[#1] Vous Manques

Description

Prompt                 : Rindu - Agnes Monica
Genre                   : Boys Love - M-Preg
Rated                   : T
Summary             : Karena aliran darah Park Chanyeol akan selalu bermuara kepada Byun Baekhyun.

Foreword

********

Kaki tegap serupa tombak itu berjalan cepat menembus rintik hujan. Celana katunnya lumayan basah dan kemeja putih yang dia kenakan terlihat transparan karena basah. Tubuh tinggi itu menggigil digigit hawa dingin. Tidak banyak hal yang lelaki ini harapkan selain segera memasuki apartemennya dan memeluk belahan jiwanya.

Park Chanyeol pengusaha mapan berumur tiga puluh tahun, ayah dari seorang anak perempuan berusia lima. Memiliki sebuah perusahaan dibidang jasa pengiriman barang yang termasuk dalam tiga terbaik di Korea. Masa depan terjamin dengan harta yang tidak perlu dicemaskan. Pria itu mempesona baik dari segi finansial maupun visual. Duda satu anak itu bahkan sempat dinobatkan sebagai 'Hot Daddy' menurut salah satu situs ternama di Korea.

Chanyeol menghabiskan langkahnya dan memasukan password. Membuka pintu besi itu dan  surga yang dia rindukan sudah berdiri, menunggu di depan pintu.

"Daddy!"

Tubuh dengan ukuran yang kontras itu menyatu dalam pelukan. Chanyeol menciumi wajah si kecil dengan gemas, mengundang tawa bergigi dari buah hatinya, Lily Park.

"Buah berry Daddy hari ini sangat cantik!" Si kecil tersenyum bangga.

"Aku memang cantik!"

"Ya, anak perempuan Daddy yang paling cantik. Ayo kita masuk, Daddy membawa cupcakes untuk teman kita menonton Rabbit Invation!"

"Yeay!"

Makan malam hari ini diisi dengan sup rumput laut buatan Bibi Ahn dan kimchi goreng kesukaan Lily. Chanyeol bertanya kepada buah hatinya tentang apa saja yang dia lakukan selama di sekolah. Dan Lily terus berceloteh tentang teman sebangkunya yang suka mengupil.

"Aku tidak suka Nina! Daddy, dia jorok!"

Chanyeol mengusap rambut coklat padam anaknya, mencubit lembut pipi kemerahan itu dan berakhir menarik dagu kecil Lily, hanya agar dia bisa menatap mata embun anaknya.

"Bukankah Daddy tidak pernah mengajarkan Lily untuk membenci orang lain, hm?"

"Tapi Dad, dia jorok!"

"Bukan berarti Lily harus membenci Nina."

Anak perempuan berusia lima tahun itu mengangguk patuh. Chanyeol tersenyum senang dan berkata bahwa ada hadiah untuk anak yang penurut. Lily berlari menuju ruang tengah dan mendapati sebuah album foto berwarna pink dengan pita, tergeletak di atas karpet beludru.

Chanyeol menyusul di belakang dan bertahan di ujung ruangan. Lily terlihat meminta ijin untuk melepas pita merah itu dan Chanyeol mengangguk. Buah hatinya membuka satu persatu foto dan menatap wajah yang terpasang di sana dengan kerutan di dahi. Di dalam album itu, mayoritas terisi oleh foto seorang laki-laki bermata sipit namun senyumannya begitu bersinar.

Beberapa lembar juga terisi dengan foto laki-laki itu dengan sang ayah yang terlihat begitu saling mengasihi. Lily beralih menatap ayahnya yang masih berdiri di ujung ruangan.

"Daddy, ini siapa?" Chanyeol mendekat, duduk bersila dan mengangkat tubuh kecil Lily ke atas pangkuannya.

"Ini Papa, dia yang melahirkan Lily."

"Benarkah!" Suara anak perempuannya terdengar melengking begitu antusias. Chanyeol mengangguk.

Chanyeol bercerita tentang bagaimana sosok 'Papa' yang ada di dalam album foto itu kepada Lily. Sedikit banyak, anak perempuan itu mampu mengerti tentang penggambaran sosok Papa nya. Chanyeol berusaha terdengar normal selama dia bercerita, bagaimanapun juga dia seperti sedang menggali luka lama.

Lelaki itu mengutarakan tentang seberapa besar rasa cintanya kepada sosok dalam foto tersebut. Betapa Chanyeol selalu merindukannya dan tidak pernah melupakannya barang sedetikpun. Lily mengangguk, mengusap tangan Daddy nya yang sedari tadi juga mengusap foto laki-laki yang ada di dalam album.

"Dad, sekarang Papa ada dimana?"

Lily mewarisi wajah sang Daddy hampir seratus persen, juga bagaimana caranya saat menguap. Chanyeol menutup album foto dengan lambat, meletakan di atas meja dan berdiri sambil menggendong Lily yang sudah agak mengantuk.

"Dad, Papa ada dimana?" Lily merengek saat Daddy nya tak kunjung menjawab. Anak kecil itu menguap, Chanyeol mengusap rambut putrinya penuh sayang.

"Papa sedang melihat kita dari surga."

********

Sudah terhitung lima tahun sejak mendiang suaminya meninggal. Chanyeol tidak pernah lupa kalau hari ini adalah hari peringatan kematian suaminya. Berry, nama panggilan sayang Chanyeol untuk mendiang suaminya kini dia gunakan untuk memanggil buah hatinya, Lily.

Itu sudah lima tahun yang lalu, bertepatan dengan hari kelahiran Lily. Tuhan memberikan obat sebelum Chanyeol terluka. Nyawa suami Chanyeol tidak terselamatkan karena kondisinya terus menurun setelah melahirkan Lily. Tepatnya, saat anak perempuan mereka berusia tiga hari, Chanyeol kehilangan suaminya.

Lily tumbuh tanpa mengetahui apapun, termasuk alasan mengapa Daddy nya terpaksa menjadi orangtua tunggal. Chanyeol bertekad akan memberitahu putrinya secara perlahan saat usianya sudah menginjak lima. Dan itu berarti sudah waktunya bagi Lily untuk tahu.

Namun mengorek cerita masa lalu bukanlah hal yang menyenangkan untuk Chanyeol. Jadi, dengan memperlihatkan album foto itu kepada Lily adalah usaha terbaiknya.

"Daddy dan Papa menyayangimu."

Dahi sempit putrinya dikecup lama. Chanyeol berjalan kembali ke kamarnya dan mengistirahatkan tubuh serta pikirannya untuk sejenak. Hari ini begitu melelahkan, sangat melelahkan bagi Chanyeol.

********

Hari ini adalah Rabu, dan itu berarti adalah hari menggambar di sekolah untuk Lily. Chanyeol bersiap dengan pakaian kerjanya dan menyusul Bibi Ahn dan putrinya di meja makan.

"Selamat pagi!"

Lily meneriakan 'morning Daddy' dengan semangat dan meneruskan sarapannya. Bibi Ahn datang dengan segelas kopi hitam untuk Chanyeol.

"Hari ini, bisakah Bibi tinggal lebih lama? Aku akan ada meeting dan mungkin sampai malam."

Wanita berusia hampir setengah abad itu menyanggupi dengan sepenuh hati. Chanyeol berterimakasih dan meminta maaf sekaligus. Lily agak kecewa, namun Chanyeol selalu berhasil mengembalikan senyum anaknya dengan menyebut kata 'Cupcakes'.

Lily meminum susunya habis. Berteriak kepada Daddy nya untuk segera berangkat dan berlari mendahului menuju mobil. Anak perempuannya yang sehat dan selalu bersemangat. Mirip dengan Papa nya.

Chanyeol berpamitan kepada Bibi Ahn dan menyusul putrinya yang sudah ada di luar. Lily terdengar menyanyikan lagu 'Twinkle Twinkle Litle Star' sambil menggerakan badannya ke kanan dan ke kiri. Laki-laki itu bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya Lily tidak pernah ada dalam hidupnya. Lily adalah anugerah, hadiah dan obat dari Tuhan untuk Chanyeol.

********

Waktu menunjukan pukul tujuh malam dan Chanyeol baru saja menyelesaikan meeting terakhir untuk hari ini. Beberapa partner kerja dari firma yang bekerja sama dengannya masih ada di ruangan meeting, tampak sama lelahnya dengan yang lain.

Chanyeol mengusap layar ponselnya, mendapati foto Lily dan mendiang suaminya yang dijajarkan dalam sebuah kolase sebagai wallpaper. Obat lelah yang paling mujarab untuk Chanyeol disaat seperti ini.

"Park Chanyeol." Seseorang menepuk bahu Chanyeol.

Dia adalah Kim Jongin, owner dadi firma yang hari ini mengadakan perjanjian dengan perusahaan Chanyeol.

"Oh, Kim Jongin. Ada yang bisa kubantu?"

Lelaki itu duduk di kursi yang ada di sebelahnya. Meregangkan ototnya dengan leluasa mengabaikan beberapa karyawan yang masih ada di dalam ruangan meeting.

"Hey jangan bersikap sangat formal begitu. Bukankah kita ini teman semasa kecil?"

Chanyeol mengernyit, melihat betapa lelaki dihadapannya ini terlihat seperti sedang mengada-ada.

"Heey, aku Kai. Kita dulu sering berada dalam satu tim saat main bola. Kita bahkan sering mandi bersama jika lampu panti sedang mati."

Beberapa orang di dalam ruangan terbatuk. Chanyeol merinding di bagian tengkuknya dan merasa darah di ubun-ubunnya mendidih. Kenapa orang yang baru saja membuat kesepakatan dengannya itu malah menjatuhkan image nya di depan para anak buah?

"Kita juga sering mengerjai Sehun, si albino itu!"

Chanyeol terdiam sesaat. Mendengar nama 'Sehun si albino' membuat otaknya seperti diputar. Ada beberapa kepingan masa lalu yang terputar di kepalanya, mulai dari saat dia bermain sepak bola. Mandi bersama teman-temannya dan masih banyak lagi. Semua terputar jelas dan Chanyeol bisa melihat Kim Jongin juga ada dalam memorinya.

"Kau sudah ingat?"

Di dalam kenangannya, Kim Jongin atau yang lebih suka dia panggil Kai itu begitu berbeda dengan Kim Jongin di masa sekarang. Kai seingat Chanyeol hanyalah anak ingusan berkulit hitam yang agak pendiam. Dan apa yang terjadi? Bagaimana bisa Kai dimasa sekarang adalah kebalikan dari Kai yang dulu?

"Kai?"

"Chanyeol kau sudah mengingatku! Halo sobat, bagaimana kabarmu huh?"

Nostalgia antara kedua sahabat lama ini berlangsung sampai pukul delapan malam. Chanyeol menyudahi pembicaraanya dengan sopan dan berkata bahwa anaknya pasti menunggu di rumah. Jongin mengangguk mengerti. Berjalan bersama Chanyeol menuju basement lalu saling bertukar nomor ponsel.

"Kita harus sering-sering bertemu. Aku akan mengajak Sehun juga." Jongin jauh dari kata pendiam. Dulu dia begitu pelit bicara dan terkesan dingin, tapi kedewasaan mengubahnya begitu pesat. Jongin benar-benar menjadi sosok humble yang menyenangkan.

"Itu ide bagus!"

"Oh! Ajak juga teman gendutmu itu. Siapa namanya? Byun Baekhong? Tidak tidak, bukan Baekhong! Byun, oh! Byun Baekhyun!"

Byun Baekhyun?

"Chanyeol, apa kalian masih sering berkomunikasi? Aku dengar dia di adopsi dan dibawa oleh keluarga barunya ke Inggris."

********

Perjalanan pulang menjadi sangat rumit saat ada beberapa perbaikan di badan jalan. Chanyeol melirik jam tangannya dan mendengus sebal hanya karena mendapati bahwa ini sudah pukul sepuluh malam. Lily mungkin sudah tidur, dan Bibi Ahn jadi terpaksa harus menginap.

Membunuh rasa penatnya dalam kemacetan, Chanyeol menyalakan radio dan mencari lagu yang bagus. Dia memeriksa ponselnya dan yang dia dapati hanya beberapa email dan pesan dari Jongin. Nomornya baru saja dia simpan dan laki-laki itu terus bertanya tentang Baekhyun.

Baekhyun?

Itu teman Chanyeol semasa dia masih tinggal di panti asuhan. Baekhyun datang bersama seorang biarawati saat Chanyeol tengah bermain bola dengan Jongin dan anak panti asuhan yang lain. Anak itu begitu gemuk di seluruh bagian tubuhnya, terutama di pipi.

Ibu panti mempekenalkan Baekhyun sebagai anggota keluarga baru dan dia ditempatkan di kamar yang sama dengan Chanyeol dan Jongin. Selama seminggu, Baekhyun lebih banyak diam dan tidur. Dia tidak banyak berbicara dan dia pernah berkata suatu hari bahwa dia membenci olahraga. Chanyeol langsung tahu kenapa anak itu bisa benar-benar gemuk.

Sebulan tinggal dalam satu kamar, Baekhyun mulai beradaptasi. Dia menjadi sangat dekat dengan Chanyeol dalam urusan berkeluh kesah. Suatu malam Baekhyun bercerita bahwa orangtuanya saling memaki dan mereka saling melempar benda kearah satu sama lain. Baekhyun berakhir di wisma Dinas Sosial dan dia menolak untuk tinggal bersama orang-orang berseragam itu.

"Byun Baekhyun..." Chanyeol bergumam.

Lalu lintas masih macet, dan jalanan hanya bisa dilewati oleh satu mobil dengan cara bergiliran. Chanyeol kembali bergulir dalam kenangannya dan mengingat bagaimana dulu dia begitu dekat dengan Byun Baekhyun si gemuk.

Setengah tahun menghabiskan waktu bersama di panti asuhan, Chanyeol mulai terbiasa dengan sikap manja Baekhyun. Waktu itu usia Chanyeol masih delapan tahun dan Baekhyun usia enam. Mereka sangat proporsional sebagai kakak adik jadi Chanyeol merasa Baekhyun adalah sesuatu yang harus dia lindungi.

Chanyeol bertingkah layaknya pelindung dan Baekhyun menyukainya. Semua berjalan dengan baik sampai saat usia Chanyeol menginjak sepuluh, ada sepasang suami istri yang ingin mengadopsinya. Ibu panti berkata bahwa orangtuanya akan selalu mengijinkan Chanyeol setiap ingin mengunjungi panti jadi dia setuju.

"Kau akan pergi?" Baekhyun sesenggukan di pojok kamar.

Chanyeol mengangguk seraya mengemasi buku dan beberapa baju ke dalam tas.

"Aku akan sering datang kesini Baekhyun."

"Bohong! Aku mendengar kalau mereka akan membawamu pergi jauh!"

Chanyeol tahu itu, dia memang tahu kalau orangtua angkatnya akan membawa dia untuk bersekolah ke sebuah tempat yang disebut dengan London. Tapi layaknya seorang anak, Chanyeol begitu merindukan sosok orangtua. Ini kesempatan yang sangat langka dan Chanyeol tidak ingin kehilangan calon orang tua angkatnya.

"Baekhyun apapun yang terjadi, tidak akan ada yang berubah. Kau akan selalu menjadi adikku."

Mereka berpelukan lama. Baekhyun jadi yang lebih hebat dalam menangis dan Chanyeol merasa putus asa untuk menenangkannya. Karena jauh di dalam sana, Chanyeol sebenarnya juga hancur.

"Chanyeol jangan pergi..." Baekhyun memegang ujung kaos power ranger Chanyeol begitu erat. Sampai gemetaran.

"Baekhyun dengarkan aku. Besok saat kita sudah dewasa, mari kita saling mencari. Aku akan mencarimu begitupula kau. Baekhyunee juga harus berusaha mencariku. Ok?"

"Apa Chanyeol akan mencariku?"

"Ya, aku pasti akan mencarimu."

"Janji?"

"Janji!"

Ponsel Chanyeol bergetar tiba-tiba, ada panggilan masuk dari Jongin.

"Ya halo?"

"Park Chanyeol, aku sudah merencanakan pertemuan kita selanjutnya."

"Beritahu aku kalau begitu."

Jalanan mulai terkendali dan Chanyeol harus ekstra hati-hati karena dia menyetir sambil menerima telepon.

"Tempatnya sudah ku atur. Sehun urusanku, dan Baekhyun milikmu. Ok?"

"Aku tidak memiliki nomor Baekhyun."

"Cari di kantor imigrasi, aku dengar dia bersekolah di Inggris. Ayolah Chanyeol~"

"Ya ya ya! Akan aku usahakan! Tapi jangan dalam waktu dekat ini, bagaimana kalau Baekhyun masih tinggal di Inggris?"

"Tidak, aku dengar dia sudah kembali ke Korea dan kau tahu apa?"

"Apa?"

"Dia sudah menikah!"

********

Keesokan harinya, di pagi hari di hari Kamis. Lily berjalan menuruni tangga dengan mata yang menggantung. Chanyeol mengernyit sedih melihat putrinya serupa zombie.

"Hey sweetheart tadi malam tidur jam berapa, hm?"

Lily duduk di pangkuan ayahnya, memberi isyarat untuk disuapi oleh sang Daddy.

"Lain kali, kalau Daddy pulang terlambat, Lily tidur duluan saja. Ok?"

"Lily menunggu Daddy pulang karena Lily ingin menunjukan sesuatu."

"Ya, nanti malam saja ya? Sekarang habiskan sarapanmu dulu?"

Bibi Ahn muncul dari arah dapur dengan segelas kopi hitam, untuk Chanyeol seperti biasa. Lily menjadi lebih banyak diam karena mengantuk dan mengajak Daddy nya untuk segera berangkat. Bibi Ahn memberikan tas kerja Chanyeol dan berkata untuk membukanya dengan teliti.

Lily tertidur selama perjalanan dan Chanyeol menoleh setiap sepuluh detik untuk memeriksa agar tubuh mungil putrinya tidak terjatuh. Chanyeol begitu penasaran dengan apa yang ingin Lily perlihatkan sampai ia menunda waktu tidurnya. Sepenting apa memang?

"Selamat pagi, Bos. Hari ini ada meeting dengan beberapa klien dan beberapa berasal dari instansi pemerintah."

Sekertaris Chanyeol membacakan jadwal sang atasan sedetik setelah Chanyeol menduduki kursinya. Si bos mengangguk paham dan mempersilahkan sekertarisnya untuk kembali ke ruangan.

Tas kerja berisi laptop Chanyeol dibuka. Saat laptop itu ditarik keluar, Chanyeol mendapati dua lembar kertas terjatuh di kakinya. Satu kertas lebih kecil dan yang satu lebih besar. Chanyeol membaca kertas yang lebih kecil dan mendapati tulisan tangan Bibi Ahn disana.

'Nona Lily tadi malam tidur pukul sembilan malam. Dia sangat ingin memperlihatkan anda hasil gambarannya di sekolah.'

Sedetik kemudian lelaki itu menyadari bahwa kertas yang lebih besar adalah gambaran Lily. Chanyeol membuka lipatannya dan tertegun.

Lily menggambar tiga sosok dengan tiga perbedaan ukuran. Laki-laki yang satu sangat tinggi dan memakai dasi. Ada lelaki lain yang sedikit lebih mungil dengan senyuman yang bersinar. Dan di tengah, ada sosok anak perempuan berkuncir dua dengan sepatu berwarna pink.

Tengkuk Chanyeol meremang. Matanya memejam sangat erat saat membaca tulisan berantakan khas anak-anak milik Lily yang masing-masing ada di bawah kaki pada sosok di gambarannya.

'Daddy - Lily - Papa'

********

"Ayolah Hyung, bantu aku sekali ini saja!"

"Kau tahu itu melanggar privasi, Park Chanyeol."

"Yaa! Aku hanya meminta nomor ponselnya saja. Aku tidak akan memberitahu kalau aku mendapatkannya darimu! Suho Hyung, please."

Chanyeol merengek sejak setengah jam yang lalu hanya untuk mendapat nomor ponsel Baekhyun. Suho, kerabat Chanyeol yang bekerja di kantor imigrasi Korea menjadi satu-satunya jalan keluar. Chanyeol tahu kalau setidaknya Suho memiliki sedikit informasi tentang Baekhyun jadi merengek bukan sesuatu yang masalah.

"Park Chanyeol aku bisa dipecat."

"Lalu aku akan menjadikanmu karyawanku dengan gaji yang lebih besar."

"Hahaha kau masih brengsek."

"Kadang-kadang saja. Jadi berikan aku nomor ponselnya, cepat."

"Aku sudah merangkumnya, aku kirim via email."

"Good job! Thanks Hyung! Kapan-kapan makan malam aku yang traktir!"

Suho mengumpat sebelum menutup telepon. Chanyeol menyalakan laptopnya dan membuka email dari Suho yang berisi data diri Byun Baekhyun. Di sana juga terlampir scan tanda pengenal dan passport Baekhyun. Di badan email tertulis resume singkat tentang identitas Baekhyun dan Chanyeol mulai menujukan segala fokusnya.

Dahi Chanyeol berkeringat, begitupula dengan telapak tangannya. Jantungnya berdebar tak karuan terasa seperti mau meledak. Chanyeol membaca rangkuman identitas Baekhyun berulang kali masih dengan debaran jantung yang menggila.

v  Real Name                     : Byun Baekhyun (변백현)

v  Internasional Name   : Horne, Fabian Bailey

v  Family Name                 : Horne

v  Date of Birth                  : May, 6st 1989

v  Home Address             : The Rt. Hon Barnes street 46, Oxford, England.

v  Blood Type                     : B (+ Resuse)

v  Nationality                     : Britania (United Kingdom)

v  Contack Number         :+447031845554

********

Oxford University menjadi universitas yang Chanyeol pilih untuk menjadi tempat terakhir ia menimba ilmu. Sudah menginjak semester ketiga dan Chanyeol merasa semua berjalan sangat baik. Beberapa mata kuliah dapat dia handle dengan baik dan nilai B adalah haram untuknya.

Kota Oxford memasuki musim semi, dan suasana jingga memenuhi langit di atas kepalanya. Udara musim semi seperti ini yang akan sangat Chanyeol rindukan jika kelak ia kembali ke Korea. Orang tua angkatnya sudah sepakat akan menyetujui segala keputusan Chanyeol karena lelaki itu sudah menginjak dewasa saat dia wisuda nanti.

Menjalani study di negeri orang bukanlah hal yang mudah. Kesuliatan berkomunikasi menjadi masalah di awal, namun Chanyeol dengan cepat belajar. Tahun kedua menjadi mahasiswa Oxford, lelaki itu mulai menemui beberapa kendala dan stress menjangkit kepalanya. Chanyeol sering melarikan diri ke taman kota Oxford sambil menyesap kopi almond favoritnya.

Hari itu, adalah menjelang hari terakhir di musim semi. Chanyeol merasa kepalanya akan meledak dengan segala tekanan yang diberikan oleh dosen pembimbingnya. Menjelang pergantian semester, para dosen menjadi lebih gila dengan semua tuntutan dan Chanyeol hampir frustasi.

Semua terasa hampir mendekati putus asa bagi Chanyeol, namun seseorang datang ke dalam hidupnya. Dia datang dengan bermodalkan telinga untuk mendengar dan tangan untuk mengusap.

"My name is Chanyeol  Park. But, you can call me Charlie. Just, Charlie."

"Park? Are you Korean?"

"Yes i am."

"Bagus, aku juga orang Korea. Hanya saja aku lahir di Inggris dan aku lebih sering memakai nama internasionalku. Halo Park Chanyeol, salam kenal namaku Fabian Bailey, panggil saja Bailey."

********

"Bailey artinya buah berry."

Chanyeol mencium bibir tipis itu penuh kelembutan. Lelaki yang lebih mungil memejamkan mata, larut dalam buaian perlakuan lembut kekasihnya.

"Berry? Sepertinya aku lebih suka memanggilmu berry daripada Bailey."

Si mungil memekik saat hidung Chanyeol menghirup kuat di dalam lehernya.

"Tidak masalah."

Chanyeol mengangkat wajahnya, menatap mata sabit lelaki yang resmi menjadi kekasihnya sejak setengah tahun lalu.

"Nama yang manis."

"Bagaimana dengan orangnya?"

"Hmmm..."

"Aah Chanyeolie..."

"Kau, sangat sangat manis."

Keduanya kembali bercumbu, larut dalam kehangatan yang mereka bagi dan melewati malam dalam desahan-desahan yang menghangatkan. Menepis hawa dingin di musim salju yang sedang menyelimuti kota Oxford.

********

Chanyeol berada dalam fatamorgana. Entah bagaimana sekarang dia bisa duduk di kursi taman kota Oxford, dengan segelas kopi almond di tangan. Suasananya seperti kembali saat dia masih menjadi mahasiswa tahun keempat.

"Daddy!"

Suara Lily terdengar dari arah kiri. Chanyeol menoleh dan mendapati putrinya berdiri tidak jauh darinya. Mengenakan gaun putih dan sepatu berwarna pink. Dia terlihat begitu cantik. Chanyeol tertegun.

Lily berjalan pelan mendekati ayahnya, dan seperti sihir, tubuh putri kecilnya seperti membesar dan bertambah dewasa di setiap langkahnya. Chanyeol terbelalak, semakin Lily mendekat, putrinya semakin menyerupai orang lain.

"Chanyeolie..."

Itu berry, bukan! Dia adalah Bailey. Atau mungkin Chanyeol harus memanggilnya Baekhyun? Byun Baekhyun yang juga adalah mendiang suaminya? Sekaligus Papa Lily...

"Lily sangat mirip denganmu." Suara yang sangat Chanyeol rindukan. Ya Tuhan...

Chanyeol terdiam. Matanya berair, dan dadanya sesak bukan main. Melihat Baekhyun lagi dengan jarak yang begitu dekat terasa sangat sakit tapi juga melegakan. Ini sudah lima tahun berlalu, dan Chanyeol selalu merindukan Baekhyun di setiap detiknya.

"Dia memiliki mata dan bibirmu."

Baekhyun menyentuh mata dan bibir suaminya penuh kelembutan. Chanyeol tak bisa menahan gumpalan di pelupuk matanya. Dia menangis hebat, meraung-raung memeluk tubuh Baekhyun seolah berjanji tak akan melepas.

"Suamiku yang tampan, berbahagialah bersama Lily. Kenapa wajahmu sekarang dipenuhi dengan kerutan, hm?"

Chanyeol masih menangis layaknya saat dulu Baekhyun dinyatakan sudah tidak bernyawa. Semua kejadian menyakitkan itu terulang dan rasa sakitnya berlipat-lipat menyiksa. Chanyeol seperti ingin mati.

"Sayang, dulu aku menyusulmu ke Oxford, menggunakan identitas baruku sebagai Bailey karena jika aku datang sebagai Baekhyun, kau hanya akan menjadikan aku adikmu."

Nafas Chanyeol terasa putus-putus. Sangat nyeri di rongga jantungnya dan Baekhyun mengusap bagian itu dengan sangat lembut.

"Meskipun seperti ini akhirnya-"

Baekhyun menatap mata merah suaminya dengan sangat hangat. Yang lebih mungil mencium bibir suaminya dan menariknya dengan berat hati.

"-aku tidak pernah menyesal. Lily ada karena aku mengambil jalan ini, dan dia dikirim Tuhan untuk mu, Chanyeolie. Dia anugerah Tuhan untuk keluarga kita."

Chanyeol merasa kepalanya berdenyut sakit dan menangis dengan lemah. Kekuatannya habis, begitupula dengan airmatanya.

"Aku merindukanmu. Aku merindukan Lily. Aku selalu merindukan kalian."

Kepala Chanyeol semakin parah, berdenyut-denyut dan terasa sangat berat. Chanyeol merasakan Baekhyun mencium dahinya dengan penuh kasih.

"Chanyeolie aku mencintaimu, dan Lily."

********

Semua serba putih saat Chanyeol membuka matanya. Di dalam ruangan serba putih itu juga dihuni oleh sekertaris pribadi Chanyeol dan ada Jongin juga.

Bibi Ahn dan Lily menyusul masuk. Si kecil merangkak ke atas tempat tidur dan memeluk leher Daddy nya sambil menangis.

"Anda pingsan di kantor dan kepala anda berdarah Bos, sepertinya ada terpeleset." Chanyeol pingsan setelah membaca rangkuman identitas Baekhyun, dan itu membuatnya sampai terjatuh dari kursi kerjanya.

"Daddy, aku takut Daddy akan meninggalkanku." Lelaki bermarga Park itu tersenyum tipis mendengar kalimat Lily.

"Daddy tidak akan pernahmeninggalkanmu."

********

Seminggu yang lalu adalah peringatan lima tahun kepergian Baekhyun. Chanyeol, dengan menggandeng tangan mungil anaknya, berjalan menuruni bukit. Terus melangkah menuju sebuah gundukan tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau.

Lily melepas genggaman tangan sang Daddy, menyentuh gundukan itu dengan hati-hati dan mengusapnya pelan.

"Kata Daddy, kita akan ketemu Papa. Apa Papa ada di dalam sini?"

Chanyeol mengangguk, berjongkok di samping putrinya. Airmatanya lolos, dan dia langsung menghapus butirannya. Tak ingin sisi lemah dirinya terlihat oleh putri semata wayangnya.

"Ayo, beri salam kepada Papa."

Bocah itu mengangguk. Berdiri tegap dan bersiap untuk membungkuk memberi hormat.

"Annyeongi hasaeyo Papa, namaku Park Lily. Aku sangat merindukan Papa."

Chanyeol membungkuk untuk waktu yang agak lama, mengenang sosok Baekhyun sebanyak yang dia bisa. Sosok mungil itu, sosok yang dulu begitu gemuk semasa mereka masih berada di panti asuhan. Diam-diam sangat membenci saat Chanyeol berkata bahwa dia hanyalah layaknya adik.

Lalu tiba-tiba datang ke Oxford, dengan identitas baru, juga tanpa tubuh gemuk. Baekhyun kembali kepada Chanyeol dengan sangat mempesona dan ia berhasil membuat lelaki tinggi itu terlena. Sampai akhirnya, seorang malaikat cantik Baekhyun berikan untuk suaminya. Lily.

Chanyeol tidak pernah menyangka Byun Baekhyun bisa menjadi penuh kejutan. Dia mampu menjungkir balikan hidupnya hanya dengan pesonanya. Chanyeol sadar, sejauh apapun dia melangkah, selama apapun dia pergi, pada akhirnya dia akan dicekik rasa rindu dan mendapatkan rumahnya kembali.

Rumah yang selalu di rindukan. Sosok Baekhyun yang ada di dalam malaikat kecilnya. Keluarga kecilnya yang berharga.

"Byun Baekhyun, aku merindukanmu. Lily juga merindukanmu. Kami selalu merindukanmu."

 

END

Comments

You must be logged in to comment
tyty75 #1
Nyesek hiks... tapi baguss nih pnulisannya, cma kecepetan dkit si alurnya
Jennybyunbee #2
Baekhyun itu bailey? Hmm ini sadest fic i've ever read. Good job!!
norasy3659 #3
Hiks jadi kek drama korea beneran (T_T)
Barambar16 #4
Nangis njirrreee
Hansoorim #5
Eh elah buset, sedih amat njirrrreee