Part 7

CHANGE

Sorry for the long update. Now, I'll give you the long chapter...Enjoy reading..^^

CHANGE

Part 7

by Alexandra_Vasilev

 

***A_V***

 

 “Keparat!”

Hari masih pagi namun entah sudah berapa kali Kris mengeluarkan umpatan kasar. Kalau saja saat ini tubuhnya tidak terbaring lemah di tempat tidur, pasti perabotan mahal yang terpajang di kamarnya sudah hancur berantakan akibat amukannya. Melihat suasana hati sang Tuan Muda sedang memburuk, Xiumin yang sejak tadi berdiri di samping tempat tidur Kris hanya membisu dengan kepala tertunduk.  Saat memasuki kamar Kris tadi, ia sudah bisa menebak kalau dirinya akan mendapatkan reaksi seperti ini.

“Maafkan kebodohan saya Tuan. Saya belum bisa melacak keberadaan mereka hingga saat ini. Peluru yang ditembakkan pada Tuan tidak cukup untuk menjadi petunjuk. Besar kemungkinan senjata yang mereka gunakan adalah senjata rakitan, sehingga cukup sulit untuk mengetahui siapa pemilik senjata dan perakitnya” Xiumin mencoba memberi penjelasan.

Kris membuang nafas cukup keras. Ia tidak bisa menyalahkan Xiumin. Hanya melihat wajah lelah tangan kanannya itu, Kris tahu kalau Xiumin sudah melakukan yang terbaik untuknya.  Setelah beberapa tarikan napas, barulah ia membalas ucapan Xiumin.

“Tidak apa-apa” Suara Kris terdengar tenang. Berbanding terbalik dengan tatapannya yang seolah ingin menghancurkan apapun yang ada dihadapannya. “Setidaknya kita sudah tahu motif mereka melakukan penyerangan ini. Untuk selanjutnya, kumpulkan semua informasi tentang siapa saja yang memiliki hubungan dengan Lee Hyuk Jae. Aku yakin tikus-tikus pengganggu itu pasti berasal dari sarang yang sama dengan namja bejat itu”

“Baik, saya mengerti Tuan. Akan saya laksanakan secepatnya” ujar Xiumin penuh kepatuhan.

“Ah, aku hampir lupa” Kris mendongak menatap Xiumin. “Kapan mereka akan tiba disini?”

“Jika tidak ada masalah dengan jadwal penerbangannya, mereka akan tiba sebentar lagi Tuan. Aku sudah mengirim beberapa orang untuk menunggu mereka di bandara”

Kris hanya mengangguk. “Semoga kehadiran mereka bisa menyelesaikan masalah ini secepatnya. Karena jika situasinya semakin memburuk, bukan tidak mungkin peristiwa kelam itu akan kembali terulang” Raut wajah Kris mengeras di akhir kalimatnya. Selentingan memori masa lalu membuat kedua tangannya mengepal erat, hingga buku jarinya perlahan memutih.

Untuk beberapa saat hening mengusai kamar mewah itu. Sampai kemudian Xiumin yang memberanikan diri membuka suara.

 “Tuan” Panggil Xiumin ragu.

“Ada apa?”

Xiumin terdiam sesaat. Tiba-tiba saja rasa bimbang menyergap dirinya. Bukannya ia takut jika Kris akan menembak kepalanya tepat saat dirinya membuka mulut. Namun ini lebih kepada ia merasa takut jika informasi yang ingin disampaikannya akan melukai Kris. Tidak secara fisik, namun efeknya jauh lebih buruk dari itu.

“Xiumin…”

Panggilan Kris membuat Xiumin tersentak dari lamunannya. “Maaf, Tuan” ujar Xiumin dengan kepala tertunduk.

“Ada yang ingin kau katakan padaku?”

Setelah berpikir sejenak, Xiumin mengangguk. “Iya, Tuan. Ada hal yang ingin saya sampaikan. Ini menyangkut—“

 

Tok…tok…tok…

 

Kedua namja itu serentak menoleh ke arah pintu. Baru saja Kris ingin mengusir sang pengetuk itu, sebuah suara lembut terdengar dari balik pintu.

“Tuan, sarapan anda sudah siap”

Wajah Kris mendadak berubah lembut begitu matanya menangkap siluet seorang namja dari celah pintu yang perlahan membuka.

“Ah, maaf Tuan. Apa saya mengganggu pembicaraan Tuan?” tanya Yixing begitu menyadari kehadiran Xiumin di dalam kamar Kris.

“Tidak, Yixing. Masuklah…” Kris menoleh sejenak pada Xiumin. Menyuruh tangan kanannya itu pergi dengan isyarat matanya. Xiumin mengangguk paham. Ia melangkah keluar, setelah menyempatkan diri untuk menyapa Yixing dengan senyuman, yang kali ini terlihat berbeda di mata Yixing. Ada perasaan lain yang menggelayut disana. Bukan rasa senang, melainkan sebuah rasa…iba?

Tidak ingin berdebat dengan pikirannya sendiri, Yixing segera menghampiri Kris. “Bagaimana keadaan Tuan?” Ia meletakkan nampan yang di bawanya ke atas meja kecil di dekat tempat tidur Kris.

Kris tertawa kecil, seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur. “Kau masih memanggilku dengan sebutan itu?”

Yixing menatap Kris dengan kening berkerut. Tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Kris. Bukankah sudah sepantasnya seorang pelayan memanggil majikannya dengan panggilan ‘Tuan’. Apa ada yang lucu dengan hal itu? pikir Yixing.

Melihat respon Yixing yang seperti orang kebingungan membuat Kris tersenyum geli. “Belum cukup sehari, tapi kau sudah melupakannya” Kris menggeleng tidak percaya. “Bukankah sejak semalam ‘status’ kita sudah berubah?”

 

Deg~

 

Seketika wajah Yixing memerah. “Tu-tuan…” Bagaimana mungkin ia bisa melupakan kejadian semalam. Meski kemarin banyak hal buruk yang menimpanya hingga nyaris membuatnya mati, namun tidak dipungkiri, jika disaat yang sama Yixing juga merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Hampir ia menganggap kejadian itu hanya sebuah mimpi, jika saja keesokan paginya ia tidak terbangun sambil menggenggam erat tangan Kris.

“Kenapa? Kau menyesalinya?” ujar Kris mengartikan keterdiaman Yixing.

Buru-buru Yixing menggelengkan kepalanya. “Bu-bukan seperti itu Tuan” sergahnya cepat.

“Lalu kenapa kau tidak mau mengakuinya?”

Yixing menunduk dalam. Wajahnya belum kembali ke warna normal, malah semakin merona merah. “A-aku hanya…masih tidak percaya dengan hal ini” Jemari Yixing bergerak gelisah. “Rasanya seperti mimpi. Mendapatkan orang seperti Tuan, sungguh tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Tempat dimana Tuan berpijak terlalu tinggi untuk dijangkau oleh orang rendahan seperti ku. Hingga terkadang aku merasa, jika… aku tidak pantas untuk Tuan”

“Yixing…” Kris segera meraih tangan Yixing dan menggenggamnya. Sentuhan itu membuat Yixing mengangkat kepalanya, hingga tatapan mereka bertemu. Kris yang sedang terduduk di tempat tidur sedikit mendongak agar bisa memandang wajah Yixing dengan jelas.

“Jangan berkata seperti itu. Kalaupun kau menganggap dirimu tidak pantas untukku, maka aku yang akan melakukan apapun agar pantas untukmu. Dan ini bukan mimpi, Yixing. Aku menyayangi mu. Itu adalah kenyatannya…” Kris tersenyum lembut diakhir kalimatnya.

Pandangan Yixing mendadak menjadi buram. Ucapan Kris terasa begitu indah untuknya, menghadirkan rasa haru yang membuncah di dalam dadanya. Selain ibunya tak ada seorang pun yang memperlakukannya seperti ini. Seolah-olah dirinya adalah permata paling berharga di dunia. Yang harus diperlakukan dengan lembut dan penuh ketulusan, bukannya diinjak ataupun direndahkan seperti sampah.

Namun, jika ini hanyalah bagian dari permainan takdir untuk Yixing, tidak mengapa. Setidaknya ia sudah menemukan satu alasan yang membuatnya bertahan. Dan kehadiran Kris, sudah lebih dari cukup baginya untuk menyembuhkan luka masa lalu.

“Terima kasih, Tuan—“

“Isshhh…”

Kalimat Yixing terputus begitu saja ketika mendengar ringisan Kris. Dengan wajah panik, ia segera memeriksa keadaan Kris. “Tuan kenapa? Tuan baik-baik saja? Apa ada yang sakit, Tuan?”

Kris meremas helai rambutnya dengan sebelah tangan. Kepalanya sedikit menunduk, seolah-olah ia sedang menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya. “Berhenti memanggilku dengan panggilan sialan itu, atau kau akan membuat kepalaku pecah”

“Maaf, Tu—“

 

Grebb~

 

Kris mengeratkan genggamannya di tangan Yixing dan dengan sedikit tarikan, tubuh namja manis itu sudah terduduk tepat disampingnya. Saat Yixing mencoba untuk berdiri, dengan sigap Kris mengalungkan sebelah lengannya yang tidak terpasang selang infus di pinggang Yixing. Mengunci tubuh namja manis itu hingga tak mampu bergerak.

“Apa kau ingin aku melakukan sesuatu terlebih dahulu agar kau mau menurut padaku, Yixing?”

Susah payah Yixing menelan liurnya. Bisikan itu lebih mirip jeritan malaikat maut baginya. Dan jelas-jelas kalimat itu bukanlah sebuah penawaran melainkan ancaman. Di dalam kepalanya ia sudah membayangkan jika sebentar lagi Kris akan mengambil pistol dan melubangi tengkoraknya sampai peluru di dalam pistol itu tak bersisa. Terdengar berlebihan. Tapi jangan salahkan Yixing jika ia berpikir sejauh itu. Tubuh atas Kris yang hanya terbungkus perban dari bahu hingga dada, menampilkan pemandangan yang membuat kedua mata Yixing tak berkedip. Jika ia menganggap takdir memperlakukannya dengan kejam, maka takdir yang diterima Kris jauh lebih buruk dari itu. Ia tidak mampu membayangkan kehidupan seperti apa yang dijalani Kris dimasa lalunya.

“Tuan—“

Kris menggeleng. “Bukan kata itu yang ingin aku dengar, Yixing” Tangan Kris terangkat menyentuh pipi Yixing. “Panggil namaku, Yixing. Hanya namaku…”

Untuk kesekian kalinya Kris kembali mengajukan permintaan itu. Sebuah permintaan sederhana, yang bahkan anak kecil pun bisa melakukannya dengan mudah. Namun, entah kenapa terasa begitu sulit bagi Yixing. Mungkin karena status Kris yang berada jauh diatasnya membuatnya segan untuk mengucapkan nama namja tinggi itu tanpa embel-embel ‘Tuan’ di depannya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa Kris sering kali meminta hal seperti itu. Apa Kris tidak sadar jika permintaannya itu justru membuat dirinya—

 

Seperti ada sengatan listrik mengalir di kepalanya, ketika Yixing tersadar akan sesuatu.

 

Mata coklatnya menatap jauh ke dalam sepasang mata tajam di hadapannya. Mencoba mencari kebenaran akan sebuah dugaan yang berkelebat di pikirannya. Dan saat Yixing tidak menemukan apa-apa disana selain sebuah ketulusan, mendadak dadanya terasa seperti diremas. Tidak ada rasa sakit yang menyertainya. Justru yang menyergapnya saat itu adalah rasa haru dan bahagia yang meluap-luap.

Mengabaikan selang infus yang masih menancap di tubuh Kris, juga perban yang membalut lukanya, Yixing menghempaskan tubuhnya dan melingkarkan lengannya di leher namja tinggi itu.

Mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu, membuat Kris kebingungan. Baru saja ia ingin bertanya, Yixing lebih dulu membungkam mulut Kris dengan satu kata yang sukses membuat darah namja tinggi itu berdesir hebat.

 

“Kris…”

 

Satu nama itu terucap dari sela bibir Yixing yang bergetar.

 

“Kris…” Air mata Yixing turut mengalir ketika nama itu kembali terucap. “…maaf”

 

Kris menghela napas. Desahan hangat napas Yixing yang menyapu permukaan lehernya, membuat pikirannya sejenak menjadi kacau. “Aku hanya ingin membuatmu nyaman ketika bersamaku, Yixing. Tanpa ada sekat apapun yang membatasi. Termasuk status kita berdua. Jangan pernah sekalipun kau merendahakan dirimu dihadapanku, karena bagiku, kita berada pada derajat yang sama” Kris mengusap rambut Yixing dengan penuh kelembutan. Seolah sedang menenangkan anak kecil yang kehilangan permennya.

Yixing tidak menyahut. Hanya kepalanya yang mengangguk pelan. Dalam hati, tak henti-hentinya ia bertanya-tanya kebaikan seperti apa yang pernah dilakukannya hingga mendapat anugerah semegah ini.

“Kris…terima kasih…” lirih Yixing.

Kris tersenyum, dan perlahan melepas rangkulan Yixing. Menatap sejenak wajah namja yang telah mengambil alih seluruh hati dan pikirannya. Dengan lembut Kris mengusap jejak air mata yang tertinggal di pipi Yixing. “Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Mungkin ini terdengar sedikit memuakkan, tapi sungguh, kehadiranmu membawa perubahan yang begitu besar untukku. Terutama disini…” Kris menyentuh dada kirinya. “Rasanya sungguh hangat dan menenangkan. Terima kasih sudah membagi perasaan semegah ini padaku, Yixing. Terima kasih…” ujarnya penuh ketulusan.

Tatapan Kris kini terfokus sepenuhnya pada wajah Yixing yang kembali dipenuhi semburat merah. Dan berada dalam jarak sedekat itu, Kris benar-benar berada dalam zona merah. Ia bisa merasakan dentuman keras di dada kirinya ketika Yixing kembali menggumamkan namanya. Dan keadaan Kris bertambah buruk saat Yixing perlahan memejamkan matanya. Seperti pengendara yang mendapat lampu hijau, Kris mulai bergerak. Sama seperti sebelumnya, Kris selalu memperlakukan Yixing dengan lembut dan sangat berhati-hati. Tak ingin membuat namja kesayangannya itu ketakutan.

Tangan Kris yang semula menapak di pipi Yixing, telah berpindah di tengkuk namja manis itu. Menariknya pelan, hingga wajah keduanya saling mendekat. Baru saja Kris ingin meraih bibir Yixing, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka paksa disusul dengan teriakan nyaring.

 

“GEGE!!”

 

***A_V***

 

Seorang namja berambut hitam masih berdiri di bingkai pintu. Seringai nakal menghiasi wajah tampannya yang memancarkan aura gelap. Mata sipitnya melirik sekilas ke arah Yixing yang baru saja berlalu dengan wajah memerah. “Mainan barumu, ge?” ujarnya penasaran.

Kris mendengus kasar, lalu meraih gelas berisi air putih yang tadi dibawa Yixing. Mengabaikan kehadiran namja yang merusak moment berharganya bersama Yixing. ‘Padahal tinggal sedikit lagi. Sial!’ Kris mengumpat dalam hati sembari menegak air minumnya.

“Cantik. Boleh ku pinjam sebentar?”

 

Hukk…

 

Kris nyaris tersedak. Segera ia meletakkan gelasnya dan melempar tatapan membunuh ke arah namja yang berdiri di pintu kamarnya. “Jangan coba-coba menyentuhnya, Huang Zitao. Aku tidak akan segan-segan menembak kepalamu dan menjadikannya sebagai pajangan kalau kau berani melakukannya”

Mendapat ancaman mengerikan seperti itu bukannya takut, Tao malah terbahak. “Asal kau tahu saja, ge. Aku tidak takut sama sekali dengan ancamanmu” ujarnya, lalu berjalan mendekati Kris.

Melihat tanggapan Tao, raut wajah Kris mengeras. “Aku tidak sedang bercanda, Zitao”

Menyadari kemunculan dua tanduk mengerikan di kepala Kris, Tao mengangkat kedua tangannya. Menyerah. “Baik…baik… Aku mengerti. Aku tidak akan mengganggu mainan barumu” ujarnya santai seolah-olah ia sedang membuat perjanjian dengan seorang anak kecil yang keras kepala.

Tao mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur Kris. Menatap sejenak keadaan namja yang lebih tua darinya itu. Raut wajahnya seketika berubah serius. “Jadi, siapa pelakunya?”

Kris menggeleng. “Entahlah. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah mereka yang tertutup masker dan topi. Namun, besar kemungkinan pelakunya memiliki hubungan dengan Lee Hyukjae”

Kening Tao berkerut dalam. “Siapa Lee Hyukjae?”

“Orang yang ku bunuh beberapa minggu yang lalu”

Ucapan bernada datar dari Kris sukses membuat mata Tao membelalak. Ia tidak bisa mempercayai pendengarannya saat ini. Kris…membunuh? Dengan tangannya sendiri? Seingatnya Kris bukanlah tipe orang yang suka mengotori tangannya dengan hal-hal seperti itu. Ia punya banyak anak buah yang bersedia melakukan apapun untuknya. Jadi, kenapa Kris melakukan hal itu?

“Jika kau mempertanyakan alasanku membunuhnya. Jawabannya sederhana saja…”Kris menarik napas sejenak. “Karena namja brengsek itu telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan”

“Melakukan apa?”

“Sama seperti yang ingin kau lakukan pada namja tadi”

Tao terdiam sejenak. Mencoba mencerna kalimat terakhir Kris dengan kemampuan otaknya yang tidak begitu membanggakan. Wajar saja, ia terbiasa melatih ototnya dibanding otaknya. Hingga kemudian matanya membulat saat sebuah kesimpulan melintas dikepalanya. “Gege, kau membunuhnya hanya karena alasan itu?!” ujarnya tidak percaya.

“Sudah kukatakan, aku tidak segan-segan menghabisi nyawa siapapun yang berani menyentuh milikku. Meski aku harus mengotori tanganku sendiri” Suara berat Kris mengalun pelan. Namun tiap katanya sama sekali tidak mengandung kelembutan sedikitpun.

Raut kebingungan dan rasa tidak percaya masih melekat di wajah Tao. Kenapa Kris harus membunuh Lee Hyukjae demi namja manis itu? Padahal Kris bisa saja mendapatkan namja atau pun yeoja lain yang mau menjadi mainannya dengan mudah. Sekilas, pemandangan yang dijumpainya ketika memasuki kamar Kris tadi berputar di benak Tao. Meski hanya sekejap, Tao bisa melihat aura berbeda yang memancar dari kedua mata Kris saat menatap namja manis itu. Dan untuk alasan tertentu, Tao memiliki firasat buruk akan hal itu.

 

Karena memang sudah seharusnya, pelangi tidak pernah muncul ditengah badai.

 

***A_V***

 

“Jika mulutmu hanya mampu melontarkan umpatan dan makian, lebih baik kau diam saja!”

Teguran bernada ketus itu sukses membuat mulut Kai mengatup. Namja berkulit gelap itu  melirik tajam ke arah Chanyeol yang duduk disampingnya. “Jangan mengganggu ku, hyung” balasnya datar.

Chanyeol balas menatap Kai dengan mata besarnya. “Lho, bukannya yang mengganggu itu kau? Sejak tadi kau terus mengumpat seperti orang gila. Aku bahkan yakin, air di dalam gelas mu itu sudah berubah menjadi racun sekarang”

Kai menatap gelas ditangannya. Ia memang pernah mendengar teori seperti itu, tapi kalau yang mengatakannya adalah seorang Park Chanyeol, akal sehatnya cukup sulit untuk menerima.

“Jangan meminumnya. Nanti kulitmu akan semakin tercemar” ujar Chanyeol santai, sembari menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Ia tahu masalah kulit adalah hal tabu yang tidak boleh dibahas di depan Kai. Resikonya terlalu besar, bisa jadi lima menit kemudian wajahnya sudah dipenuhi lebam atau lehernya yang patah. Dan bukan Park Chanyeol namanya kalau ia tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengganggu dongsaengnya. Masa bodoh dengan resiko yang akan dia terima, toh ia punya rencana cadangan jika hal itu terjadi.

Saat ekor matanya menangkap gerakan mencurigakan dari namja di sebelahnya, Chanyeol berseru nyaring. “Kyungsoo-ya!”

Kai buru-buru menarik kembali tangannya yang terjulur hendak mencekik leher Chanyeol. Wajah Kai yang merengut kesal membuat gigi-gigi Chanyeol bermunculan diantara kedua bibirnya yang terbuka lebar. Sungguh, hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya Kai menembak gigi-gigi putih itu satu per satu dengan pistolnya.

“Bagaimana keadaan Sehun?” tanya Suho yang berjalan dibelakang Kyungsoo. Mereka baru saja selesai memeriksa keadaan Sehun yang kini terbaring lemah di kamar Suho. Sejak Kyungsoo melakukan pembedahan kecil untuk mengeluarkan peluru yang ada dilengannya, Sehun belum sadarkan diri. “Apa dia membutuhkan darah lagi? Aku siap—“

“Cukup, hyung!” potong Kyungsoo. Langkahnya terhenti didepan Kai dan Chanyeol yang masih duduk di meja makan. Kyungsoo menarik kursi dan mendudukkan dirinya di sana. “Aku tidak perlu mengambil darahmu lagi” ujarnya pelan. Sebelah tangannya bergerak memijit pelipisnya yang terus berdenyut nyeri. Sendi-sendi ditubuhnya seperti ingin terlepas, setelah semalaman penuh ia merawat luka Sehun. Bukan hanya fisiknya yang lelah, namun hati dan pikirannya jauh lebih mengenaskan kondisinya.

Mendapati Chanyeol menggendong tubuh seseorang yang bermuluran darah di depan pintu apartemennya semalam, nyaris membuat jantung Kyungsoo berhenti berdetak. Hampir saja ia menjeritkan nama Suho, sebelum hyungnya itu berjalan mendekat dan memeluknya. Meski keadaan Suho baik-baik saja, Kyungsoo tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahan akut yang menyerang dadanya. Sampai sekarang pun, Kyungsoo tidak bisa menatap wajah Suho. Tiap kali ia ingin memandang wajah hyungnya itu, yang memenuhi visualnya adalah bayangan saat Suho hampir meregang nyawa di tangannya.

“Kyungsoo-ah…”

Kyungsoo tersentak, begitu satu tepukan mendarat di bahunya.

“Kau tidak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat. Sebaiknya kau tidak usah ke rumah sakit hari ini” ujar Suho khawatir. Bagaimana pun juga ia merasa bersalah karena telah merepotkan dongsaeng kesayangannya itu.

“Aku baik-baik saja” Kyungsoo bangkit dari kursinya. “Aku menaruh obat-obatan di dekat tempat tidur Sehun. Pastikan ia meminumnya setelah ia sadar nanti. Hubungi aku jika terjadi apa-apa padanya. Aku akan berangkat sekarang”

Tanpa menoleh sedikitpun pada Suho, Kyungsoo berjalan menuju pintu apartemen.

“Biar ku antar” seru Kai, seraya bergegas menyusul Kyungsoo yang sudah menghilang di balik pintu. Meninggalkan Suho dan Chanyeol yang masih berdiam di posisi mereka masing-masing.

Suho menghela napas. Ia hanya bisa menaruh harapan pada Kai. Berharap namja itu bisa memperbaiki keadaan hati Kyungsoo.

“Hyung…” Panggilan Chanyeol membuat kepala Suho menoleh ke arah namja tinggi itu. “Makanlah. Tubuhmu tidak akan bertambah tinggi hanya dengan menghirup oksigen saja” ujar Chanyeol seraya menyodorkan sisa ramennya pada Suho. Wajahnya terlihat sangat serius saat mengatakan kalimat itu. Seolah-olah ia sedang mengatakan rahasia paling penting di dunia ini.

Sekali lagi Suho menghela napas. Dalam hati ia mensyukuri, bukan Chanyeol yang menjadi kekasih Kyungsoo.

 

***A_V***

 

“Makanlah” Kai menyodorkan sebungkus roti dan sebotol air mineral pada Kyungsoo. Keduanya kini berada di kantin rumah sakit. Hari masih pagi, hanya ada beberapa orang tampak berkeliaran di sana.

Melihat Kyungsoo tidak bereaksi apapun, Kai kembali bersuara. “Aku memang bukan dokter, tapi aku tahu tubuhmu membutuhkan ini. Makanlah, atau aku akan memaksamu”

“Kau menyebalkan Kim Jongin” desis Kyungsoo, lalu meraih roti dan air yang di tawarkan Kai.

“Ku anggap itu sebagai pujian untukku” Kai menarik kursi dan duduk disamping kekasihnya. Memperhatikan Kyungsoo yang sedang membuka bungkusan roti, dan mulai memasukkan potongan-potongan roti ke dalam mulutnya. Meski di awal Kyungsoo terlihat enggan, nyatanya perutnya tidak bisa berbohong. Belum cukup semenit, roti itu itu sudah tersisa sepertiga. Kai tersenyum geli. Terkadang kekasih keras kepalanya itu bisa berubah menjadi anak kecil yang menggemaskan. Oh, jangan lupakan mata bulatnya dan bibirnya yang selalu membentuk ‘hati’ tiap kali tersenyum. Sungguh, rasanya Kai ingin mencumbu kekasihnya itu saat ini juga. Namun akal sehatnya masih bekerja normal pagi ini, ada hal yang harus ia lakukan terlebih dahulu.

“Kau masih marah pada Suho hyung?”

Kunyahan Kyungsoo terhenti. Ia memaksa tenggorokannya menelan gumpalan roti itu dengan bantuan air mineral. “Aku tidak marah” ujarnya singkat.

“Lalu kenapa kau bersikap seperti itu padanya?”

Kyungsoo menghela napas. “Aku…tidak tahu, Kai.” Kyungsoo memandangi bungkusan roti yang masih tersisa sedikit ditangannya. Perutnya belum terisi penuh, namun ia tidak bisa lagi menelan makanan. “Aku hanya merasa takut. Sangat takut…”

Ingatan Kyungsoo memutar kembali kejadian semalam. Saat ia membuka pintu dan menemukan tubuh lemah Sehun yang berlumuran darah dalam gendongan Chanyeol. Ia sudah meminta agar Sehun di bawa ke rumah sakit, namun Suho menolak dengan alasan terlalu berisko jika membawa pasien luka tembak ke rumah sakit. Hal itu bisa memancing masalah dengan aparat. Akhirnya, dengan peralatan seadanya Kyungsoo yang merawat luka Sehun.

“Kalau saja Suho hyung yang berada di posisi Sehun, mungkin aku akan mengakhiri hidupku saat itu juga”

“Do Kyungsoo, jaga bicaramu!” Tanpa sadar Kai menaikkan nada suaranya.

Kyungsoo terdiam. Kepalanya menunduk.

Kai menarik napas sejenak. Ia tidak boleh menghadapi Kyungsoo dengan emosi yang meluap-luap. Hal itu hanya akan memperburuk keadaan. Terlebih lagi, Kyungsoo adalah namja yang sensitive, terutama jika menyangkut Suho. “Jangan berpikiran macam-macam, Kyungsoo-ah. Suho hyung tidak terluka, dan Sehun juga selamat. Tidak ada yang perlu kau takutkan” ujar Kai selembut mungkin.

Kyungsoo mengalihkan tatapannya ke arah Kai. “Sekarang kau bisa mengatakan hal seperti itu, Kai. Tapi siapa yang bisa menjamin hal buruk tidak akan terjadi selanjutnya?” sergahnya. “Apa kau tidak sadar, jika yang kalian lakukan saat ini selalu bersinggungan dengan kematian? Mungkin kalian bisa membuat rencana eksekusi yang hebat tanpa cacat sedikitpun, tapi nyatanya, sekarang Sehun tertembak. Dan kalau saja tembakan itu mengenai jantungnya, apa kau masih bisa bersikap setenang ini?”

“Kyungsoo-ah, pikiranmu terlalu jauh” Kai mencoba menenangkan Kyungsoo.

“Bagaimana aku tidak berpikiran seperti itu, Kai, kalau aku pernah melihat hyungku sendiri hampir meregang nyawa di depan mataku?” Suara Kyungsoo meninggi. Seiring kedua matanya yang mulai memanas. “Kau tidak tahu seberapa takutnya aku tiap kali melihatnya pergi. Dia satu-satunya keluarga yang ku miliki, dan bagaimana jika…ia tidak pernah kembali?” Suara Kyungsoo berubah lirih diakhir kalimatnya.

“Kyungsoo-ah…” Segera Kai menarik tubuh Kyungsoo yang bergetar ke dalam pelukannya.

“Aku tidak sanggup, Kai. Aku tidak sanggup jika harus kehilangan Suho hyung…”

Kai memejamkan matanya. Lirihan Kyungsoo seperti menikam jantungnya. Hal yang wajar jika Kyungsoo begitu menyayangi Suho. Namun, terkadang Kai merasa jika rasa sayang Kyungsoo melebihi rasa sayang seorang adik pada kakaknya. Tidak berbohong, perasaan cemburu sering kali hadir dalam dada Kai. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam hubungan Suho dan Kyungsoo, dirinya hanyalah orang asing. Ia tidak memiliki hak apapun untuk mengatur perasaan Kyungsoo, meski keduanya telah menjalin hubungan. Karena pada kenyataannya, tali yang mengikat Suho dan Kyungsoo jauh lebih kuat dari tali yang mengikat dirinya dengan Kyungsoo. Dan jika Kai terlalu memaksakan perasaannya pada Kyungsoo, bukan tidak mungkin tali yang mengikat mereka akan putus seketika. Demi Tuhan, Kai tidak menginginkan hal buruk itu terjadi. Apapun akan ia lakukan agar Kyungsoo tetap berada disisinya. Apapun, termasuk mengabaikan perasaannya sendiri.

“Kau tidak perlu khawatir, Kyungsoo-ah. Aku berjanji, akan menjaga Suho hyung…untukmu…”

Hanya janji itu yang terucap dari mulut Kai. Meski dalam hati, ia sangat berharap, sekali saja namanya berada di urutan teratas dalam hidup Kyungsoo.

 

***A_V***

 

Yixing tidak tahu harus melakukan apa selain menundukkan kepalanya sembari mengucapkan kata maaf berulang kali. Dirinya terlalu malu untuk kembali berada di dalam kamar Kris, setelah tadi pagi seseorang nyaris memergoki dirinya dan Kris bermesraan di atas tempat tidur. Dan, kalau saja kecerobohannya tidak kumat akibat insiden memalukan itu hingga akhirnya tubuhnya menabrak seorang namja asing berwajah seperti anak usia lima tahun dan menyebabkan sekotak es krim yang dipegang namja itu tertumpah, maka namja manis itu pasti tidak akan terjebak dalam situasi mengerikan seperti ini. Yah, mengerikan. Setidaknya kata itu yang terlintas dalam benak Yixing saat tiga namja tengah menatapnya dengan tatapan seolah-olah ingin menguliti tubuhnya. Jangan lupakan dua diantaranya memiliki pistol dan pisau lipat yang terselip di balik jaket hitam mereka. Yixing seperti berhadapan dengan dua malaikat maut yang tengah bersiap mencabut nyawanya. Hanya tinggal menunggu perintah dari sang Tuan Muda yang tengah berbaring santai di atas tempat tidurnya. Maka dalam sekejap Yixing akan berpindah ke dunia lain.

“Yixing”

Yixing seperti mendapat sengatan listrik saat suara berat itu memanggil namanya. “I-iya, Tuan…” ujarnya terbata. Ia bisa melihat raut wajah Kris berubah keruh saat mendengar jawabannya. Tidak mungkin bagi Yixing untuk memanggil nama Kris di depan dua namja asing yang baru dijumpainya.

“Kau boleh pergi…” ujar Kris datar.

Spontan, Yixing mengangkat kepalanya dan menatap wajah Kris dengan mata coklatnya yang kini membulat. Seolah-olah sepasang sayap muncul dibalik punggung Kris. “Ba-baik, Tuan. Terima kasih. Sekali lagi, saya minta maaf atas kecerobohan saya…” Yixing membungkuk sekali lagi, kemudian bergegas pergi. Rasanya Yixing ingin segera menghilang dari tempat itu. Namun belum sempat tangannya mencapi handle pintu, seseorang memanggil namanya. Dan ia bisa pastikan orang itu bukan Kris. Tidak mungkin Kris memanggilnya dengan nada seriang itu.

Yixing menoleh. Pandangannya terarah pada namja berwajah anak-anak yang kini tersenyum lebar. Sangat berbeda dengan ekspresi yang ia tunjukkan tadi. Dan, entah mengapa ia memiliki firasat buruk akan hal itu.

“Tapi, aku belum memaafkanmu” ujarnya santai.

Tubuh Yixing kembali tegang. Terlebih lagi saat namja itu berjalan mendekatinya. Begitu berada tepat dihadapan Yixing, namja asing itu membisikkan sesuatu di telinga Yixing.

“Kau mengerti?” ujarnya setelah menarik wajahnya dari sisi kepala Yixing.

Yixing mengangguk. Wajahnya masih terlihat tegang.

“Baiklah, kalau begitu kau boleh pergi sekarang” Namja asing itu meraih handle pintu dan mendorongnya pelan. Mempersilahkan Yixing untuk keluar. Sebelum Yixing menghilang dari balik pintu, namja asing itu masih sempat melemparkan satu kedipan mata pada Yixing.

“Kau benar-benar cari mati, Luhan ge” Tao yang sejak tadi diam memperhatikan, hanya mampu memenggelengkan kepalanya.

Luhan tertawa pelan, sembari menutup pintu kamar Kris. “Sekalipun aku mencari kematian, kematian itu tidak akan mendekat padaku” ujarnya setelah berada di samping tempat tidur Kris. Sekilas matanya melirik namja tinggi itu. Sedikit kecewa, saat dirinya mendapati raut wajah Kris tetap datar, seolah tidak terusik sama sekali oleh perbuatannya tadi. Jika apa yang dikatakan Tao padanya itu benar, bukankah seharusnya Kris saat ini mengamuk dan meneriakkan makian padanya? Padahal ia sangat ingin melihat wajah Kris saat terbakar api cemburu.

“Asal kau tahu saja, Little deer” suara Kris sejenak memutus lamunan Luhan. “Secepat apapun kau berlari, kau tidak akan bisa menandingi kecepatan peluru yang ditembakkan tepat didepan wajah mu…Seperti itulah kematian. Kau tidak akan bisa menghindar meskipun kau mampu melakukannya”

Luhan tersenyum. “Jadi, sekarang kau akan membunuhku karena telah bermain-main dengan namja kesayanganmu itu?”

Tawa sinis meluncur dari bibir Kris. “Itu bukan ancamana, Lu. Hanya sebuah peringatan” Tatapan Kris beralih ke wajah Luhan. “Berhati-hatilah, karena pemburu bisa muncul dari arah mana saja”

Disaat Kris dan Luhan sibuk dengan ‘obrolan’ mereka, tidak ada yang menyadari jika hawa dingin menyergap tubuh Tao. Matanya tidak pernah lepas dari wajah Kris. Mencoba mencari sesuatu yang bisa meyakinkannya jika hal yang berkelebat di pikirannya saat ini adalah keliru. Namun ia hanya mendapatkan satu jawaban.

Sebuah jawaban yang justru membuat tubuhnya semakin membeku.

 

***A_V***

 

“Bagaimana keadaanmu?” Suho meletakkan makan siang Sehun di atas meja. Lalu mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur Sehun.

“Lapar, hyung” balas Sehun dengan suara pelan. Tak sadarkan diri selama beberapa jam, membuat tenggorokannya kering seperti gurun pasir. Beruntung, saat ia membuka mata Suho sudah ada disampingnya, jadi ia tidak perlu menjerit-jerit meminta air minum, yang nantinya akan membuat tenggorokannya semakin tercekik.

“Baguslah, setidaknya kau masih bisa memikirkan perutmu” gurau Suho.

Tatapan Sehun berubah sinis. “Saat lenganku sembuh nanti, aku benar-benar akan merakit boom bunuh diri untukmu hyung”

“Oh, benarkah. Terima kasih, aku merasa terhormat” balas Suho seraya meletakkan sebelah tangannya di dada dengan kepala sedikit menunduk. Seolah-olah ia sedang berhadapan dengan seorang raja yang sangat dihormati oleh seluruh penghuni bumi.

Sehun hanya memasang ekspresi kecut menanggapi kalimat Suho. “Mana yang lain?” ujar Sehun mengalihkan topik. Menurutnya, sekarang bukan waktu yang tepat untuk berdebat masalah tidak penting dengan Pak Tua itu.

“Chanyeol sedang keluar menemui Baekhyun. Kai sekarang ada di markas, aku menyuruhnya menggantikanku hari ini”

“Wah, tumben sekali buruh seperti hyung membolos kerja!” sindir Sehun sambil tersenyum mengejek.

Helaan napas panjang dan dalam terdengar dari mulut Suho. “Hari ini, Tuan Choi ingin bertemu denganku”

Seketika wajah Sehun berubah tegang. “Apa ini ada hubungannya dengan eskekusi kemarin?” tanyanya hati-hati. Terselip nada kekhawatiran disana.

Suho mengendikkan bahu. “Entahlah, aku belum tahu.”

“Maafkan aku, hyung” Suara Sehun memecah keheningan yang sempat tercipta setelah Suho menyelesaikan ucapannya. “Kalau saja aku tidak ceroboh, misi kita pasti berhasil” Ada nada penyesalan yang menyertai kalimat Sehun.

Suho menggeleng. “Bukan salah mu, Sehun-ah. Hanya saja target yang kita hadapi kali ini jauh lebih sulit” ujar Suho tenang. Senyuman di wajahnya sedikit mengurangi kegelisahan Sehun.

“Hyung” panggil Sehun. Matanya terfokus sepenuhnya pada Suho.

“Iya?”

Sehun terdiam sejenak. “Berhati-hatilah, hyung. Aku seperti memiliki firasat buruk tentang hal ini”

Suho mengangguk. “Beristrihatlah, jangan lupa meminum obatmu setelah makan nanti. Aku tidak mau Kyungsoo memarahiku karena tidak mengurus pasiennya dengan baik” ujar Suho seraya bangkit dari posisinya. “Cepatlah sembuh, tanganku tidak terbiasa memegang senjata selain hasil rakitan mu, Sehun-ah”

Suho masih sempat melihat senyuman lebar Sehun sebelum ia menutup pintu kamarnya. Tangan Suho bergerak mengusap wajah lelahnya. Tubuhnya bersandar pada daun pintu. Sejenak menenangkan detakan jantungnya yang tidak normal. Sama seperti Sehun, ia pun memiliki firasat yang sama.

Dan ketika bayangan Yixing melintas dibenaknya, untuk alasan yang tidak diketahuinya, detakan jantungnya malah semakin tidak menentu.

 

***A_V***

 

“Terima kasih” Yixing tersenyum ramah, lalu meraih kantungan plastik di atas meja kasir. Setelah dua kantung belanjaan tergenggam erat di kedua tangannya, ia melangkah keluar dari supermarket. Sebenarnya ini bukan tugasnya untuk berbelanja, tapi berhubung ia mendapatkan perintah khusus dari Luhan untuk mengganti es krimnya yang tumpah, sekalian saja ia berbelanja untuk keperluan dapur. Ini kali pertamanya Yixing keluar sendirian semenjak ia tinggal di mansion milik Kris. Padahal berbelanja seperti ini adalah rutinitas yang sering ia lakukan ketika ibunya masih hidup.

Sesaat benak Yixing memutar ulang potongan-potongan masa lalunya. Namun rasanya seperti ada potongan yang hilang saat kehadiran sosok ayah tidak pernah menyentuh kehidupannya sama sekali. Meski selama belasan tahun dirinya sudah terbiasa hidup berdua dengan ibunya, tak bisa dipungkiri juga, jika hati kecilnya begitu merindukan sosok namja yang turut andil dalam membawanya ke dunia. Ingin menyentuhnya, bahkan memeluknya dan menceritakan semua hal yang dilaluinya selama kepergian ayahnya.

Ia tidak berani bertanya pada ibunya, karena setiap kali Yixing mengungkit masalah ayahnya, seketika rona kesedihan yang begitu dalam muncul di wajah ibunya. Ia tidak tahu alasan apa yang membuat ibunya begitu sedih. Dan sekarang, alasan itu pun ikut terkubur bersama ibunya.

Seolah-olah takdir tidak menginginkan Yixing mengetahui kebenaran itu. Mungkin, memang jauh lebih baik jika Yixing tidak pernah mengetahuinya.

 

Tin…tin…tin…

 

Begitu larutnya dalam pengembaraan masa lalunya, Yixing tidak menyadari jika lampu penyebrangan telah berubah merah. Baru saja ia hendak menyeberang, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dari arah samping. Yixing menoleh dan seketika—

 

Brukkk…

 

***A_V***

 

Luhan menggeleng pelan setelah membaca berkas-berkas yang dibawa Xiumin. “Kau yakin akan kebenaran informasi yang kau dapatkan ini?” Luhan bertanya pada Xiumin sembari mengacungkan lembaran-lembaran kertas ditangannya.

“Iya, Tuan. Anda tidak perlu meragukannya” balas Xiumin tegas. Sedikit tidak senang mendengar Luhan meragukan kemampuannya.

“Bukan seperti itu. Hanya saja…” Sekali lagi Luhan menatap lembaran kertas ditangannya. “Ini benar-benar diluar dugaanku. Lee Hyukjae adalah adik tiri dari Choi Siwon. Dan itu berarti, yang kita hadapi saat ini bukanlah tikus-tikus rendahan, melainkan seekor ular berbisa”

“Memangnya kenapa? Kau takut, Lu ge?” ujar Tao mengejek.

Luhan mencibir. “Anak kecil seperti mu yang tidak tahu apa-apa, lebih baik diam saja” Sindiran Luhan membuat wajah Tao berubah kusut. Mengabaikan umpatan-umpatan kecil dari Tao, Luhan kembali melanjutkan ucapannya. “Kris, sebaiknya kau berhati-hati. Kurasa, kau sudah tahu sekotor apa seorang Choi Siwon. Ia tidak akan mudah dikalahkan hanya dengan sebutir peluru. Terlebih lagi, kita berada di daerah kekuasaannya. Dia pasti memiliki kendali lebih dibandingkan dirimu. Terbukti, ia bisa mengetahui kematian Lee Hyukjae meski anak buahmu sudah menghilangkan jejak kematiannya” Sesaat Luhan melirik ke arah Xiumin ketika mengucapkan kalimatnya yang terakhir. Sementara Xiumin hanya memasang wajah datar, seolah perkataan Luhan sama sekali tidak menyinggungnya.

“Menarik…” Kris tersenyum. Sebuah senyuman yang menandakan jika sisi gelap dalam dirinya sedang terusik. “Tidak kusangka aku akan bertemu lagi dengannya secepat ini” ujarnya tenang, sembari menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur.

“Namun, dirinya saat ini pasti berbeda dengan yang kau hadapi beberapa tahun yang lalu, Kris” Luhan mencoba mengingatkan.

“Tidak ada yang berbeda, Lu” Kris beralih menatap Luhan. “Sampai seribu tahun pun, dia tetaplah orang yang sama. Rentang waktu yang terlewat tidak akan mengubah hal yang dilakukannya di masa lalu. Sebaliknya, akan menambah kebencianku padanya. Hingga merobek jantungnya dengan sebutir peluru rasanya tidak cukup untuk menjadi pelampiasan” ujar Kris tenang. Tidak ada perubahan emosi di wajahnya meski rentetan kalimat yang meluncur dari mulutnya sarat akan amarah dan kebencian.

Ketiga namja yang berada di dekat Kris terdiam. Ucapan Kris seolah membawa mereka pada penggalan peristiwa kelam di masa lalu. Sebuah peristiwa yang hanya akan menyalakan api dendam bagi siapapun yang mengingatnya.

“Luhan, apa kau punya rencana?” pertanyaan Kris memecah kesunyian.

Luhan menggeleng. “Untuk saat ini, aku belum punya rencana apapun. Namun, bukan berarti kita tidak melakukan apa-apa. Karena aku yakin, dari awal Choi Siwon sudah tahu kalau yang dia hadapi saat ini adalah dirimu. Dia pasti sudah menyusun rencana dengan sangat rapi untuk menyerangmu, tapi sayang rencananya gagal. Ia sadar bukan hal yang mudah untuk membunuhmu secara langsung, jadi kurasa…” Ada jeda sebentar. Sesekali Luhan melirik Kris. Mencari sedikit saja emosi yang muncul di wajah Kris, yang hingga sekarang belum ia temukan. “…dia akan mencari umpan lain untuk menghancurkanmu”

Barulah setelah Luhan menyelesaikan kalimat terakhirnya, raut wajah Kris yang semula tenang kini memperlihatkan perubahan emosi yang drastis.

“Mengingat selicik apa Choi Siwon, dia pasti sudah tahu tentang namja kesayanganmu itu. Dan ia tidak mungkin melewatkan peluang sekecil apapun untuk mencapai keinginannya. Termasuk—”

“Xiumin!” Seruan Kris memotong ucapan Luhan. Mengagetkan ketiga namja yang sejak tadi berdiri di samping tempat tidurnya. “Bawa Yixing kemari sekarang juga!” Perintah Kris, setengah berteriak.

Segera Xiumin berlari ke arah pintu, meminta salah seorang pelayan yang berdiri diluar kamar Kris untuk memanggilkan Yixing. Namun gelengan yang diterimanya, membuat kedua kakinya seketika membeku.

“Xiumin, mana Yixing?!”

Dengan gerak kaku, kepala Xiumin menoleh ke arah Kris. “Maaf, Tuan. Yixing tidak ada di rumah. Dia—“

“APA?!” geram Kris yang disusul suara bantingan benda dipermukaan lantai kamarnya.

“Gege, apa yang kau lakukan?!” Seru Tao saat melihat Kris mencabut paksa ujung selang-selang yang menancap ditubuhnya hingga tiang penyangga infusnya terjatuh ke lantai.

Mengabaikan rasa sakit yang seketika mendera tubuhnya, Kris bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju pintu kamarnya. Ia bahkan tidak menyempatkan diri untuk memakai bajunya, dan terus berjalan hanya dengan balutan celana panjang yang menggantung seadanya di pinggangnya.

“Tuan, kondisi anda belum pulih sepenuhnya…” Xiumin mencoba menahan langkah Kris dengan tubuhnya yang berdiri dibawah bingkai pintu.

“Menyingkir” desis Kris tajam.

“Tidak, Tuan”

Mendengar penolakan dari Xiumin, Kris melempar tatapan tajam pada tangan kanannya itu. “Meski kau adalah orang kepercayaanku, bukan berarti aku tidak bisa melukaimu, Xiumin”

Mendapat ancaman seperti itu, membuat nyali Xiumin sedikit mengendur. Namun, ia tetap harus mencegah Kris melakukan tindakan bodoh. Bagaimana pun caranya. “Saya tetap tidak bisa membiarkan Tuan pergi. Biar saya yang mencari Yixing. Tuan beristirahat saja—Tuan!!”

“Kris!”

“Gege!”

Seruan nyaring itu serentak terdengar begitu Kris mendorong tubuh Xiumin hingga membentur tembok, lalu berlari menjauh. Di belakangnya Luhan ikut mengejar.

“Efeknya ternyata jauh lebih parah dari yang ku bayangkan” Tao mendekati Xiumin dan membantunya berdiri. “Seharusnya, sejak awal kau menghentikannya, Xiumin”

Xiumin yang mengerti maksud perkataan Tao, hanya menggeleng pelan. “Tuan Kris membutuhkannya”

“Tapi, itu juga akan membunuhnya pelan-pelan!” balas Tao gusar.

“Tidak, Tao” Xiumin menepuk bahu Tao. “Percayalah, terkadang hal yang membuatmu lemah, disaat yang sama juga akan menjadi sumber kekuatan bagimu.”

 

***A_V***

 

Suho melangkah keluar dari sebuah kafe sembari menggenggam segelas kopi ditangan kanannya. Ia singgah sebentar untuk mengisi lambungnya sebelum mengunjungi Tuan Choi, berhubung sejak tadi pagi ia belum makan apapun. Terlalu banyak hal yang membebani pikirannya hingga ia sendiri kehilangan selera makannya.

Namun, belum sempat bibir gelas menempel dimulutnya, ia langsung melemparkan gelas itu ke tanah tatkala visualnya menangkap pemandangan yang membuat kedua matanya membeliak seketika. Secepat kilat ia berlari, mengabaikan makian dari orang-orang yang tidak sengaja ditabraknya.

“AWASSS!!!”

Suho berteriak, sembari menjulurkan lengannya ke depan. Meraih tubuh seseorang yang hendak menyeberang sebelum sebuah mobil berkecepatan tinggi menghantam tubuhnya.

 

Brukkk…

 

Suara bedebum terdengar tepat saat tubuh Suho dan namja yang ditolongnya membentur trotoar jalan.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Suho panik, seraya mengecek keadaan namja yang kini berada dalam rangkulannya. Suho sedikit memperbaiki posisi duduknya, agar namja itu bisa lebih nyaman bersandar di dadanya.

“I-iya. Terima kasih sudah menolongku…”ujar Yixing pelan. Dirinya masih shock karena kejadian tadi. Ia sedikit menggeser tubuhnya menjauh dari Suho. Yixing bermaksud mengucapkan terima kasih sekali lagi, namun noda merah yang membasahi ujung lengan baju Suho langsung menyita perhatiannya. “Kau berdarah!”

Suho mengikuti arah pandang Yixing, dan benar saja, telapak tangannya mengeluarkan cairan merah segar. Mungkin karena bergesekan dengan aspal waktu terjatuh tadi. Padahal ia tidak merasakan sakit apapun. “Ah, tidak apa-apa, hanya luka kecil” ujar Suho seraya tersenyum.

“Kau sebut itu luka kecil? Apa kau tidak tahu jika pendaharan bisa membuat orang meninggal, huh?” sungut Yixing tiba-tiba.

Mendapat omelan mendadak seperti itu membuat Suho kebingungan sendiri. Belum sempat ia mengeluarkan pembelaan apapun, Yixing telah lebih dulu mengacungkan telunjuknya. Menyuruhnya untuk diam. Dan sepertinya Suho tidak punya pilihan lain selain menuruti nama manis didepannya.

“Tunggu sebentar” ujar Yixing, lalu meraih tasnya dan mulai mengaduk-aduk isinya. Begitu seriusnya ia mencari-cari sesuatu di dalam tas lusuhnya itu, dia tidak menyadari jika sejak tadi sepasang mata tidak pernah lepas memandanginya. “Dimana aku menyimpannya?” gumam Yixing yang kini beralih mengecek saku bajunya. Wajahnya yang sedang kebingungan membuat pemilik sepasang mata itu tersenyum geli.

Manis.

Satu kata itu yang terus bergaung tiap kali Suho mengingat sosok Yixing. Bukan cantik ataupun cute, karena menurutnya Yixing itu manis. Tidak akan membosankan meski berulang kali kau memandangnya.

 

Deg~

 

Suho terkesiap, saat sesuatu yang dingin menyentuh telapak tangannya. Ia menurunkan padangannya dan mendapati Yixing tengah membasuh lukanya dengan air mineral. Lalu dengan hati-hati membalut luka Suho dengan sapu tangan miliknya.

“Sakit?” tanya Yixing seraya mengencangkan ikatan saputangannya pada telapak tangan Suho.

Suho menggeleng seperti orang bodoh. Otaknya seakan tidak bisa berfungsi normal, ketika desiran aneh itu kembali menyerang dadanya. Desiran yang hanya muncul ketika sosok Yixing menginvasi seluruh pikirannya. Dan kini sosok Yixing benar-benar nyata dihadapannya, bukan hanya sebentuk ilusi yang terbentuk di alam bawah sadarnya.

“Yixing…Zhang Yixing. Itu namaku” ujar Yixing setelah selesai membalut tangan Suho. Sebuah senyuman ramah ikut menghiasi wajahnya. Yang untuk sejenak membuat Suho terpaku dan melayang-layang entah kemana. Hingga beberapa detik kemudian teguran Yixing yang membuatnya kembali menginjak daratan.

“Ah, Te-terima kasih, Yixing-ssi” ujar Suho, berusaha agar tidak terlihat bodoh. “Kau bisa memanggilku Joonmyun, Kim Joonmyun”

Yixing mengangguk. “Sekali lagi terima kasih sudah menolongku, Joonmyun-ssi”

“Tidak masalah. Lain kali kau harus lebih berhati-hati lagi. Bahaya bisa datang dari mana saja.”

“Baik. Aku mengerti, Joonmyun-ssi” ujar Yixing seraya tersenyum lebar, hingga cekungan kecil di pipinya terlihat. Ia memunguti belanjaannya kemudian beranjak dari tempat itu.

Sementara Suho masih berada di posisinya. Tidak beranjak sedikitpun. Sembari menarik napas dalam-dalam, ia menyentuh dadanya. Debaran itu masih terasa.

“Ku harap ini bukanlah sesuatu yang salah” gumamnya entah pada siapa.

 

***A_V***

 

“Maaf, saya datang terlambat Tuan Choi” ujar Suho disela-sela tarikan napasnya yang belum teratur. Ia terpaksa berlari dari parkiran menuju ruangan Tuan Choi. Padahal tadi ia sudah berusaha mengemudi dengan cepat hingga mobilnya hampir menyerempet petugas parkir. Tapi sayang, usahanya tidak menghasilkan apapun. Salahkan otaknya yang tidak mengambil alih tubuhnya dengan cepat, sampai-sampai seorang anak kecil harus menegurnya karena terus duduk dipinggir trotoar seperti orang hilang.

“Tidak biasanya kau menyia-nyiakan waktuku, Joonmyun-ah” Seorang namja paruh baya memutar kursi putarnya hingga berhadapan dengan Suho. Sepasang mata yang besembunyi dibalik bingkai kacamata bergagang emas itu, sejenak melirik ke arah jam tangan mewah yang melingkari pergelengan tangannya. “Lewat sepuluh menit dari jadwal yang ditentukan. Ku harap kau punya alasan yang baik untukku” ujarnya tanpa menaikkan sedikitpun nada suaranya.

“Hanya terjadi sedikit masalah saat dijalan tadi, Tuan” ujar Suho tetap tenang. Tidak ada ketakutan diwajahnya, meskipun ia tahu yang menjadi lawan bicaranya saat ini adalah orang sangat pantas untuk ditakuti.

“Apa yang kau maksud dengan ‘sedikit masalah’ adalah itu?” Telunjuk Tuan Choi mengarah pada tangan kiri Suho yang terbalut seadanya.

Segera Suho menyembunyikan tangannya di balik tubuhnya. “Maaf, Tuan” ujarnya sedikit menunduk. Sebisa mungkin ia mencegah Tuan Choi untuk bertanya lebih lanjut mengenai lukanya itu. Ia merasa tidak perlu menceritakan pertemuannya dengan Yixing pada Tuan Choi.

“Baiklah, tidak apa-apa. Karena kau sudah ku anggap seperti anak ku sendiri, aku tidak akan mempermasalahkan keterlambatanmu. Lain kali berhati-hatilah, aku masih membutuhkan kedua tanganmu itu”

Suho hanya mengangguk patuh, tanpa mengucapkan apa-apa.

“Mengenai misi yang ku tugaskan kemarin padamu—“

“Maafkan saya, Tuan…” tukas Suho cepat.

“Jangan memotong kalimatku, Joonmyun-ah” ucap Tuan Choi, sembari menegakkan punggungnya. “Aku tahu kau gagal melaksanakannya. Karena itu sekarang aku akan memberikan misi yang baru untukmu. Tidak sesulit misi sebelumnya. Aku yakin, kau bisa melakukannya tanpa perlu membuat rekanmu terluka”

Ada rona terkejut yang muncul di wajah Suho. Seingatnya, ia sama sekali tidak memberitahu siapapun mengenai Sehun. Jadi, mana mungkin Tuan Choi bisa mengetahuinya.

“Tidak perlu seterkejut itu, Joonmyun-ah. Aku tidak perlu dua mata untuk mengetahui semua yang kau lakukan. Termasuk keadaan rekanmu dan adik kesayanganmu itu.”

Tanpa sadar Suho mengepalkan kedua tangannya yang bersembunyi di balik punggungnya. Ucapan Tuan Choi yang menyinggung tentang Kyungsoo sedikit membuatnya tegang.

Tuan Choi tertawa pelan melihat reaksi Suho. “Tidak usah cemas, Joonmyun-ah. Bukankah sudah ku katakan, kau sudah ku anggap seperti anakku sendiri begitupun dengan adikmu. Aku tidak akan melakukan hal yang buruk pada kalian, selama kau mau menjadi anak yang patuh”

Satu hal yang Suho ketahui dari seorang Choi Siwon, adalah namja paruh baya itu sangat ahli memainkan emosi lawan bicaranya. Dia akan menawarkan berbagai kebaikan layaknya seorang malaikat penolong, namun disaat yang bersamaan pelan-pelan ia menarikmu masuk ke dalam nerakanya. Dan sekali berada didalamnya, kau tidak akan pernah bisa keluar lagi, sekalipun kau sanggup melakukannya.

“Jadi apa yang harus saya lakukan selanjutnya, Tuan?”

“Kemarilah”

Suho melangkah mendekati meja kerja Tuan Choi. Disana terdapat kertas-kertas berserakan dan beberapa photo yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Mungkin photo-photo itu berasal dari mata-mata Tuan Choi. Bukan rahasia lagi, jika Tuan Choi memiliki mata-mata yang tersebar hampir diseluruh penjuru Korea. Bahkan diantaranya ada yang menyusup hingga ke kantor pemerintahan dan perusahaan-perusahaan pesaingnya.

“Untuk misi kali ini, targetnya berubah”

“Maksud Tuan, kita tidak perlu lagi mengusut tentang kematian Tuan Lee Hyukjae?”

Tuan Choi menggeleng, sambil menggerakkan telunjuknya. “Bukan seperti itu. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah puas jika orang yang membunuh Hyukjae masih bisa bernapas diluar sana. Aku masih menginginkan kematian Kris Wu, hanya saja kali ini bukan dengan langsung membunuhnya. Namun dengan cara lain…”

Senyuman yang menghiasi wajah Tuan Choi seperti menguarkan aroma kematian, hingga membuat tubuh Suho kembali menegang. Matanya seketika membeliak begitu sebuah photo yang dilemparkan Tuan Choi mendarat tepat dihadapannya. Ia tidak mungkin salah mengenali sosok yang ada di photo itu.

“Tuan, ini—“

“Namja itu yang menjadi target kita sekarang.”

Seperti ada halilintar yang menyambar tepat di telinga Suho. “Bukankah namja ini hanya salah satu pelayan Kris Wu? Kenapa Tuan—“

“Ckck…Jangan terlalu naïf, Joonmyun-ah” Tuan Choi kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Sembari tangannya melemparkan satu persatu photo yang ada di dalam amplop coklat dipangkuannya ke hadapan Suho. “Itu semua adalah bukti jika namja itu bukan hanya sekedar ‘pelayan’ bagi seorang Kris Wu”

Suho tidak mampu merasakan apa-apa lagi saat satu persatu photo-photo dihadapannya memenuhi visualnya. Photo-photo itu merekam momen-momen yang terjadi di taman bermain kemarin. Saat Kris menggandeng Yixing di antrian wahana. Saat Kris merangkul Yixing ketika membeli minuman. Saat Kris menyentuh pipi Yixing. Saat Kris tengah memandang Yixing yang sedang makan. Dan saat…

 

Deg~

 

Jemari Suho bergerak perlahan meraih salah satu photo. Dibandingkan photo yang lain, photo ini tampak sedikit buram. Namun mata Suho masih bisa mengenali objek yang ada didalamnya. Photo yang diambil saat berada di bianglala, momen yang terekam dalam photo itu adalah saat…Kris mencium Yixing.

 

Sret~

 

Dengan cepat Suho meletakkan photo itu kembali, nyaris seperti melemparkannya. Ia tidak yakin bisa mengontrol dirinya untuk merobek photo itu jika memandangnya lebih lama lagi.

“Jadi, apa sekarang kau sudah paham maksudku, Joonmyun-ah?” pertanyaan Tuan Choi mengembalikan kesadaran Suho. Namun, Suho tidak berkomentar apapun. Tubuhnya terasa beku, hingga mengerakkan lidahnya ataupun hanya menganggukkan kepala ia tidak sanggup. Bukan karena photo itu, melainkan sebuah asumsi mengenai tujuan misinya kali ini.

“Jika kau masih belum paham, akan ku jelaskan. Penjelasannya sangat sederhana, Joonmyun-ah” Tuan Choi menggeser kursinya merapat pada meja, lalu meraih salah satu photo Kris dan Yixing yang saling menatap satu sama lain. “Kalau kau tidak mampu menghancurkan seseorang dari luar, maka hancurkan dia dari dalam. Dengan kata lain, jika kau menginginkan kematian Kris Wu, maka kau harus melenyapkan namja ini terlebih dahulu” Tuan Choi meraih pisau buah yang ada di atas mejanya, lalu menusuk gambar Yixing. “Setelah kau melukai hatinya, maka dengan mudah kau akan mendapatkan jantungnya” ujarnya lalu menusuk wajah Kris dengan pisau. “Dan akhirnya, misi selesai” Tuan Choi mengayunkan pisau buah ditangannya sembari tersenyum penuh kemenangan.

Berbeda dengan Tuan Choi yang tampak menikmati obrolan santai ini, Suho rasanya seperti ingin memuntahkan isi lambungnya. Ini bukan pertama kali dirinya mendapat misi untuk membunuh seseorang, namun baru kali ini ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Tak berbohong jika seluruh sendinya seakan mati rasa. Ia bahkan tidak bisa merasakan jantungnya berdetak.

Dirinya seperti tertampar oleh sebuah kenyataan. Seharusnya, sejak awal ia mendengarkan logikanya. Tidak seperti pistol atau senjata lainnya, perasaan adalah sesuatu yang terlarang untuk disentuhnya. Dan sekarang bukan hanya menyentuh, tanpa sadar ia telah membiarkan perasaan itu menguasai dirinya.

“Sekarang pergilah, dan kembali dengan membawa kabar gembira untukku. Cukup sekali saja kau membuatku kecewa, Joonmyun-ah. Dan jika kau melakukan yang kedua kalinya, mungkin cukup sulit bagiku untuk menganggap mu dan adikmu sebagai anakku lagi.”

 

Seandainya saja, ia menyadari hal ini sejak awal.

 

“Baik, Tuan. Saya mengerti”

 

Mungkin masalah tidak akan menjadi serumit ini.

 

***TBC***

 

HOLAAA…!!! *nelen speaker*

Lama diriku tak jumpa(?) dengan readers-nim sekalian.

Pertama-tama, ane mau minta maap udah bikin readers-nim tercinta pada nunggu…*bow*. Maklumlah, ini salah satu kebiasaan buruk author yang gak bisa di sembuhin lagi…*Yixing aja nyerah*…#maksoedloe,thor?

Makasih banyak pake banget x1233456 kali, buat readers-nim yang masih mau baca ff absurd ini. Saya terhura…eh, terharu….hags…hags…hags…*cipok satu-satu*

Oke, segini aja dulu. Sampe ketemu lagi…^^

Salam Olahraga(?)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
---A_V---
Coming back...

Comments

You must be logged in to comment
jinkiesa #1
pengen baccaaa kelanjutan ini lagiiii
main ke blog ada update baru tapi kekunci
sedih
comeback soon authornim
RieYuri #2
Chapter 13: kampret disituasi kyk gtu masih sempet aja mesum naga tonggos satu itu ah..
dan btw eniwe baswe updatenya kurang lama thoooorr.. nunggunya dari cakep smp jadi kusut..
tapi tetep big thanks lah, soalnya masih mau update..
hahaha diawal uda siapin tissue segepok..
buat Tao cuma satu kata "syukuriiiiiinnn.. makanya jangan lancang dedek pandaaaa.. kena semburan api naga penjaga kuil juga kan?"
trus buat Suho "kesiannyaaaaa.. sini mas sama aku aja.. mumpung lagi nganggur #plaaakk"
dan buat authornya no coment :D sekian saja bye !!!
kjungxox88 #3
Chapter 13: akhrnya......
update jga....
sneng bgt.....
tp ko di kbun g update yh.....
lukailukai8
#4
Chapter 13: Jèng Jèng Jèng~~~~!!!!!

pinter ya author kasih TBC pas dibagian itu (?). wks.

btw , aku suka pas bagian Yixing minta dibunuh dan meronta-ronta bareng pisau nya. ngena banget. kayak...wow ni anak dah bener2 putus asa ama hidupnya. hopeless. CAPEK. MENDING MATI AJA. BYE.
Muahaha.
tapi serius. suka pas bagian itu. /APALAGI AKHIRNYA MEREKA KISSEU/ /MELTED/

Suho.... ngenes amat dirimu huhuhu~~ nasib jadi orang ketiga (?).

anyway, aku baru 'ngeh' ada satu Chapter yg aku lewatkan. Chapter 4.b kayaknya. uhm , di protek ya ?! huhuhu. sumpah ini aku lemot banget. pas baca ulang barulah nyadar hahaha. maklum ff ini ada semenjak aku belum bikin akun AFF, jadilah dulu masih nakal (?) karena baca diem2 tanpa ninggalin komentar.
uhm, kalau aku minta PW buat Chapter yg di protek itu....author mau berbaik hati ngasih gak ya ? hihi~

thx author-nim. lanjutnya jangan lama2 ya ^^
Clovexo
#5
Chapter 13: omaigat.. yifan gerak cepat bgt ya.. kasian tao.. tapi ya wajarlah.. siapa jga yg seneng kalo org yg disukai digituin.. untungnya kris cepat nemuin lay ya..
kimzy1212 #6
Chapter 13: Ya ampun tisu mana tisu #lebay,
Ya ampun fanxing momentnya bikin lumer nyesek jadi satu,
Buat suholangkaya mohon maaf anda kurang beruntung silahkan coba lagi wkwkw
Dan buat Tao,ngak usah resek deh lo nyahok diri kan#jahat
Ditunggu kelanjutannya thor~
xolovefinz #7
Chapter 13: Al.... akhirnya update jg nih ff. T.T #terharu
itu scene terakhir nanggung bgt sebenernya, tp g puas y kalo main disaat tubuh lebam2 gtu wkwk

semoga ya xing, kamu g kepentok apa lg gtu smpe lupa sama janji kalo g bakal ninggalin kris T.T
dan buat tao ati2 lg ya nak, jgn smpe nekat lah ngeracunin pikiran yixing buat ninggalin kris.
junmen oh man, disetiap ff fanxing dirimu memang selalu kalah sama kris bahaha #puk2

ini msh bersambung yak.. ending chap nya udh jd kaaan? di kunci yak, jd di post di kebun :-D #sotoy

ditunggu next chap nya.. thanks Al :p
sorahsorah
#8
Chapter 13: Saking semagantanya pas tau ff ini update aku sampe teriak "Aaah change update yes! yes!" >///<
Makin rumit dan plotnya nggak gampang di tebak, aku pikir tadinya Yifan telat ketemu Yixing soalnya Yixing udah dibawa kabur Choi eh ternyata masih bisa diselametin sama Yifan. Gaul banget, keren!
Aku excited banget nunggu lanjutannya. Soalnya aku berharap Yixing bakalan percaya terus sama Yifan, nggak pake putus asa lagi.
Makasih banyak ya udah update.
Good luck buat kelanjutannya ^^
chamii704 #9
Chapter 13: tao...tao...mk'a lu jangan sok ngusir2 yixing,,,ujung2'a elu babak belur...utng g mati lu....
suho...puk2 sllu telat selangkah ma kris...
yixing...tlng jgn prgi2 lg yah...ttplh bersama suka duka ma kris yaa..eeaa..
ok next chap sabar mnunggu...