Final

I'm Sorry, Don't Cry
Please Subscribe to read the full chapter

Author POV

Disebuh SMA swasta ada 2 orang gadis yang sudah bersahabat sejak mereka berumur 3 tahun. 2 orang gadis yang sangat berbeda, Karina si extrovert yang menjadi primadona sekolah dan Winter si introvert yang sering dipanggil nerd. Entah bagaimana Karina dan Winter bisa bersama sejak kecil padahal mereka berdua memiliki kepribadiaan yang bertolak belakang. Dimana ada Karina pasti disitu juga ada Winter. Karina dan Winter juga memiliki 2 sahabat lain yang mereka kenal sejak SMP, Giselle dan Ningning.

 

 

Winter POV

14 tahun aku dan Karina bersahabat. Dari semula perasaanku kepada Karina hanya sebatas seorang sahabat namun sejak masuk SMA perasaan itu berubah menjadi cinta. Aku telah jatuh cinta kepada sahabatku sendiri, namun aku tidak ingin mengatakannya kepada Karina. Aku takut, takut kehilangan dia karena dia tidak memiliki perasaan yang sama denganku. Sejak masuk SMA, Karina langsung jatuh cinta terhadap seorang laki-laki yang adalah kakak kelas kami, Kai namanya. Giselle dan Ningning tau tentang perasaan cintaku terhadap Karina, namun aku melarang mereka untuk memberitahukannya kepada Karina.

 

Hari ini seperti biasa aku berangkat ke sekolah menggunakan motor sport-ku, dan seperti biasa aku mampir untuk menjemput Karina terlebih dahulu. Ketika aku sampai dirumah Karina, bibi keluar dan mengatakan bahwa Karina masih sarapan dan menyuruhku untuk masuk terlebih dahulu. Aku memarkirkan motorku kemudian masuk dan disapa oleh Karina dan kedua orang tuanya.

 

“Winter, tunggu sebentar ya” Ujar Karina sambil membereskan piringnya

 

“Iya”

 

“Winter, sayang kamu sudah sarapan?” Tanya Mama Karina kepadaku

 

“Kalau belum ayo sarapan bareng” Kata Papa Karina

 

“Sudah kok Om, Tante.. Terima kasih tawarannya” Kataku sambil tersenyum kepada mereka

 

“Gimana kabar Mama dan Papa kamu? Sehat kan? Om dan Tante sudah lama tidak bertemu dengan mereka”

 

“Sehat Om, Tante.. Papa lagi dinas keluar kota, hari jumat baru balik”

 

“Oh gitu.. Om dan Tante titip salam ya buat Mama dan Papa kamu”

 

“Iya, nanti aku sampaikan Om, Tante”

 

“Winter ayo, aku sudah siap.. Mom, Dad Karina berangkat dulu ya”

 

“Iya nak, hati-hati dijalan ya Karina, Winter”

 

“Iya Om, Tante.. Permisi”

 

Perjalanan ke sekolah tidak memakan waktu begitu lama, hanya butuh 10 menit saja. Aku dan Karina sampai di sekolah pukul 7:50, 10 menit sebelum bel masuk berbunyi. Kami langsung menuju ke kelas dan disambut oleh Giselle dan Ningning yang sedang bermesra-mesraan.

 

“Ehemm” Karina berdeham untuk menarik perhatian Giselle dan Ningning

 

“Eh.. Winter, Karina” Kata Giselle sambil menggaruk kepalanya

 

“Ini sekolah, mesra-mesraan itu nanti dirumah saja” Kata Karina

 

“Ah, kamu iri kan Karina.. Makanya cari pasangan juga, tuh Winter masih jomblo juga” kata Ningning meledek

 

“What? Winter ini sahabatku ya, masa aku pacaran sama sahabatku sendiri.. Iya kan Winter?”

 

“Haha,iya”

 

Berat rasanya untuk menjawab pertanyaanmu Karina, namun aku tetap mencoba untuk tersenyum dan menjawab pertanyaanmu. Giselle melihat raut wajahku yang mungkin berubah, namun aku memberikannya senyuman untuk mengatakan bahwa dia tidak perlu khawatir dan aku baik-baik saja.

 

Jam pelajaran pertama telah berakhir dan sekarang sedang jam istirahat pertama. Karina, Giselle dan Ningning sedang ke kantin dan aku sendiri sedang menuju ke UKS. Saat jam pelajaran tadi kepalaku terasa sakit jadi aku memutuskan untuk ke UKS untuk meminta obat sakit kepala. Setelah minum obat aku bermaksud untuk menyusul yang lainnya di kantin, tidak sengaja aku lewat didepan kelas senior dan mendengar pembicaraan mereka.

 

“Eh Kai, kamu itu suka sama Karina?”

 

“Hah? Suka Karina? Enggak lah, dia saja yang selalu mencari perhatianku”

 

“Masa sih?”

 

“Lah nggak percaya, aku tuh lagi ngejar Jennie anak kelas sebelah”

 

“Alasan kamu, paling kamu nggak bisa dapat Karina karena ada pawangnya si nerd itu kan”

 

“Enak saja.. Bagaimana kalau kita taruhan? Jam istirahat kedua nanti aku bakal cium Karina ditengah lapangan dan dia nggak akan marah”

 

“Yakin kamu? Awas ditampar nanti kamu”

 

“Ayo taruhan kalau kalian berani”

 

“Oke.. Kalau kamu berhasil, kita bayari bensin mobil dan jajanmu selama sebulan. Kalau kamu gagal, kamu yang bayari bensin mobil dan jajan kita berdua selama sebulan”

 

“Oke, siapa takut.. Liat saja nanti saat jam istirahat kedua”

 

Shock? Jelas aku shock, aku tidak menyangka mereka menjadikan Karina sebagai bahan taruhan. Aku tidak akan membiarkan Kai menyakiti Karina. Karina menyukai Kai, jika Kai menciumnya maka Karina pasti akan berpikir bahwa Kai menyukainya. Aku tidak ingin Karina sakit hati.

 

Selama jam pelajaran kedua aku tidak dapat berkonsentrasi, sampai-sampai aku ditegur oleh guruku. Sekarang sudah jam istirahat kedua dan aku bingung harus bagaimana supaya Kai tidak berhasil melakukan taruhannya itu. Sedang berpikir, tiba-tiba Karina mengajak aku, Giselle dan Ningning untuk menemaninya ke kantin. Perjalanan ke kantin melewati lapangan, ketika sampai ditengah lapangan aku melihat Kai dan teman-temannya berjalan kearah kami. Tanpa pikir panjang aku memanggil Karina dan menciumnya ketika kami berhadapan.

 

*PLAK* sebuah tamparan keras diberikan Karina kepadaku. Giselle dan Ningning hanya bisa menutup mulut mereka dengan tangan karena kaget aku ditampar.

 

“KAMU GILA YA WINTER? APA MAKSUDMU?”

 

“Karina.. Maafkan aku”

 

“MAAF? Kamu menciumku didepan orang banyak, satu sekolah melihat. GILA KAMU. AKU BENCI KAMU, jangan pernah temui aku lagi”

 

“Kar..”

 

“Winter, kamu nggak apa-apa?”

 

“I’m Okay Giselle, aku mau ijin pulang ke guru.. Kalian berdua temani Karina ya, maaf aku buat masalah”

 

*****

 

Satu minggu telah berlalu sejak kejadian itu dan aku memutuskan untuk pindah sekolah. Mama dan Papa menyuruhku untuk pindah sekolah keluar negeri agar nanti bisa melanjutkan kuliah disana juga. Aku memberitahukan Giselle dan Ningning tentang keputusanku dan orang tuaku. Aku juga melarang mereka untuk memberitahukannya kepada Karina, lagipula aku yakin Karina sudah tidak peduli lagi denganku.

 

“Aku benci kamu, jangan pernah temui aku lagi”

 

Terngiang kembali kata-kata terakhir Karina dibenakku. Bodohnya aku telah berbuat seperti itu. Sekarang aku kehilangan sahabatku.

 

“Setidaknya kamu melindungi Karina dari sakit hati, Winter” Aku berkata kepada diriku sendiri

 

*****

 

Waktu demi waktu berlalu, tidak terasa sudah 7 tahun aku tidak pernah lagi bertemu dengan Karina. Sekarang aku sudah bekerja disebuah perusahaan konsultan keuangan. Setelah lulus kuliah, aku kembali lagi ke Indonesia untuk bekerja. Sekarang aku sedang berada di rumah sakit untuk mengambil hasil tes kesehatanku. Sejak 2 tahun lalu aku sering merasakan sakit kepala, namun aku selalu membiarkannya karena aku pikir itu hanya sakit kepala biasa karena terlalu banyak bekerja. Sampai akhirnya minggu lalu aku pingsan dan dua hari kemudian baru sadarkan diri. Khawatir dengan kondisiku, Mama dan Papa menyuruhku untuk menjalani tes kesehatan. Mereka takut terjadi sesuatu kepadaku.

 

“Pasien atas nama Winter?”

 

“Iya suster, itu saya”

 

“Ini hasil tes anda, silahkan masuk ke ruangan dan dokter akan menjelaskan secara detail”

 

“Baik suster, terima kasih”

 

“Nona Winter, silahkan duduk”

 

“Terima kasih dokter”

 

“Nona, maaf sebelumnya......”

 

“Ada apa ya dokter? Hasil tes saya bagus kan? Saya tidak kenapa-kenapa kan dokter

 

“Maaf Nona Winter, anda terkena kanker otak stadium akhir”

 

“APA?” Tidak mungkin, dokter pasti salah diagnosa. Tidak mungkin saya kena kanker”

 

“Nona, Nona pasti sering mengalami sakit kepala tiba-tiba bukan? Dan sakitnya itu sangat sakit sekali”

 

“Iya dokter”

 

“Itu adalah salah satu gejala dari kanker otak stadium akhir, apalagi bahwa Nona sebelumnya pingsan dan baru sadarkan diri 2 hari kemudian”

 

Aku hanya bisa mengangguk mendengar kata-kata dari dokter. Aku tidak tau harus bagaimana, aku terkena kanker otak stadium akhir. Tidak lama lagi aku pasti akan meninggal

 

“Berapa lama dokter?”

 

“Maaf?”

 

“Berapa lama waktu yang saya punya dokter?”

 

“Kurang lebih 2 bulan dengan bantuan kemoterapi”

 

“Baik dokter, terima kasih atas infonya”

 

“Maafkan saya Nona Winter”

 

“Tidak apa-apa dokter, saya permisi”

 

Aku memberitahukan hasil tes kesehatanku ke Mama, Papa, Giselle dan Ningning. Mereka semua shock dan hanya bisa menangis. Aku tidak ingin mereka sedih, aku berusaha kuat agar mereka tidak sedih. Keesokkan harinya aku dirawat inap di rumah sakit untuk menjalani kemoterapi, Mama selalu menemaniku. Terkadang Papa juga menemaniku jika ia sedang tidak sibuk dengan urusan kantor. Giselle dan Ningning juga sering datang untuk menjengukku.

 

*****

 

Sudah satu setengah bulan aku menjalani kemoterapi. Rambutku yang dulu panjang sekarang sudah hilang semua. Wajahku yang dulu ceria kini pucat dan lesu. Aku merasa bahwa waktuku sudah dekat, aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit yang aku derita ini.

 

“Hai Winter, gimana keadaanmu?” Giselle menyapaku, dia dan Ningning datang lagi untuk menjengukku. Aku hanya bisa tersenyum menjawab pertanyaan Giselle

 

“Winter, kamu kuat. Kamu bisa melewati semua ini” Ningning menyemangatiku

 

“Thank you....Ning, Giselle.......maaf.......sudah merepotkan kalian”

 

“Jangan bilang begitu Winter, kita sudah bersahabat lama. Aku dan Ningning tidak merasa direpotkan olehmu”

 

“Benar Winter, jangan berpikiran seperti itu”

 

“Winter...” Giselle memanggilku

 

“Kamu nggak mau kita kabari Karina tentang kondisimu? Karina mencari kamu terus, dia selalu bertanya ke aku dan Ningning tentang keberadaanmu”

 

Sudah setahu Giselle dan Ningning terus mengatakan bahwa Karina mencariku. Mereka bilang bahwa Karina ingin minta maaf atas kelakuan dan perkataannya semasa SMA dulu. Namun, aku belum siap, belum siap untuk berhadapan dengan Karina lagi. Kenapa? Karena aku masih mencintainya. Ya, 7 tahun telah berlalu namun aku masih tetap mencintainya seperti dulu.

 

“Giselle, Ningning”

 

“Ya, Winter”

 

“Aku......boleh minta.......bantuan kalian?”

 

“Tentu boleh, katakan saja”

 

“Bilang ke Karina..........untuk datang ke gereja............besok jam 4 sore”

 

“Gereja? Gereja mana?”

 

“Bilang saja..........gerejaku dan dia..........dia pasti tahu”

 

“Okay”

 

“Thank you Giselle, Ningning”

 

 

Author POV

Keesokkan harinya pukul 3:50 sore Karina tiba di gereja dan menunggu kedatangan Winter. Raut wajah bahagia terpampang jelas di wajah Karina karena dia akan bertemu lagi dengan sahabatnya. Karina ingin meminta maaf dan ingin sahabatnya kembali lagi. Tidak lama kemudian Giselle dan Ningning muncul didalam gereja, dimana Giselle sambil mendorong kursi roda yang berisi seseorang dengan menggunakan topi dan masker. Karina tidak mengenali siapa orang di kursi roda itu, yang dia lihat bahwa Winter tidak ada bersama mereka.

 

“Giselle, Ningning mana Winter? Kalian bilang dia menyuruhku untuk menemuinya disini jam 4 sore”

 

“Kamu ingin tahu dimana Winter?” Giselle bertanya dan Karina mengangguk

 

“Tanyakan pada orang ini dan dia akan menunjukkan kamu dimana Winter” Ningning berkata demikian lalu keluar dari gereja bersama Giselle

 

“Ehmm, maaf anda siapa? Anda tahu dimana Winter?” Karina bertanya kepada orang yang duduk di kursi roda dan dibalas dengan anggukan sambil memberikan Karina sebuah MP3 dan secarik kertas yang bertuliskan “Dengarkan ini, Karina”

 

“Okay” Karina mengambil MP3 tersebut dan memasangkan headset di kedua telinganya dan mendengarkan rekaman yang ada

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet