A Sudden Proposal

A Woman to Marry

 

Langit terlihat begitu oranye meskipun waktu masih menunjukan pukul dua di siang hari. Angin semilir yang dingin menerbangkan daun-daun kering dengan irama yang lembut. Hawa terasa lumayan dingin, namun itu tidak membuat puluhan warga Vienna mendekam menghangatkan diri di depan perapian. Mereka memilih berjalan-jalan menikmati musim gugur yang terasa begitu indah ini. Mengubah kota Vienna menjadi lautan kuning-oranye yang sedap dipandang mata.

Begitu pula dengan gadis berambut pendek bernama Cho Seulbyul. Langkahnya begitu ringan ketika melintasi taman Schoenbrunn yang terletak di kota Vienna yang dimeriahi oleh pohon maple yang telah berwarna kuning dan sedang merontokan daunnya itu. Tangan kirinya memegang satu cup berisi cokelat panas favoritnya, sementara tangan lainnya memegang buku bersampul merah yang terlihat using, tanda bahwa buku itu memang sering dibaca olehnya.

Lalu dia duduk di salah satu bangku panjang di sisi pohon maple. Menghujaninya dengan daunnya yang rontok perlahan-lahan. Ia menaruh cup cokelat panasnya, matanya masih berfokus pada bacaan di depannya. Sama sekali tidak terusik dengan helaian daun yang jatuh ke tubuhnya. Sesekali dia menyesap cokelat panasnya. Meneguk kehangatan ditengah cuaca musim gugur yang dingin ini.

“From the very beginning— from the first moment, I may almost say— of my acquaintance with you, your manners, impressing me with the fullest belief of your arrogance, your conceit, and your selfish disdain of the feelings of others, were such as to form the groundwork of disapprobation on which succeeding events have built so immovable a dislike; and I had not known you a month before I felt that you were the last man in the world whom I could ever be prevailed on to marry.” 

Jane Austen, Pride and Prejudice

 

Seulbyul begitu terhanyut dalam buku yang dibacanya. Matanya tidak bergerak seinchi pun dari kalimat-kalimat yang teruntai indah di buku itu. Sesekali, gadis itu tersenyum manis dan terkikik pelan terbawa suasana. Lalu kemudian diam kembali menyapa, melenyapkan pikiran gadis itu ke dimensi lain dalam dunia fiksi literatur.

Imajinasinya sedang malayang jauh ketika tiba-tiba ia menyadari bahwa hujan daun telah berhenti. Tidak ada lagi daun maple berwarna kuning jatuh lembut ke bahunya ataupun buku yang sedang di bacanya. Seulbyul mengerutkan alisnya. Berhipotesis bahwa mungkin pohon itu sudah merontokan seluruh daunnya. Tapi itu adalah hipotesa paling konyol yang melintas di otaknya.

Ia mendongak ke atas dan menemukan sesuatu yang janggal.

Payung merah. Dan senyum yang paling manis yang pernah dilihatnya.

Seulbyul menahan napasnya, dengan mulut terbuka dan mata setengah keluar tidak mempercayai apa yang sedang dilihatnya.

Sosok itu masih tersenyum membuat Seulbyul semakin bingung. Otaknya masih berproses untuk mencerna apa yang sedang terjadi detik itu.

“Annyeong, Seulbyul-ssi,” sapa pria itu. Masih dengan senyumnya.

Seulbyul tidak dapat berkata-kata. Jadi ia memilih untuk menjawab sapaan itu dengan seadanya saja, “A-annyeong.”

Aneh sekali. Tiba-tiba lidahnya jadi kelu.

“Boleh aku duduk?” sosok yang tadi memayunginya dari hujan daun maple bertanya. Seulbyul menggeser letak duduknya. Memberi spasi agar ia dapat duduk.

Dilihatnya pria itu melipat payung merahnya. Lalu duduk dengan nyaman di sebelah Seulbyul. Seulbyul tidak dapat menolong dirinya sendiri dari paksaan untuk berteriak bahwa pria itu benar-benar ciptaan Tuhan yang sempurna.

Tapi ia tahu, berteriak seperti itu akan sangat memalukan baginya. Jadi ia memutuskan untuk bersikap sedikit dingin. Demi menjaga rasa malunya.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Seulbyul. Menyesap cokelat panasnya yang sudah tidak begitu panas. Menutup bukunya dan menaruhnya di pangkuannya.

Pria itu menatap Seulbyul, “Menemuimu.”

Seulbyul setengah tidak percaya. “Aku tidak tahu jika seorang Choi Siwon memiliki banyak waktu luang hanya untuk menemui mantan pacarnya.”

Dia merujuk pada dirinya sendiri.

Pria yang dipanggil Siwon itu hanya terkekeh pelan sembari membetulkan kerah coat hitam mahalnya, “Aku memang tidak punya banyak waktu. Tapi aku memiliki banyak alasan untuk menemuimu.”

Pipinya memerah. Walaupun ia tahu Siwon sudah menjadi masa lalunya, namun ia tidak dapat menampik bahwa ia merasa sangat senang jika Siwon mengatakan hal-hal seperti itu. Itu membuatnya merasa seperti wanita paling bahagia di dunia ini.

Seulbyul berdeham, “Jangan merayuku. Kita bahkan tidak seperti dulu lagi.”

Siwon menganggukan kepalanya setuju, “Kita memang tidak seperti dulu lagi. Karena aku akan mengubahnya mulai dari sekarang.”

Matanya melotot. “Apa maksudmu?” ia benar-benar penasan. Kemudian Seulbyul kembali menambahkan, “Kita sudah putus setahun lalu. Tidak ada yang perlu di ubah. Aku sudah jenuh dengan…” tiba-tiba ia terhenti.

“Dengan apa?”

Seulbyul berpikir keras. Namun ia tak memiliki alasan yang dapat ia kemukakan. Seulbyul bingung. Mulutnya mungkin mengatakan ‘jenuh’ tapi hatinya tidak pernah merasa jenuh dengan Choi Siwon.

 

Mata Siwon menatapnya tajam menuntut jawaban, “Cepat katakan. Kau jenuh dengan apa?”

Seulbyul merasa terintimidasi. Tidak ada jawaban atas pertanyaan itu. Tuhan telah menutup semua kemungkinan jawabannya. Seulbyul tidak pernah ‘jenuh’ dengan Siwon. Itu memang kenyataanya.

Siwon menghela napas pelan, membuat kepulan asap dari mulutnya, “Tak usah di jawab kalau begitu.”

Seulbyul sama sekali tidak berkutik. Kemudian sunyi diantara mereka. Baik Seulbyul maupun Siwon memilih untuk diam. Menikmati aroma musim gugur yang khas ini. Daun berjatuhan, dan angin dingin berhembus pelan, juga terdengar samar-samar music dari para musisi jalanan yang sedang memainkan biola dan cello nya.

Seulbyul menoleh pada cokelat panasnya. Menyadari bahwa minumannya sudah habis, ia mendengus pelan. Ia memilih kembali pada bukunya daripada beradu lidah dengan Choi Siwon. Karena ia tahu, ia akan selalu kalah. Tak ada gunanya.

“Tutup bukumu,” perintah Siwon tiba-tiba.

“Kenapa?” walaupun ia mempertanyakan hal ini, tapi gestur tubuhnya tidak dapat melawan. Ia menutup bukunya.

“Karena aku harus melakukan apa yang seharusnya aku lakukan tahun lalu,” Siwon memberikan alasan yang dijawab dengan muka heran Seulbyul.

Pria itu memasangkan sepasang earphone di telinga Seulbyul. Seulbyul tidak melawan. Ia membiarkan Siwon melakukan apa yang ingin dilakukannya.

Kemudian…

Another day
Without your smile
Another day just passes by
But I know now
How much it means
For you to stay
Right here with me

The time we spent apart make our love grow stronger
But it hurts so bad I can’t take any longer

I wanna grow old with you
I wanna die lying in your arms
I wanna grow old with you
I wanna be looking in your eyes
I wanna be there for you
Sharing in everything you do
I wanna grow old with you

 

 

Seulbyul terkesiap. Menangkupkan kedua tangannya ke mulutnya. Matanya sedikit berair dan perasaannya membuncah. Apakah Siwon baru saja melamarnya?

Seulbyul belum tahu itu. Seulbyul tidak ingin memiliki spekulasi yang teramat tinggi.

Siwon memberikan ekspresi lembutnya pada Seulbyul. Membuat gadis itu merasa semakin terharu. Kemudian ia menarik Seulbyul dalam pelukannya. Menaruh kepalanya pada pundak kecil gadis itu.

“Cho Seulbyul….” Siwon menarik napasnya, “ … saat ini aku sedang melamarmu.”

Seulbyul ingin menangis saat itu juga. Namun ia berusaha menahan air matanya. Hal ini tidak mungkin terjadi, ini terasa seperti mimpi.

“Aku menyadari kesalahan yang pernah kubuat dimasa lampau yang melukaimu. Aku minta maaf.

Aku minta maaf karena telah melukaimu sepanjang tahun ini. Membuat kau bahkan pergi meninggalkanku. Saat itu, aku benar-benar merasa kotor. Separuh dari jiwaku berteriak kesakitan memanggil namamu. Menyuruhku untuk berlari mengejarmu.

Tapi aku tidak sanggup. Ketika melihatmu tersenyum bersama pria lain, aku benar-benar merasa hancur. Tak bersisa sekeping pun. Saat itu aku benar-benar menyadari bahwa kau sangat berarti dalam hidupku, Cho Seulbyul.

Sekarang saat mengetahui kau sedang sendiri. Kupikir ini waktu yang tepat untukku melangkah maju. Mendekatimu. Dan membuatmu jadi miliku, yang tak akan bisa direbut oleh orang lain.

Aku memintamu untuk menghabisakan seluruh hidupku bersamaku. Menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Melalui masa tua bersama.

Mungkin aku tidak bisa menjanjikan banyak hal padamu. Dunia membatasi semua kemampuan itu dariku. Tapi aku berjanji satu hal padamu. Bahwa aku akan membahagiakanmu.

Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, Cho Seulbyul. Hanya bersamamu.”

Siwon mendekap Seulbyul penuh kehangatan. Seulbyul sudah tidak dapat menyembunyikan rasa harunya. Ia menangis. Dan menangis di pelukan Siwon adalah hal terbaik baginya.

Siwon menarik pelukannya. Menatap mata merah Seulbyul yang berurai air mata. Menyekanya lembut dengan jarinya. Kemudian menggenggam tangannya.

Siwon melanjutkan, “Menikahlah denganku.”

Hubungan mereka sempat retak tahun lalu, sehingga mengharuskan mereka berdua untuk berpisah. Namun itu tidak berarti Seulbyul berhenti mencintai Siwon. Begitu pula sebaliknya.

Siwon, pria yang menakjubkan itu meminta Seulbyul untuk menikahinya. Seulbyul tidak bisa mengatakan tidak. Ia tidak bisa membohongi hati kecilnya bahwa ia memang masih mencintai Siwon.

Seulbyul menatap tangan Siwon yang menggenggamnya hangat. Ia yakin bahwa tangan itulah yang membuatnya kuat hingga sekarang ini. Tangan itulah yang akan menuntunnya menuju kebahagian. Tangan itulah yang akan melindunginya dari dingin serta panas. Tangan yang akan selalu bersedia merangkulnya ketika ia ketakutan. Tangan yang selalu mengusap airmatanya ketika ia menangis. Tangan yang akan menemaninya menjalani hari tua bersama. Hingga Tuhan memanggil mereka.

 

FIN

 

author's note: really.. for sure... i don't know why i made this. i just missed  them (siwon x seulbyul) since they are my favorite  fiction couple i've ever made :)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet