingat nomor handphone yang tidak diingatnya. Kalah deh gue! batinnya kesal. Matanya mulai berpura-pura mengitari ruangan cafe itu seakan-akan sedang mencari seseorang yang bisa membantunya. "Eh, itu ada temen saya!" serunya saat matanya terhenti pada tiga lelaki di meja tiga belas yang sedang asik menertawakan entah apa.

"Mana?" tanya Solbin.

"Itu, cowok yang pake seragam sekolah yang sama kayak saya, yang duduk di meja tiga belas sama dua cowok kece dari sekolah lain," jawab Mingyu. Dia tidak memperhatikan ekspresi wajah Solbin yang seketika berubah setelah melihat ke arah meja itu. "Saya ke sana ya? Mau pinjem hape buat nelpon mama saya."

Solbin mengangguk dengan ekspresi wajah yang sudah kembali tak terbaca. "Oke."

Cewek ini sesuatu banget, batin Mingyu sebelum meninggalkan si gadis. "Nice to meet you, Solbin. Dah!" pamitnya sambil melambaikan tangan pada Solbin.

"Dah!" dan hanya satu kata itu yang keluar dari bibir Solbin untuk membalas kata-kata Mingyu sebelumnya.

 

***

 

"Gimana?" Seokmin menyambut kedatangan Mingyu dengan pertanyaan sambil tersenyum.

Mingyu mengerucutkan bibirnya sebelum berkata, "Apes!" Dia lalu duduk dan dengan hati-hati menoleh ke arah Solbin. Gadis itu sudah kembali asik dengan bukunya. Mingyu pun menghela napas lega. Dengan begitu dia tidak perlu berpura-pura untuk meminjam handphone atau menelepon.

Jawaban Mingyu itu tentu saja membuat Seokmin dan Wonwoo tertawa sementara Seungkwan menepuk bahunya, turut berduka cita.

"Hahaha... Tuh kan. Lo ga seberuntung yang lo pikir, Gyu!" kata Wonwoo setelah tawanya terhenti. "Lo emang ganteng, tapi itu bukan berarti lo bisa bikin semua cewek tunduk sama lo."

"Taulah," kata Mingyu dengan kesal. "Eh, betewe dia sekolah di Hanlim loh!" lanjutnya saat teringat akan nama sekolah Solbin.

Seokmin menoleh ke arah Solbin sejenak lalu dia menganggukkan kepalanya setelah mengenali seragam sekolahnya. "Ah, iya. Pantesan kayak pernah liat seragamnya," katanya. "Satu sekolah sama Jihoon hyung dong."

"Cantik ya, dia," kata Seungkwan sambil terus memandang Solbin.

Mingyu mengangguk sambil ikut memandangi gadis itu. "Iya. Sayang gue ga dapet nomor hapenya," katanya dengan nada kecewa.

"Kok bisa sih, Gyu?" tanya Seungkwan penasaran sambil memalingkan wajahnya dari Solbin.

"Dia ga inget nomornya," jawab Mingyu dengan nada kecewa. "Oya, Jihoon hyung kenal dia ga ya? Punya nomornya ga ya?"

"Lo kayak ga kenal dia aja, Gyu. Dia mana punya temen cewek di sekolahnya," kata Wonwoo.

"Ya, kali aja kan? Keliatannya dia tipe cewek yang populer. Versi ceweknya gue, gitu."

"Yeee... Mulai lagi deh," kata Seungkwan sambil mendorong pundak Mingyu dengan pelan.

Mingyu terkekeh. "Tapi gue bener kan? Gue sama dia bisa jadi pasangan yang sempurna kalo beneran jadian."

"Inget loh, kita dilarang pacaran!" kata Seokmin, mengingatkan.

Mingyu mengerucutkan bibirnya setelah mendengar kata-kata itu. "Iya, inget kok gue, inget."

 

***

 

Malam harinya, usai makan malam bersama dengan seluruh penghuni asrama, Mingyu langsung mengikuti Jihoon ke mini studionya. Lelaki tampan itu bahkan tidak menggubris kata-kata Jihoon yang melarangnya berada di ruangan itu dan terus bertanya tentang Ahn Solbin padanya. Mingyu bahkan sudah menanyakan hal yang sama pada lelaki yang lebih tua setahun itu setelah pulang dari cafe langganan dan Jihoon pun telah menjawab dengan kata-kata yang sama. 

"Beneran ga tau nomor hapenya, hyung?" tanya Mingyu, memastikan.

Jihoon menghembuskan napas lalu memalingkan wajahnya dari monitor komputer ke Mingyu. "Iya! Harus berapa kali sih gue bilang kalo gue ga tau?" jawabnya dengan nada kesal. "Kalo ga percaya, cek hape gue, sana!" katanya lagi sambil menunjuk ke arah handphone-nya yang tergeletak tak jauh dari tempat Mingyu lalu kembali menyelesaikan proyek lagunya di komputer.

"Tapi hyung tau kan si Ahn Solbin itu?" tanya Mingyu lagi tanpa menghiraukan kata-kata Jihoon. "Anak Hanlim juga dia. Cakep banget deh!"

Jihoon terdiam tanpa menatap Mingyu. "Kayaknya sih tau. Seumuran lo kalo ga salah," jawabnya. "Banyak yang ngomongin dia sih. Kalo ga salah juga dia pernah jadi model mv-nya Brave Girl. Denger-denger tahun depan dia bakal debut."

Mata Mingyu spontan melebar, terkejut. Untuk ukuran Jihoon yang katanya tidak terlalu mengetahui Solbin, informasinya itu sangat cukup untuk Mingyu. Sayangnya, Jihoon tidak tahu nomor handphone gadia itu. "Debut?" ulangnya yang langsung diangguki Jihoon. "Sial, gue keduluan! Keren juga dia."

"Udahlah, lo pergi, sana! Ganggu gue aja," usir Jihoon.

Mingyu menghela napas panjang. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan kata-kata Jihoon yang menyuruhnya keluar dari ruang kerjanya. Dia hanya merasa sedih karena kalah saing dengan gadis pujaannya itu. Kemudian Mingyu bangkit dari bangkunya dan bersiap keluar dari ruangan itu, namun baru setengah jalan, lelaki itu membalikkan badannya ke arah Jihoon dan berkata, "Hyung, mintain nomor hapenya dong!"

"Males," kata Jihoon tanpa berpikir panjang. "Ga pede gue. Lo tau gue kayak gimana kalo sama cewek. Mending lo minta aja sendiri, dateng ke sekolah gue."

"Yeee... Niat banget itu mah," kata Mingyu, menolak usulan Jihoon. Lalu dengan wajah kecewa, Mingyu keluar dari ruangan itu. 

 

***

 

A/N: endingnya ngegantung ya?? hehe… btw cerita ini udah lama banget aku buat tapi baru kupost sekarang. Pengen aku translate ke bahasa inggris kayak cerita2ku sebelumnya, tapi males TvT thx for reading :3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
biggestnightmare
#1
Author will you translate this in English? I'm waiting for all of your stories ^^
PS. Thank you for always making a fanfic of solbin-mingyu ;)