[ 15 ] Bersemi

Sleep Call

“Nona Jung, ada yang ingin bertemu denganmu.”

Jessica mengangkat wajah dari laporan yang sedang dipelajarinya dan melihat Yeri, salah seorang pengacara muda yang baru bergabung, berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.

“Siapa?” tanya Jessica sambil memeriksa catatan di buku agenda, barangkali dia melewatkan janji temu dengan seorang klien.

“Dia tidak menyebutkan apa-apa selain teman lama.”

Status hubungan teman lama bukan informasi yang diperlukan karena siapa pun yang menunggu di luar sana telah mengganggu pekerjaannya. Jessica tidak suka melakukan sesuatu di luar rencana. Bahkan jika itu seorang klien baru, biasanya mereka akan menelepon terlebih dahulu untuk mengatur waktu pertemuan.

Jessica memberi isyarat singkat dengan anggukan kepala. Menyimpan berkas-berkas penting dan merapikan meja kerja yang berantakan. Lalu dia berpindah tempat duduk pada sofa yang terletak di bagian tengah ruangan.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Yoona seraya menutup pintu di belakangnya. Dia merasa bangga karena suara yang dihasilkan terdengar santai sementara jantungnya berdegup kencang. “Sudah lama tidak bertemu.”

Biasanya Jessica akan tersenyum ramah menyambut kedatangan tamunya, tapi kali ini dia tidak membalas sapaan pria tersebut. Kernyitan samar terlintas di wajahnya sebelum sorot mata itu menjadi dingin dan gelap. Susah payah Jessica menyusun kembali dunianya yang hancur selama hampir empat bulan dan sekarang tiba-tiba lelaki itu muncul tanpa peringatan.

“Apa maksud kedatanganmu kemari?” sela Jessica langsung tanpa basa-basi.

Yoona terdiam sejenak, berpikir keras mulai dari mana menjelaskan duduk perkaranya. Kemudian dia mendorong sebuah amplop coklat ke sisi meja yang berlawanan. “Aku ingin kamu mengurus kasus perceraianku,” balasnya tenang.

Im Yoona sudah gila!

Itulah yang dipikirkan Jessica sementara matanya melotot menatap laki-laki yang duduk santai di hadapannya. “Kamu pasti sudah gila kalau beranggapan aku mau menangani masalah pernikahan kalian.” Jessica nyaris tersedak saat mengucapkan kata ‘pernikahan'.

Yoona mengangkat bahu, menarik nafas lalu berkata dengan cepat, “aku datang sebagai orang yang mempunyai masalah hukum perdata dan tugas pengacara adalah menyelesaikan sebuah kasus tanpa melibatkan perasaan pribadi.”

Jessica tidak langsung berkomentar. Dia hanya menatap lelaki itu dengan curiga. Sementara Yoona duduk dengan gelisah, takut apabila mantan kekasihnya akan melompat dan mencakar-cakar wajahnya. Lalu pada akhirnya Jessica mengatakan, “istrimu setuju untuk berpisah?”

“Dia tidak tahu bahwa aku mengajukan gugatan perceraian.”

“Kenapa?” tanya Jessica, tidak mengerti alasan apa yang mendorong lelaki itu untuk berani mengambil keputusan yang ceroboh.

“Aku tidak mencintainya.”

“Jangan konyol.”

“Aku mencintaimu.”

“Tutup mulutmu,” tukas Jessica tajam. “Kamu meninggalkan aku, Yoona. Kamu meninggalkanku di saat aku benar-benar mencintaimu. Jadi jangan berani kamu mengatakan hal itu sekarang ketika kamu yang menghancurkan semuanya.”

“Maaf. Aku tahu ini sangat terlambat tetapi aku ingin meminta maaf dengan benar. Andai saja tidak terbawa pengaruh minuman beralkohol, kami berdua tidak akan melakukan kesalahan besar.”

Jessica tertawa pendek dan berkata, “itu tidak mengubah apa pun yang sudah terjadi.”

Kisah mereka telah berakhir atau begitu yang ada di benak Jessica. Dia butuh waktu lama untuk melupakan rasa sakit yang ditinggalkan Yoona. Tidak mudah menghapus kenangan indah mereka dan berpura-pura itu tidak pernah terjadi. Walaupun terkadang ingatannya kembali ke masa lalu, itu bukan berarti Jessica merindukannya. Dia hanya belum mampu melupakan siapa lelaki itu sebelumnya.

“Tolong beri aku kesempatan,” desak Yoona dengan wajah memohon.

“Jika tidak ada hal penting yang ingin dibicarakan maka kamu tahu di mana pintu keluarnya. Silakan cari pengacara lain untuk menyelesaikan kasusmu. Dan jangan menggangguku lagi, itu tidak akan berhasil sekali pun kamu telah bercerai.”

“Apa karena lelaki itu? Tadi aku sempat melihatnya berdiri di samping mesin fotokopi. Ternyata kalian rekan kerja.”

Jessica menggerakkan gigi dan menggeram, “bukan urusanmu.”

Sementara itu pada waktu bersamaan, sosok lelaki yang tengah dibicarakan sudah berjalan mondar-mandir selama sembilan menit di depan pintu yang tertutup rapat. Telinganya tidak dapat mendengar pembicaraan yang berlangsung di dalam ruangan. Satu menit lagi; jika Yoona tidak keluar dalam batas waktu yang ditetapkan, Taeyeon akan menerobos masuk ke dalam.

“Permisi Nona Jung,” sapa Taeyeon menjaga sopan santun dengan mengetuk pintu tiga kali. Dia melangkah lurus ke depan dan meletakkan map di atas meja kerja. “Ada laporan penting yang harus ditandatangani.”

Jessica mengerjap, memandang Taeyeon dengan heran, lalu segera berdiri dan berpindah tempat duduk. Raut mukanya langsung berubah kesal ketika hanya menemukan kertas kosong terselip di sana. Sangat menyebalkan melihat wajah Taeyeon yang tersenyum seperti orang bodoh.

“Tinggalkan saja berkasnya di sini,” sahut Jessica sambil memutar-mutar pena yang terjepit di antara ujung jarinya.

“Anda juga harus menemui Tuan Park. Waktu kunjung di tahanan pusat akan ditutup dua jam lagi jadi lebih baik berangkat sekarang.”

Sekali lagi Jessica dibuat bingung oleh sepasang mata coklat yang menatapnya dengan hangat. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya direncanakan lelaki itu. Namun, belum sempat dia berkomentar, Yoona tiba-tiba memotong percakapan mereka.

“Setahuku ada kebijakan perusahaan yang melarang hubungan romansa sesama rekan kerja. Apa itu juga berlaku di sini?”

“Aku tidak pernah mendengarnya,” kata Taeyeon menggelengkan kepala.

“Kamu harus mencari tahu tentang hal itu jika tidak ingin dipindah ke tempat lain. Ngomong-ngomong, berapa usiamu?”

“Dua puluh lima tahun.”

“Bukankah dia terlalu muda untukmu?” tanya Yoona melirik mantan kekasihnya.

“Memangnya kenapa kalau dia lebih muda dariku?” tantang Jessica dengan nada tinggi, merasa sedikit marah dan tersinggung.

“Kalian terlihat seperti kakak beradik,” balasnya tertawa ringan.

“Oh ya?” sebelah alisnya terangkat. Dia tidak senang mendengar suara lelaki itu yang terkesan meledek. Jessica memutuskan melakukan sesuatu yang harus dilakukannya. Saat itu juga. Di tengah ruang kerja dan di depan mata mantan kekasihnya. “Kau tahu, tidak ada seorang kakak yang mencium adiknya seperti ini.”

Jessica bergerak cepat mendekati wajah Taeyeon dan mendaratkan ciuman di bibirnya.

***

Tiffany mengecilkan nyala api kompor ketika mendengar ponselnya berdering. Dengan cepat dia menjawab panggilan masuk dan mengubahnya ke mode pengeras suara.

“Halo.”

“Hai, kamu sedang apa?”

“Aku yang seharusnya menanyakan hal itu kepadamu. Bukankah di Korea saat ini pukul satu dini hari? Kamu harus segera tidur.”

Yuri terkekeh pelan dan bertanya, “kamu sudah sarapan?”

“Aku baru selesai menggoreng telur,” kata Tiffany mematikan kompor lalu memindahkan makanan ke atas piring.

“Kalau begitu tambahkan satu lagi. Aku suka jika kuning telurnya setengah matang.”

“Cukup satu saja. Aku tidak mau makan telur terlalu banyak.”

“Tapi aku lapar,” kata Yuri merengek.

“Kalau lapar masak saja sendiri. Aku tidak bisa mengirimkan makanan sampai ke tempatmu,” balasnya tertawa kecil.

“Kamu seharusnya memberitahu aku jika udara di San Francisco sangat dingin.”

“Ya, sebentar lagi pergantian ke musim dingin jadi tidak jarang angin bertiup kencang.”

“Bisakah kamu membuka pintu? Aku sangat kedinginan berada di luar. Mungkin sebentar lagi tubuhku akan menjadi es batu.”

Butuh tiga detik untuk Tiffany menyadari situasi yang terjadi. Dia terkesiap begitu keras sampai kursi di belakangnya terjatuh. Tanpa membuang waktu lebih lama, gadis itu setengah berlari menuju pintu apartemen.

“Yuri!” teriaknya melompat ke depan.

“Ugh, sepertinya berat badanmu semakin bertambah,” gurau Yuri mengangkat tubuh Tiffany dan berputar.

“Yah, sialan kamu ya!” balas gadis itu memukul pundak sahabatnya. “Ayo, masuklah ke dalam.”

“Tempat ini lebih luas dari yang di Korea,” komentar Yuri melepas alas kakinya dan melihat sekeliling ruangan.

“Aku memilih tinggal di sini karena lebih dekat dengan kantor.”

“Ayahmu tidak keberatan?”

“Pada awalnya mereka tidak setuju tapi aku berjanji untuk pulang ke rumah setiap akhir pekan. Mau kopi atau teh?”

“Apa perlu menanyakan hal itu?”

Tiffany terkikik, “mana tahu seleramu berubah.”

Sementara pemilik rumah sedang sibuk di dapur, lelaki itu memandang satu per satu bingkai yang tergantung di dinding.  Gambaran tentang perjalanan hidup dari masa kecil hingga dewasa. Kebanyakan adalah potret keluarga termasuk satu yang berada di sudut bawah; foto Yuri bersama keluarga Hwang saat kelulusan di universitas.

“Bagaimana kamu bisa sampai ke sini?” tanya Tiffany sambil menyodorkan secangkir kopi hangat.

“Menggunakan pesawat dan taksi.”

“Itu jawaban yang sempurna,” sahutnya memutar bola mata.

“Aku mendapatkan pekerjaan di sini.”

“Sungguh?” pekik Tiffany dengan nada tidak percaya.

Yuri mengangkat wajah menatap gadis itu sambil menyesap pelan kopinya. Dia tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Masih membekas tuduhan Taeyeon yang mengatakan dia tidak melakukan apa-apa selama bertahun-tahun. Jadi kali ini Yuri ingin membuktikan kepada dunia. Dia akan memperjuangkan cinta pertamanya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onesleven
#1
Chapter 20: Hahaha bisa-bisanya Taeng kira itu covid test, kacau-kacaaau 😆
Untung Sica emosinya lagi labil kalo gak udah di keplak kepalanya Taengoo haha
Makasih sudah kasih happy ending buat Taengsic, selamat tahun baru juga!
onesleven
#2
Chapter 19: Antara Yuri dan Sica, gak tau deh mana yang paling tolol, Fany sama Taeyeon sudah kasih clue disana-sini sampai akhir gak ngeh juga, kasian..
Semoga akhirnya TaengSic jugs bahagia seperti yang lain. Terima kasih sudah update ceritanya~
sabeth #3
Chapter 14: Kenapa anak Seohyun dan Yoong harus mengalami jantung berhenti.

Semoga saja Yoong berubah menyayangi Seohyun.
onesleven
#4
Chapter 10: Hai, gue hampir gak pernah baca ff snsd bahasa indonesia tapi cerita lu ini asik. Gue suka cara menulisnya mirip kayak novel remaja jaman dulu pas gue smp, bahasanya baku tapi tetap enak pas di baca. Mudahan ada terusannya, makasih~
sabeth #5
Chapter 10: Kasihan si Seohyun. Itu kalau Yoona cuek begitu, bagaimana nanti si Seohyun melahirkan. Kan Seohyun hamil anak dia kenapa perlakuan Yoona begitu. Sesak nafas bacanya.
sabeth #6
Chapter 3: Ceritanya bagus. Jangan lama2 ya up date. Thanks