Hyung! Chapter 4

Hyung!

.

.

Hyung!

.

.

Chapter 4 / END

 

"Ke Harvard. Raihlah impianmu Hyung"

 

Kyuhyun mengusap jemari Kibum pelan saat dilihatnya Kibum tak memberikan respon, menautkan jemari miliknya diantara sela-sela jemari hyungnya lalu menggenggamnya erat.

 

Kibum menatap onyx kembar Kyuhyun, menyelami keduanya seperti yang biasa ia lakukan. Ia tersenyum saat onyx coklat itu tertunduk tak berani berhadapan dengan onyx hitam miliknya.

 

"Aku tidak akan pergi jika kau tak menginginkan aku pergi, Kyu" Kibum melepaskan tautan jemari mereka lalu mengacak rambut Kyuhyun pelan.

 

'Onyx indahmu lebih jujur daripada kata-kata yang kau keluarkan'

 

"Kau tuli ya hyung? Kapan aku mengatakannya? Sebaliknya, aku malah menyuruhmu pergi. Kibum babbo - Aw aw akh, appo!" Kyuhyun meringis memegangi telinga kirinya yang ditarik kesamping a.k.a dijewer oleh Kibum.

 

"Berhentilah berbicara pedas padaku atau kupastikan telingamu itu putus" ucap Kibum datar. Kyuhyun menggembungkan pipinya kesal, membuat Kibum yang melihatnya menahan diri untuk tidak mencubit atau bahkan mencium pipi gembul dongsaengnya itu.

 

"Aku serius Hyungieeee ~~" rengek Kyuhyun. Kibum terkekeh melihatnya, membuat Kyuhyun yang kesal semakin menggembungkan pipinya.

 

"Hyung menyebalkan!" Kibum menghentikan kekehannya saat dilihatnya Kyuhyun mengganti posisi duduknya menjadi membelakanginya.

 

"Evil Kyu marah, eoh?" goda Kibum. Dihela nafasnya perlahan saat tak ada kata-kata balasan dari Kyuhyun.

 

"Kyu jangan marah lagi, ne. Hyung minta maaf." Ucap Kibum sembari menarik bahu Kyuhyun untuk berputar, yang diikuti Kyuhyun dengan memutar duduknya menjadi kembali berhadapan dengan Kibum. Kibum menahan senyumnya saat dilihatnya pipi gembul itu masih saja menggembung. Membuatnya tampak menggemaskan.

 

"Kalau Hyung pergi lalu dongsaeng hyung bagaimana?" tanya Kibum pelan. Tangannya mengusap pipi Kyuhyun lembut, membawa pipi pucat itu mendekat lalu mengecupnya sayang.

 

"Ya! Kenapa kau menciumku, hyung?" teriak Kyuhyun sembari mengusap pipi kanannya yang baru saja dicium Kibum. Sedangkan Kibum kembali terkekeh melihat semburat merah yang menghiasi pipi dongsaengnya, bahkan telinganya pun nampak memerah. Tentu saja Kyuhyun terkejut, selama ini Kibum tak pernah menciumnya bahkan memeluknya pun jarang.

 

"Kau menggemaskan, Kyu." Ucap Kibum masih setia dengan kekehannya.

 

"Aigoo! Kau membuatku merinding, Hyung. Setan apa yang merasukimu hingga membuatmu seperti ini, eoh? Keluar sekarang kau setan jelek, keluar kau dari tubuh hyungku! Keluar!" ucap Kyuhyun sembari menoyor-noyor kepala Kibum. Kibum yang tak terima kepalanya menjadi sasaran toyoran dongsaengnya menggeplak kepala belakang Kyuhyun. Dasar bocah setan!

 

"Ya! Hyung! Kenapa kau memukul kepalaku, hah!" teriak Kyuhyun.

Ingin rasanya Kibum menyumpal telinganya dengan apapun yang bisa membuatnya tuli akan suara milik dongsaengnya itu. Tak tahukah kau Kyu, suara indahmu itu sangat merusak telinga jika kau mengeluarkannya dengan oktaf yang berlebihan.

 

"Kau aneh, Kyu. Kenapa kau menyuruh setan keluar? Bukankah kau juga setan?" ucap Kibum dengan raut bertanya dan sukses membuat Kyuhyun mengeluarkan glare mautnya pada hyungnya, yang tentu saja tidak akan mempan bagi seorang Kim Kibum.

 

"Kau bukan medusa, berhentilah menatapku seperti itu, aku tidak akan berubah menjadi batu."

 

"Kim Ki Bum kau menyebalkan!" desis Kyuhyun, sedangkan Kibum hanya memutar bola matanya.

 

Keduanya kembali menatap bara api yang tampak berkobar, sesekali percik merahnya keluar dari perapian. Kedua namja Kim itu kembali bergulat dengan pikiran mereka masing-masing, menciptakan keheningan untuk yang kedua kalinya.

 

Kibum menolehkan kepalanya ke samping, ditatapnya namja disampingnya yang tengah duduk sembari menopang dagu. Sesekali dia tersenyum saat melihat namja itu tampak menggembungkan pipinya –entah karena apa.

 

"Hhhhhhh"

 

Kibum menarik nafasnya lalu mengeluarkannya perlahan. Ia tahu, namja disampingnya bukan lagi bocah cadel yang suka menangis jika Kibum meninggalkannya. Bocah cadel itu telah tumbuh menjadi sosok namja imut dan cerdas. Berapa lama waktu yang mereka habiskan bersama? Entahlah, Kibum tak menghitungnya.

 

Sebuah pertanyaan menciptakan friksi sesak yang menyergap dadanya, membuatnya mengepalkan kedua tangannya erat. Apa ia bisa berpisah dari Kyuhyun?

 

"Wae hyung menatapku seperti itu? Terpesona dengan ketampananku?" Kibum tersadar dari lamunannya saat suara dongsaengnya terdengar. Dilihatnya Kyuhyun tengah membentuk tanda centang dengan ibu jari dan telunjuknya di bawah dagunya. Oh, dan jangan lupakan cengiran lebarnya.

 

"Aku penasaran, apa setan di neraka juga mempunyai tingkat kepedean berlebih sepertimu, Kyu." Ucap Kibum sambil memutar bola matanya malas. Kyuhyun terkikik geli melihat hyungnya yang lagi-lagi memutar bola matanya.

 

Hening di antara keduanya

 

"Bummie hyung..." panggil Kyuhyun yang dibalas dengan gumaman singkat oleh Kibum.

 

"Pergilah Hyung. Sekarang sudah saatnya Hyung memikirkan diri Hyung sendiri." Ucap Kyuhyun.

 

Kibum tertegun mendengar kalimat yang dilontarkan dongsaengnya. Ditatapnya kedua onyx Kyuhyun, menyelaminya entah untuk yang keberapa kalinya. Mencari kebohongan didalamnya, namun yang tersirat disana hanyalah sebuah ketulusan.

 

"Lalu kau bagaimana, Kyu?" tanya Kibum pelan. Hatinya tengah berperang. Kibum tak tahu apa ia bisa meraih impiannya sementara dia harus meninggalkan Kyuhyun serta memulai hidup baru tanpanya.

 

"Apanya yang bagaimana Hyung?"

 

"Siapa yang akan membuatkanmu makanan saat kau lapar?"

 

"Ada Teuki hyung"

 

"Kalau kau kesepian bagaimana?"

 

"Ada Donghae haraboeji." Kibum tersenyum saat mendengar Kyuhyun masih saja menyebut sahabatnya dengan sebutan 'haraboeji'.

 

"Lalu siapa yang akan mengambil rapotmu?" lagi-lagi Kibum bertanya.

 

"Masih ada eomma."

 

"Tidak mungkin"

 

"Aishh Hyung, kenapa kau mempermasalahkan hal-hal seperti itu, sih?" Kyuhyun berdecak sebal karena Kibum terus saja menanyakan hal-hal yang baginya tidak penting.

 

"Aniya, lagipula belum ada pengumuman kelulusan ujian sekolah, Kyu." Ucap Kibum lagi. Kibum hanya ingin mengenyahkan perasaan ragu yang sedari tadi mengendap di hatinya.

 

Kyuhyun memutar bola matanya jengah. Dia benar-benar akan mengutuk setan yang telah merasuki tubuh hyungnya karena membuat hyungnya menjadi namja mellow seperti ini.

 

"Oh ayolah! Tidak mungkin seorang Kim Kibum yang menjadi peringkat satu berturut-turut sejak Sekolah Dasar tidak lulus ujian, apalagi hanya ujian kelulusan sekolah. Menggelikan! Kau bahkan mendapatkan beasiswa ke harvard."

 

"Hyung, dengar! Ka..."

 

"Aku mengkhawatirkanmu, Kyu." Ucap Kibum memotong perkataan Kyuhyun. Ditatapnya dongsaengnya itu, berharap namja pucat itu mengerti apa yang tengah ia rasakan. Betapa ia mencemaskan dirinya, mengkhawatirkan segala hal-hal kecil yang mungkin saja akan terjadi ketika dirinya tak ada.

 

Kyuhyun terdiam, dialihkan tatapannya dari onyx hitam itu lalu memejamkan onyx coklatnya perlahan. Dia mengerti, dia paham, dan dia tahu bahwa Kibum tengah mencemaskannya. Tanpa Kibum mengatakannya pun dia selalu tahu, tak akan ada hari tanpa Kibum tak mencemaskannya. Kyuhyun menahan buliran bening yang tampak menggunung di pelupuk matanya. Ia tak pernah suka melihat hyungnya seperti itu. Kibum yang akan selalu mengkhawatirkannya, melindunginya, sedangkan dirinya sendiri terluka.

 

"Hyung dengarkan aku ne. Aku akan baik-baik saja disini. Hyung dan aku akan sama-sama belajar hidup tanpa satu sama lain. Aku akan menunggu hyung dirumah sampai hyung menyelesaikan kuliah. Lalu... Lalu kita... kita akan berkumpul bersama lagi." Ucap Kyuhyun tersengal. Diusapnya sebutir air mata yang mengalir di pipinya lalu tersenyum lebar pada Kibum. Kyuhyun tidak ingin menangis. Ia ingin menunjukkan pada Kibum bahwa ia benar-benar merelakan Kibum untuk meraih impiannya. Tak masalah dirinya akan kelaparan, kesepian dan hal buruk lainnya. Asalkan hyungnya bahagia, Kyuhyun yakin dirinya akan baik-baik saja.

 

Kibum mengalihkan tatapannya pada lantai kayu dibawahnya. Ia tidak akan pernah sanggup melihat onyx coklat itu berair.

 

Kyuhyun menghela nafasnya lalu mulai berkata

 

"Bummie Hyung gomawo. Selama enam belas tahun ini, hyung selalu menemaniku, merawatku, menjagaku, memberikanku kasih sayang layaknya appa dan eomma. Jeongmal gomawoyo. Mianhae, selama ini aku hanya bisa menjadi beban untuk hyung. Mianhae, aku belum..."

 

"Hentikan Kyu." Teriak Kibum. Direngkuhnya Kyuhyun kedalam pelukannya. Memeluknya erat seakan tak membiarkan namja yang lebih muda darinya itu melepaskan diri. Memaksanya mendengar detak jantungnya yang menggila akibat ucapannya. Kibum kalut, dia kalut dongsaengnya akan mengucapkan kata-kata lain yang dapat membuatnya semakin terluka.

 

"Kk.. kau menyakiti Hyung jika mengatakan hal itu."

 

"Kau bukanlah beban untuk hyung, jika kau sebuah beban pun hyung rela menanggungnya. Satu-satunya beban yang sanggup hyung tahan hanya kau, Kyu. Jebal jangan berkata seperti itu lagi" Kibum berkata lirih. Sungguh, Kibum tak paham mengapa dongsaengnya tak mengerti juga. Betapa Kibum menyayanginya, menginginkan kebahagiaannya, menangisi kesedihannya. Kenapa Kyuhyun tak mengerti juga?

 

Kyuhyun menahan sesak yang terasa menghimpit dadanya. Bukan karena pelukan Kibum, melainkan karena tangisannya yang tertahan. Ia tak ingin membuat hyungnya terluka, Ia tak suka hyungnya selalu bersedih karena dirinya. Setiap hari Ia selalu berdoa kepada Tuhan agar hyungnya diberikan kebahagiaan, bukan kesedihan.

 

"Hiks... Bummie.. Hyung... Mianhae... Mianhae... Kyu..tidak..bermaksud.. membuat.. Hyung...terluka.. Mianhae.."

 

Kyuhyun tak bisa lagi menahan tangisannya. Pipi pucat itu basah oleh air mata. Demi apapun yang ada di dunia ini, Kyuhyun tak tahu harus bagaimana membalas kebaikan hyungnya. Kyuhyun rela, sungguh Kyuhyun rela melakukan apapun asal hyungnya mendapatkan kebahagiaan yang sama.

 

"Kyu dengarkan hyung ne. Hyung minta maaf. Maaf karena hyung tidak pernah mengatakannya. Tapi asal kau tahu, hyung sangat menyayangimu." Kibum mengatur nafasnya yang naik turun. Mengatakan hal semacam tadi membuatnya merasa lemah. Kata-kata sederhana yang mampu membuat pertahanannya runtuh.

 

"Hiks... Bummie Hyung... Kyu... juga.. menya..yangi..mu Hyung... Hiks... Mele..bihi.. apapun..." Kyuhyun mengeratkan pelukannya pada Kibum. Ia ingin Kibum merasakan betapa besar rasa sayangnya pada Kibum. Betapa ia berterimakasih atas enam belas tahun ini. Betapa ia membanggakan namja yang merangkap sebagai appa dan eommanya dibalik titel 'hyung' itu. Sungguh, Kyuhyun menyayangi seorang Kim Ki Bum melebihi apapun di dunia ini.

 

"Jangan menangis Kyu.. Jebal jangan menangis"

 

Kibum merasakan lensa matanya mulai memburam. Buliran air mata mulai mengalir di pipi namja stoic itu. Kibum tak pernah tau jika perpisahan adalah sesuatu hal yang menyakitkan. Bahkan ketika eommanya memutuskan untuk tinggal terpisah dari mereka pun, semuanya baik-baik saja. Lalu mengapa sekarang dadanya terasa sesak? Dan mendengar dongsaengnya menangis karena dirinya sungguh membuatnya ingin mati saat itu juga.

 

Disaat seperti ini harusnya ada pelukan eomma yang menenangkan, senyuman appa yang meneduhkan. Tapi kedua kakak beradik itu tidak pernah merasakannya. Keduanya menangis sambil berpelukan untuk yang kedua kalinya. Menguatkan diri mereka masing-masing hanya dengan menyadari, bahwa setidaknya mereka saling memiliki satu sama lain.

 

"Bummie Hyung.. Kyu janji ini terakhir kalinya Kyu menangis. Kka pergilah Hyung." Ucap Kyuhyun setelah tangisnya mereda. Ditatapnya Kibum tanpa melepas pelukannya.

 

Kyuhyun ingin merasakan pelukan hangat hyungnya lebih lama. Pelukan satu-satunya keluarga sedarah yang mungkin masih bisa ia dapatkan.

 

Kibum menatap Kyuhyun yang tengah tersenyum padanya. Lelehan air mata masih mengalir di kedua pipinya. Dikecupnya pelan kening Kyuhyun sebelum menganggukan kepalanya.

 

"Horee... Kyu bahagia sekali Bummie Hyung.." Kibum tersenyum saat melihat dongsaengnya yang kembali ceria itu. Diusapnya sisa-sisa air mata yang masih melekat di pipi dongsaengnya.

 

"Kyu?"

 

"Wae hyung?"

 

"Gomawo."

 

"huh?"

 

"Gomawo karena telah menjadi dongsaeng hyung."

 

" Gomawo karena telah menjadi dongsaeng seorang Kim Ki Bum."

.

.

Hyung!

.

.

Dan waktu pun bergulir terlalu cepat, menyisakan sisa-sisa salju yang tampak mencair karena musim panas hendak mengambil alih kendali iklim. Tak terasa poros bumi berputar membawa malam terakhir bagi kedua kakak beradik Kim.

 

Rumah sederhana itu tampak ramai dengan pekikan namja berwajah childish yang tengah berlari menghindari kejaran pasukan namja-namja tampan yang memiliki kadar keusilan diatas rata-rata kalau tidak mau dikatakan berlebihan. Seseorang diantaranya yang mempunyai tinggi bak tiang listrik membawa ular sebesar tongkat kayu tampak berusaha memasukkan ular tersebut kedalam celana dalam namja berwajah childish itu. Lalu dua namja lainnya tengah tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Namja childish itu berlindung di belakang seorang namja bersurai ikal yang kini tampak mengomeli namja tiang listrik itu. Membuat namja tiang listrik itu mencium pipi namja bersurai coklat yang tampak menggemaskan ketika marah. Oh, lihatlah! namja bersurai ikal itu memukul namja tiang listrik yang menciumnya tadi dengan sebuah tongkat yang entah darimana dia dapatkan. Tapi lihatlah rona merah muda di kedua pipinya, namja itu malu, eoh?

 

Kibum tersenyum memperhatikan kelima namja yang kekanakan itu. Dia lebih memilih duduk di teras rumahnya. Hari ini Kyuhyun mengundang pasukan iblis serta Donghae tanpa Jung soo hyung –karena Jung soo sedang berada di Busan- untuk mengadakan pesta kecil karena besok adalah hari keberangkatan Kibum ke Cambridge. Dan juga untuk merayakan kelulusan hyungnya dan juga Donghae. Tentu saja Kibum mendapatkan peringkat pertama dari ratusan siswa lainnya dan sahabatnya mengikutinya, menjadi yang nomer dua –dari belakang.

 

Hanya sebatas makan malam sederhana namun Kibum menikmatinya. Kibum menatap langit yang tampak hitam, tanpa bintang atau bulan. Hanya butiran salju yang sesekali turun namun mencair sebelum menyentuh tanah.

 

"Hyung, apa yang kau lakukan disini?"

 

Kibum mengalihkan tatapannya pada Kyuhyun yang kini mendudukkan dirinya disampingnya. Rona merah masih terlihat jelas di kedua pipinya, membuat Kibum tersenyum geli.

 

"Ya! Kenapa hyung tertawa?"

 

"Ani." Jawab Kibum singkat lalu kembali menatap langit. Hening diantara keduanya.

 

"Aku merindukan eomma." Kyuhyun bergumam lirih. Namun masih dapat didengar oleh Kibum.

 

Kibum mengeluarkan ponselnya, mengetikkan sejumlah nomer yang ia hafal di luar kepala lalu ditekannya tombol hijau yang berada di kiri layar ponsel putihnya.

 

"Ya! kau menghubungi eomma, eoh? Matikan! Matikan!" Kyuhyun berseru sambil merebut ponsel Kibum dan menekan tombol merah yang tertera.

 

Kyuhyun mengerucutkan bibirnya kesal. Kibum tidak pernah berubah. Hyungnya akan segera menghubungi eomma mereka jika Kyuhyun berkata merindukan wanita yang melahirkan mereka berdua itu.

 

"Tidak usah menghubunginya, Hyung. Itu hanya akan membuat hatimu sakit." Ucap Kyuhyun pelan.

 

"Tapi kau merindukannya, Kyu."

 

"Tak masalah, asalkan ada Hyung disampingku, aku akan baik-baik saja." Ucap Kyuhyun sambil memamerkan gigi putihnya pada Kibum.

 

Kibum menghela nafasnya. 'Lalu jika aku pergi, apa kau akan tetap baik-baik saja Kyu saat merindukan eomma?'

 

"Hyung, bagaimana rasanya dipeluk eomma? Apa kau pernah merasakannya?" Kyuhyun mendekatkan duduknya menjadi lebih dekat pada Kibum.

 

Kibum mengangguk, ia lupa menceritakan perihal back hugnya pada Kyuhyun.

 

"Bagaimana rasanya Hyung? Apa rasanya sama saat aku memelukmu?" Kyuhyun meraih tangan Kibum dan memaksanya untuk berdiri. Lalu dengan tiba-tiba Kyuhyun memeluk Kibum, membuat namja itu tersentak kaget.

 

"Apa rasanya seperti itu Hyung?" tanya Kyuhyun setelah melepaskan pelukannya. Kibum menatap dongsaengnya yang tampak berbinar-binar itu. Membuat hati Kibum mengernyit sakit.

 

Bagaimana Kibum bisa mengatakan hal yang sebenarnya. Ia tak akan sanggup melihat dongsaengnya itu terluka. Pelukan mereka berbeda. Saat ia memeluk Kyuhyun, perasaan melindungi mendominasinya. Tapi ketika memeluk sang eomma, ia merasa terlindungi. Namun pelukan keduanya sama. Sama-sama membuatnya nyaman.

 

"Tidak sama ya Hyung?" Kibum tersentak dari lamunannya. Ditatapnya wajah sendu yang memaksakan untuk tersenyum itu.

 

GREPP

 

"H..Hyung.." panggil Kyuhyun terbata. Kibum menariknya dalam pelukan yang tiba-tiba.

 

"Apa pelukan Hyung tidak membuatmu merasa nyaman, huh?" tanya Kibum lirih. Kibum tak tahu apa yang harus ia katakan. Hanya ini yang mampu ia lakukan. Memeluk dongsaengnya, menggantikan pelukan eomma yang diharapkan Kyuhyun. Berharap suatu saat nanti dongsaengnya akan mendapatkan pelukan yang ia impikan.

 

Kyuhyun tersenyum. Ia tahu pelukan eommanya berbeda. Entah lebih menyenangkan atau tidak, Kyuhyun tak tahu. Tapi pelukan Hyungnya yang sekarang mampu membuatnya merasa terlindungi, membuatnya nyaman dan merasa disayangi.

 

"Ani. Aku yakin pelukan Hyung lebih menenangkan dibandingkan pelukan eomma." Ucap Kyuhyun sembari menyeka air matanya yang terjatuh tanpa ia rencanakan.

 

"Kyu, berjanjilah kau akan baik-baik saja sampai Hyung kembali. Arra?" Kibum memejamkan matanya yang tiba-tiba memburam. Dieratkan pelukannya pada dongsaengnya. Melindunginya dari hawa dingin yang dapat membuat dongsaengnya kedinginan. Kim Ki Bum menyayangi dongsaengnya melebihi apapun di dunia ini.

 

Sebuah pelukan memberikan sebuah rasa yang berbeda dari masing-masing orang. Tapi percayalah, sebuah pelukan dari orang yang kau sayangi memberikan rasa yang sama. Menenangkan dan membuatmu nyaman.

.

.

Hyung!

.

.

Bandara Incheon tampak ramai pagi ini. Lalu lalang orang-orang dengan koper besar tampak memadati bandara terbaik kedua di dunia itu.

 

Donghae menghela nafasnya pelan. Ditolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tempat dua namja disampingnya yang tengah berdiri mengapitnya. Ada apa dengan mereka? Entahlah, Donghae juga tak tahu. Sedari tadi kedua namja itu tampak terdiam. Tak mengucapkan sepatah kata pun. Donghae mengacak rambutnya kesal.

 

"Ya! Ada apa dengan kalian, hah? Kenapa kalian mendiamkanku?"

 

"..."

 

"Aish! Kenapa aku harus berada di tengah-tengah patung hidup ini sih." Donghae berteriak kesal.

 

Donghae melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ditatapnya namja stoic yang berada disamping kirinya. Ia hendak mengucapkan sesuatu, tapi ditahannya lagi. Donghae bimbang. Mengatakannya sama saja dengan mempercepat perpisahan diantara mereka, dan dia tak suka itu. Tapi ia juga tak mau mengambil resiko namja itu akan terlambat.

 

"Bummie, 15 menit lagi pesawatmu akan take off."

 

"..."

 

"Apa tidak sebaiknya kau segera check in? Kami hanya bisa mengantarmu sampai disini karena pengantar dilarang masuk ke dalam." Lanjut Donghae lagi.

 

Tetap tidak ada sahutan dari kedua namja disampingnya. Donghae hanya tersenyum maklum. Bagaimanapun juga dia mengerti perasaan sahabat dan dongsaengnya itu. Perpisahan terkadang terasa menyakitkan bukan, atau memang perpisahan itu selalu menyakitkan?

 

Kibum menghembuskan nafasnya perlahan. Dibenarkannya letak ransel kecil yang berada di punggungnya. Ia tahu, inilah saatnya dia untuk pergi.

 

"Hae-ah" panggil Kibum lirih. Ditatapnya namja yang telah menjadi sahabatnya sejak mereka masuk sekolah dasar itu. Mata belo itu, senyuman childishnya –Kibum tersenyum- tak akan pernah Kibum lupakan.

 

"Hiks... Hiks... Bummie.." Donghae menerjang Kibum, memeluk namja tampan dan jenius itu bersamaan dengan tangisnya yang pecah.

 

Kelebatan kenangan-kenangan keduanya berputar bagai kaset tua yang tak berujung. Kibum yang terlihat cuek tapi sebenarnya perhatian, Hae yang cengeng namun dewasa secara bersamaan. Kedua namja tampan yang dulunya hanya bocah kecil yang sering bertengkar. Entah apa yang membuat mereka bersahabat sampai sekarang, bahkan mereka yakin dibalik kata sahabat itu ada rasa persaudaran yang tak harus mereka ucapkan. Bersama-sama menjalani hari yang berat karena mereka sama-sama tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu. Bersama-sama melindungi dongsaeng mereka, memberikan kasih sayang keduanya untuk namja rapuh yang kini tengah meremat kesepuluh jarinya.

 

Kibum beruntung memiliki Park Donghae sebagai sahabatnya. Namja yang tahan berada didekat namja dingin sepertinya, namja yang menganggap Kyuhyun dongsaengnya juga, namja yang ia sayangi. Donghae beruntung menjadikan Kim Ki Bum sebagai sahabatnya. Namja dingin yang selalu tahan melihat tangisannya, namja yang selalu mengajarinya semua pelajaran walau harus mengerahkan seluruh kesabarannya untuk mengajarinya, namja yang ia sayangi.

 

"Gomawo Hae" ucap Kibum sembari melepaskan pelukannya. Ditepuk-tepuknya pundak Donghae yang masih bergetar karena tangisannya.

 

Kibum mengalihkan tatapannya pada namja yang berada disamping Donghae. Namja inilah yang sedaritadi membuat hatinya tak tenang. Dilangkahkan kakinya mendekati namja itu hingga kini ia berdiri berhadap-hadapan dengannya.

 

Namja itu masih menundukkan kepalanya, tangannya pun masih saling meremat. Kibum meraih jemari Kyuhyun. Diusapnya kesepuluh jari yang tampak memerah akibat rematan empunya yang belebihan. Kedua onyx itu bertatapan. Hitam lawan coklat, saling menyelami untuk membaca hati masing-masing.

 

Tak tahu siapa yang memulai, kedua tubuh kakak beradik itu kini telah menempel erat. Saling memeluk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tak ada air mata, hanya helaan nafas yang tak teratur dari keduanya. Kedua namja itu tengah mengontrol emosi mereka. Keduanya terdiam, mereka tahu, satu kata saja yang terlontar dari salah satu bibir mereka akan merusak segalanya. Kibum yang akan membatalkan kepergiannya, dan Kyuhyun yang akan menahan hyungnya agar tidak pergi. Maka keduanya tahu, diam adalah yang terbaik.

 

Kibum menepuk bahu Kyuhyun yang tampak bergetar, ia tahu dongsaengnya itu pasti tengah menahan tangisnya. Hati Kibum mengernyit perih. Dilepaskan pelukannya perlahan. Ditatapnya Kyuhyun untuk yang terakhir kalinya. Sebuah senyuman ia sunggingkan. Dan dibalas dengan sebuah senyum palsu milik Kyuhyun. Tak apa, setidaknya ia masih bisa melihat dongsaengnya itu tersenyum.

 

"Hae ah, aku pergi. Jaga Kyuhyun untukku." Ucap Kibum sembari menarik kopernya menuju gate check-in yang berada tak jauh di depannya. Donghae mengangguk walau air matanya masih tak berhenti mengalir. Keduanya tersenyum.

 

'Hati-hati Bummie'

 

Kyuhyun tersentak, pupilnya melebar saat punggung Kibum tampak mengecil dimatanya. Jantungnya berdegup kencang, dadanya pun terasa sesak. Lensa mata Kyuhyun bergerak gelisah, bayangan hyungnya menghilang. Kyuhyun berlari mengejar Kibum, Donghae yang terkejut mengejar Kyuhyun sambil sesekali memanggil namanya.

 

Kibum baru saja melakukan pemeriksaan x-ray dan mendapatkan boarding pass nya. Dilangkahkan kakinya menuju ruang tunggu keberangkatan yang terletak di gate 22. Baru selangkah kakinya melangkah, sebuah suara menghentikannya.

 

"Bummie Hyung..."

 

Kyuhyun memanggil Kibum dengan nafas terengah-engah. Dilangkahkan kakinya menuju gate check in yang membatasi keduanya, namun seorang petugas melarangnya masuk. Tentu saja, karena ia hanya pengantar dan ia tidak mempunyai tiket.

 

"Bummie hyung, jangan lupa makan tepat waktu, jangan sampai kau tidak makan. Aku akan membunuhmu jika kau sampai melupakannya. Kau... hhuhh... hhuhh.." Ucapan Kyuhyun terhenti karena pita suaranya tercekat. Air mata mulai membasahi kedua pipinya.

 

Hati Kyuhyun mencelos, kala Hyungnya bergerak menjauhinya tanpa menoleh kearahnya. Didorongnya petugas yang berada di depannya, memaksa masuk, namun kekuatan petugas itu lebih besar darinya membuatnya hampir terpelanting kebelakang kalau saja Donghae tak menangkapnya.

 

"Kyu... Tenanglah.. Ayo kita pulang.." ucap Donghae. Namun Kyuhyun mengacuhkannya. Tatapannya berfokus pada siluet Kibum yang semakin lama semakin menjauh.

 

"Istirahatlah yang cukup, jangan menghabiskan waktumu terlalu lama dengan buku bodohmu atau aku akan membakarnya nanti..." Kyuhyun berteriak, ia berharap Kibum mendengarnya.

 

Kibum tetap melangkahkan kakinya, tatapannya lurus kedepan.

 

"Hyung kalau kau merindukanku, bi..lang pa...da..ku. Hiks... Aku ak..an se..gera me..nyu...sul..mu ke...sana. Arrachi?" Kyuhyun mulai terisak. Ia kesal. Ia kesal karena hyungnya tak juga menatapnya dan terus melangkahkan kakinya. Masih banyak yang ingin Kyuhyun ucapkan. Makan teratur, istirahat yang cukup, jangan minum kopi terlalu banyak, dan hal-hal kecil lainnya yang sering Kibum lupakan.

 

Bahu Kibum bergetar. Ia tak sanggup mendengar suara dongsaengnya lagi. Ia yakin, lebih lama dirinya mendengar suara dongsaengnya, dirinya tak akan segan merobek boarding pass yang kini tengah digenggamnya, menarik dongsaengnya pulang dan mungkin sebelumnya sedikit memberi pelajaran kepada petugas yang telah membentak Kyuhyun, lalu memeluk dongsaengnya selama yang ia mau. Kibum mempercepat langkahnya.

 

"Bumm..ie.. hyung... Kyu... Hiks... Kyu... menya..yangi...mu... Hiks..."

 

Kyuhyun terisak. Hyungnya telah menghilang dibalik pintu bertuliskan gate 22. Bahkan ia tak tahu apa hyungnya itu mendengarnya mengatakan bahwa ia menyayanginya. Donghae segera mendekap Kyuhyun ke dalam pelukannya. Ia tahu betapa hancur hati Kyuhyun saat ini, betapa terlukanya dongsaengnya itu.

 

"Uljima.. Kyu... Hiks... Uljima... Saeng..."

 

"Bummiee... Hyung... Hiks... Hyung..."

 

Kedua namja itu terisak bersama. Tak mereka pedulikan pandangan orang-orang yang menatap mereka iba. Keduanya berusaha melepaskan sesak yang menghimpit dada. Satu hal yang tidak mereka ketahui, Kibum tengah membekap mulutnya di belakang pintu gate bertuliskan angka 22 itu. Menahan isakannya agar tak keluar. Melihat dongsaeng dan sahabatnya menangis membuat hatinya sakit. Lelehan air mata membasahi wajah tampannya. Tapi ia tahu, inilah keputusan yang telah ia ambil.

.

.

Hyung!

.

.

"Aku baik-baik saja haraboeji. Haraboeji pulang saja" Donghae tersenyum saat mendengar kalimat yang diucapkan Kyuhyun. Kini keduanya telah berada dirumah keluarga Kim.

 

"Aku masih ingin disini, Kyu." Jawab Donghae pelan.

 

"Terserah haraboeji saja." Donghae mengerucutkan bibirnya kesal. Entah kapan Kyuhyun akan berhenti memanggilnya haraboeji.

 

Donghae merebahkan tubuhnya di sofa, mengurut keningnya yang terasa penat. Menangis selama berjam-jam tak ayal membuat kepalanya pusing. Diedarkan pandangannya pada ruang tamu bergaya minimalis itu. Tatapannya berhenti pada sebuah foto berbingkai perak yang terletak diatas meja telpon. Foto Kyuhyun dan Kibum. Diamatinya foto itu, seulas senyum terukir di bibirnya. Aishh... baru saja ditinggal sebentar, ia sudah merindukan sahabatnya itu.

 

"Hiks..."

 

Donghae terkesiap saat mendengar sebuah suara –sebuah isakan lebih tepatnya. Ia mengganti posisi tidurnya menjadi duduk. Diarahkan pandangannya pada seorang namja yang tengah duduk di depan perapian sambil menekuk lututnya. Hidungnya memerah, matanya bengkak. Tampak buliran air mata menghiasi wajah pucatnya.

 

Donghae berjalan mendekati namja malang itu. Inilah alasan Donghae mengapa tak meninggalkan Kyuhyun sendiri. Ia tahu, dongsaengnya itu tidak baik-baik saja. Sepintar apapun Kim Kyuhyun dalam bidang akademik, ia tak cukup pintar membohongi Donghae dengan mengatakan ia baik-baik saja.

 

"Ssttt... Uljima Kyu..." Donghae berlutut di depan Kyuhyun. Diusapnya air mata yang membanjiri wajah dongsaengnya. Direngkuhnya namja manis itu ke dalam pelukannya. Hati Donghae berdenyut sakit, ia tidak suka melihat Kyuhyun menangis.

 

"Hiks... Bummie Hyung... Hiks..."

 

Kyuhyun terus-terusan menggumamkan nama Kibum. Membuat Donghae kembali menangisi sahabatnya itu.

 

"Aigoo! Ternyata kalian tidak bisa hidup tanpaku"

 

DEG

 

Donghae menghentikan tangisannya saat mendengar sebuah deep voice yang sangat dihafalnya. Matanya melebar saat pemilik suara tadi berjalan mendekat ke arahnya. Diusapnya kedua matanya yang masih berair, berharap ia tidak salah lihat. Sosok itu terus mendekat hingga kini mendudukkan diri didepan keduanya. Donghae semakin melebarkan matanya, ia takut jika sosok itu hanyalah sebuah imajinasinya. Bagaimana bisa sosok itu ada disini? Bukankah setengah jam yang lalu dia telah pergi?

 

PLETAK

 

"Akhh appo! Aish! Kenapa memukulku, hah?" Donghae berteriak kesal. Tangannya mengusap keningnya yang memerah akibat pukulan sosok itu. Sedangkan sosok itu hanya menampilkan senyuman gelinya. Sosok itu nyata. Bukan sebuah imajinasi.

 

Kyuhyun yang masih tak sadar dengan keberadaan sosok itu, melepaskan pelukannya dari Donghae. Ditautkan keningnya melihat Donghae yang tengah mengusap-usap keningnya sambil memandang kesal sesuatu yang berada di depan mereka.

 

Kyuhyun mengalihkan pandangannya kedepan dan membelalakkan matanya saat menyadari keberadaan sosok itu.

 

"Hai evil Kyu"

 

DEG

 

Nafas Kyuhyun tercekat. Suara itu? Bagaimana bisa?

 

Onyx coklat itu kembali berkaca-kaca. Tangannya terulur menyentuh sosok didepannya. Nyata, ia teraba.

 

"Bu..mmie.. Hyung.." cicit Kyuhyun pelan. Ia takut, sosok didepannya itu hanyalah ilusinya.

 

"Donghae tidak bisa bermain starcraft, kau tetap akan kesepian tanpaku." Sosok itu berkata pelan. Senyumnya masih mengembang di bibir tipisnya.

 

"Teuki Hyung memang pandai memasak, tapi tidak ada yang bisa mengalahkan rasa gosong buatanku. Kau akan merindukan masakanku."

 

"Eomma tidak akan mengambil rapotmu dan wali kelasmu menyukaiku, jadi hanya aku yang bisa mengambil rapotmu, Kyu."

 

"Kim Kyuhyun adalah dongsaeng Kim Ki Bum. Hanya Kim Ki Bum yang dapat melakukan hal terbaik untuk Kim Kyuhyun. Arra?" sosok itu berhenti berkata. Ditatapnya Kyuhyun yang masih saja memandanginya tak percaya.

 

Kyuhyun tersenyum. Ia yakin. Ia yakin sosok ini adalah Kim Ki Bum, hyungnya.

 

"Hiks... Kibum Hyung..." Kyuhyun menerjang sosok itu, yang tak lain adalah Kibum. Membuat namja tampan itu terjungkal ke belakang. Kyuhyun tak peduli, ia hanya ingin memeluknya erat. Ia tak akan membiarkan hyungnya pergi meninggalkannya lagi. Tak akan pernah.

 

"Maafkan hyung yang bodoh ini Kyu karena berani meninggalkanmu" bisik Kibum pelan. Dielusnya surai coklat Kyuhyun, sesekali dikecupinya puncak kepala dongsaengnya yang lagi-lagi menangis itu. Hati Kibum menghangat, tidak ada lagi rasa sesak yang menghimpit dadanya. Hanya dengan melihat Kyuhyun, semuanya terasa baik-baik saja bagi Kibum.

 

Donghae mengusap air mata yang lagi-lagi mengaliri wajah tampannya, ia terharu melihat dua kakak beradik itu. 'Hah... aku akan memeluk Jung soo Hyung setelah ini.' batinnya!

 

"Hiks.. Bummie Hyung... Gomawo... Gomawo karena tak meninggalkanku" Kyuhyun mengeratkan pelukannya pada Kibum. Tangisannya semakin keras. Sungguh, Kyuhyun tak mampu menahan perasaan bahagianya lagi.

 

"Seorang kakak memang harus seperti itu, bukan? Jja... Berhentilah menangis sekarang." Ucap Kibum sembari menepuk-nepuk punggung dongsaengnya.

 

"Hiksss... Kalian membuatku terharu... Pelukkk..." Donghae berucap sembari merentangkan tangannya berniat memeluk kedua namja yang masih berpelukan itu.

 

"JANGAN MIMPI HAE/HARABOEJI"

 

Donghae mengerucutkan bibirnya sebal.

 

"Aishh... Pokoknya peluk aku." Ucap Donghae yang kembali merentangkan kedua tangannya yang kini tidak ditolak oleh Kibum dan Kyuhyun.

 

Ketiga namja itu berpelukan bersama. Mensyukuri setiap hal yang mereka lalui hari ini.

 

"Hi hi hi, Donghae haraboeji kau bau!" ucap Kyuhyun yang kini telah menghentikan tangisannya

 

"Ya evil... Berhentilah memanggilku haraboeji. Apa aku setua itu, hah?"

 

END

.

.

.

.

.

.

.

ATAU TBC?

.

.

.

.

.

Hihihihihi, masih ada Flashback ternyata

 

-FlashBack-

Kibum mengencangkan seatbelt yang melingkari perutnya. Setelah yakin benda berwarna hijau itu terpasang sempurna, disandarkan kepalanya pada bantalan kursi empuk yang berada dibelakangnya. Kibum memejamkan matanya, berusaha melepaskan kepenatan yang mendera kepalanya.

 

"Hoyee... Taemin akilnya bisa libulan sama minho hyung.."

 

"Ne. Hyung juga senang bisa liburan bersamamu minnie. Apa kau senang?"

 

"Neeeee...Minnie cangat cenang... Cenaaaanng Cekaaali.."

 

Kibum tersenyum saat mendengar percakapan bocah cadel yang tampak antusias membicarakan liburannya itu. Mengingatkannya pada Kyuhyun kecil yang dulunya juga cadel.

 

"Hyung tak akan pelnah meninggalkan minnie kan?"

 

"Hahaha, mana mungkin Hyung meninggalkan dongsaeng hyung yang paling tampan ini."

 

"Appa, eomma.. Kalian tak akan meninggalkan minnie kan?"

 

"Tidak Taemin sayang. Eomma dan appa akan selalu menemanimu dan Minho Hyung."

 

"Yey... Minnie cenangggg cekalii... Taemin cayanggg kaliann"

 

"Hyung, juga menyayangimu saeng. Tidak ada hal terbaik selain bersama eomma, appa, dan kau juga minnie."

 

"Hahahaha,, hyung gombal..."

 

Kibum membuka matanya. Dicengkeramnya dadanya yang terasa sesak. Buliran air mata kembali mengumpul di manik kembarnya. Kibum membuka seatbeltnya kasar. Setelah benda itu terlepas, dilangkahkan kakinya menuju pintu masuk pesawat yang masih terbuka.

 

"Sir, where are you going?" Sebuah pramugari menghentikan langkahnya. Dahinya berkerut melihat Kibum yang terlihat berjalan tergesa-gesa.

 

"I'm going off"

 

"What? I'm sorry, sir. But you're not allowed..."

 

Kibum tak mendengarkan lanjutan kalimat yang diucapkan oleh pramugari tadi dan segera berlari keluar dari pesawat. Tak dihiraukan orang-orang yang menatapnya heran. Ia berlari dan terus berlari menuju pintu keluar bandara.

 

"babbo!"

 

"Kibum babbo!"

 

Kibum masih berlari. Diusapnya air mata yang tengah mengaliri pipinya.

Kibum terus merutuki kebodohannya. Rasa sesak yang menghantam dadanya bertambah ketika dia memikirkan percakapan kedua bocah tadi. Betapa senangnya bocah kecil bernama Taemin itu. Hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Sebuah keluarga yang memberikan kasih sayang mutlaknya padanya.

 

Tapi tidak bagi Kyuhyun. Tidak ada eomma, tidak ada appa, dan sekarang dia juga meninggalkannya. Apa dongsaengnya itu masih bisa bahagia? Setelah satu-satunya orang yang dimilikinya juga pergi meninggalkan dirinya. Apa dongsaengmya bisa bahagia?

 

Kibum mengulurkan tangannya menyentuh lutut saat ia telah berada pada kerumunan orang dengan koper-koper besar. Nafasnya patah-patah akibat berlari. Kibum memanggil sebuah taxi yang berada tak jauh dari pintu keluar bandara Incheon.

 

"Kemana, Tuan?" tanya sang supir taxi ketika Kibum mendudukkan diri disampingnya.

 

Kibum menoleh.

 

"Pulang"

.

.

Mungkin kalian akan mengatakan betapa bodohnya seorang Kim Ki Bum yang menyia-nyiakan kesempatannya untuk kuliah di salah satu Universitas Terbaik Dunia, membuang impiannya yang telah ia bangun sejak kecil, menolak jaminan kehidupan yang lebih baik. Tapi ia tak akan sanggup membayangkan berapa banyak air mata yang dongsaengnya akan keluarkan setelah hari ini.

 

Kibum bisa saja menyelesaikan kuliahnya hanya dalam waktu lima atau empat tahun, atau mungkin lebih cepat dari itu. Tapi dia tidak tahu berapa lama waktu yang harus ia habiskan untuk mengobati luka di hati dongsaengnya akibat ditinggalkan olehnya. Ia tak akan tahu berapa lama waktu yang harus ia habiskan untuk menebus rasa kesepian yang dialami dongsaengnya.

 

Kibum hanya tidak ingin dihantui penyesalan terhadap dongsaengnya Lima tahun setelah hari ini. Ia hanya ingin bahagia bersama dongsaengnya

 

-mulai detik ini.

 

Percayalah, seorang Kim Ki Bum tak akan merasa sempurna tanpa seorang Kim Kyuhyun. Seorang Kim Kyuhyun tak akan merasa lengkap tanpa Kim Ki Bum –Hyungnya!.

 

KELUARGA.. DELAPAN HURUF SEDERHANA YANG PENUH MAKNA.


REAL END


Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baekki09 #1
Chapter 1: update soon (!) ^.^