Chapter 8
Innocent BrideLuhan terduduk di sofa ruang tengah di rumahnya dengan penerangan yang cukup remang. Lampu ruang tamu dan dapur telah dimatikan, ini sudah cukup larut. Layar televisi di depannya tengah menampilkan film Thunder yang dibintangi oleh Wu Yifan, aktor Cina favoritnya, dengan volume lirih. Ah... rasanya sepi sekali tidak ada Sehun. Walau pada hari-hari biasa juga hanya dia yang menonton televisi, sedangkan Sehun di seberang ruangan sana berkutat dengan laptopnya, namun ia tidak pernah merasa sendirian seperti sekarang. Kali ini, ia baru menyadari bahwa rumah yang mereka tinggali selama ini terlalu besar untuk dihuni oleh hanya dua orang saja. Sangat sepi. Sendiri.
Diposisikan badannya itu menjadi tiduran di sofa sana. Meski Wu Yifan adalah aktor favorit Luhan, tapi itu ternyata tidak cukup untuk mencuri perhatiannya, terbukti karena sekarang ini Luhan tengah memandangi tempat di mana Sehun biasa menemaninya dari kejauhan. Sebuah napas dihela dan ia menyambar ponsel yang berada di sampingya.
To: Sehun
Sehun-ah, apa kau sudah sampai?
Cukup lama ia menunggu dalam keheningan malam hingga kemudian ponselnya bergetar dan sebuah pesan baru tertera di layar ponsel itu.
From: Sehun
Aku telah sampai satu jam yang lalu. Maaf belum sempat mengabarimu. Teleponlah Tao untuk menemanimu, Hyung.
To: Sehun
Oh, begitu. Aku akan meneleponnya besok.
From: Sehun
Dia tidak akan terganggu, Hyung. Teleponlah sekarang. Aku tahu kau tidak suka sendirian.
To: Sehun
Baiklah akan segera aku telepon. Segeralah istirahat, kau pasti lelah.
From: Sehun
Kau juga harus segera tidur, Hyung.
To: Sehun
Aku mengerti.
Setelah menekan tombol "Send" ia segera berjalan menuju telepon rumah di dekat tangga lantai dua. Ditekannya nomor rumah keluarga Wu itu. Mendengarkan dering telepon beberapa kali sebelum sebuah suara dari seberang menyapanya, terdengar berat dan malas. "Halo," katanya.
"Halo, Tao?" tanya Luhan dan ia bisa mendengar suara berisik dari sana.
"Ah, Gege! Aku menunggumu meneleponku, kau tahu? Apa aku harus ke sana sekarang?" tanya suara di seberang. Luhan mengerutkan alisnya, mungkin Sehun sudah memberitahu Tao bahwa ia butuh teman, pikirnya. Ia bisa mendengar suara berat Kris yang menanyakan siapa yang tengah menelepon kekasihnya itu malam-malam begini.
"Oh, tidak perlu jika kau tidak bisa. Maaf aku mengganggumu dan Kris."
"Aku akan segera ke sana sekarang!" seru suara di seberang. Sebelum ia menjawab, sambungan telah diputus namun ia masih dapat mendengar Tao menyerukan 'Get off!' dan suara erangan Kris. Ia memandangi gagang telepon yang dipegang sebelum meletakkannya kembali dengan sebuah helaan napas kembali ia keluarkan.
Tidak membutuhkan waktu lama untuknya mendengar suara bel dan ia langsung bergegas membukakan pintu. Nampaklah Tao di sana tersenyum cerah seperti biasa. Lelaki itu langsung masuk sebelum Luhan mempersilakan namun Luhan tidak peduli karena itu hal yang biasa dan ia segera mengekor Tao yang berjalan memimpin menuju ruang tengah.
Ia mendudukkan tubuhnya di samping Tao yang langsung mengambil posisi senyaman dan seenak mungkin di sofa. Cukup ada waktu bagi hening mengisi ruang itu sebelum Luhan akhirnya menawarkan minuman untuk Tao yang dijawab dengan gelengan oleh yang bersangkutan.
"Kau tidak perlu merasa kau membebaniku, Ge. Lagipula aku melakukan ini tidak secara gratis, Sehun berjanji akan membelikanku es krim jika aku mau menemanimu kapanpun kau butuhkan, " Tao bicara ketika ia dan Luhan tengah terlarut dalam program yang mereka tonton. Dari sudut matanya melihat keraguan Luhan sebab mengganggunya malam-malam begini.
"Tapi meskipun dia tidak menyogokku aku tetap akan menemanimu, kok. Aku tahu bagaimana rasanya ditinggal seperti itu," lanjutnya, menatap Luhan yang memandangnya dan kemudian tersenyum padanya. "Terima kasih, Tao." Tao melebarkan senyumannya dan mereka kembali larut dalam acara televisi di sana.
"Gege, aku ingin bertanya sesuatu, tapi jika kau tidak mau menjawabnya juga tidak apa-apa," ujar Tao beberapa saat kemudian. Wajahnya memandang khawatir kepada Luhan. Luhan menatapnya sebentar dan menggangguk memperbolehkan.
"Apakah kau dan Sehun mencintai satu sama lain?" Tao bertanya pelan. Ada nada khawatir di sana, mungkin saja pertanyaan tersebut tidak seharusnya ia ajukan, tapi ia benar-benar penasaran dengan pasangan itu.
Luhan tertawa canggung, tapi melihat bahwa Tao menatapnya dengan penuh harap menanti setiap jawaban yang akan ia lontarkan, ia kemudian tersenyum tipis pada pemuda itu. Ada jeda sejenak sebelum Luhan menjawab dengan lirih, "Mungkin iya." Matanya tidak memandang pada sosok Tao di sana namun menerawang jauh ke atas.
Tao langsung memeluknya dan mengalihkan pembicaraan mereka. "Aku yakin Sehun di sana pasti sanget merindukanmu," ujarnya. Luhan hanya tersenyum tipis menanggapi. "Kau tahu, waktu dulu Sehun datang ke rumahku, kukira dia tukang susu makanya waktu itu aku langsung menyemprotnya karena terlambat mengantarkan susu," lanjut Tao.
Luhan menaikkan alisnya, cukup merasa penasaran. Diposisikan duduknya kini menghadap Tao untuk bisa menyimak cerita pemuda itu dengan lebih nyaman.
"Ya habisnya pakaiannya waktu itu formal sekali. Menggunakan kemeja dan dasi, bagus sih, tapi parahnya dia masih menggunakan sandal jepit, Ge! Aku selalu mem-bully-nya setelah itu, kekeke."
"Aku tidak pernah mendengar cerita itu dari Sehun..." lirih Luhan. Menelengkan kepalanya, Tao menampakkan wajah imutnya. "Benarkah? Aku yakin dia pasti malu padamu kalau sampai ketahuan, kekeke," jawab Tao. Luhan mengangguki sambil ikut tersenyum membayangkan Sehun dimarahi tanpa tahu apa sebabnya.
"Gege, waktu dulu itu, saat aku ingin bermain ke rumahmu tapi tidak jadi karena hujan, kulihat ada beberapa orang datang berkunjung. Apa mereka teman-temanmu?" tanya Tao kemudian.
Luhan mengangguk antusias. "Eum. Tapi ada juga temannya Sehun, yang paling tinggi seperti tiang itu. Lalu ternyata salah satu dari mereka juga adalah kawan lama Sehun."
"Hmm... Apa mereka tinggal di kota ini?"
"Selain Xiumin yang kabarnya pulang ke Beijing, setauku semuanya ada di sini," jawab Luhan sambil berjalan menuju dapur. Mengambil beberapa snack dan minuman di sana.
"Waah. Ada yang dari China juga seperti kita?"
"Bukan. Xiumin hyung orang Korea, ia lahir di Korea dan hanya tinggal di sana sejak ia kecil lalu pindah saat masuk high school. Makanya sewaktu aku pindah kemari saat masuk universitas aku langsung meminta bantuannya," jawab Luhan panjang lebar. Diletakkan beberapa snack dan dua buah soda di depan Tao dan satu dibawanya.
"Begitu.. Hm.. Bagaimana jika besok kau mengundang mereka untuk menginap di sini? Pasti akan asyik sekali, Ge! Kita adakan pajama's party, bagaimana?" usul Tao menggebu. Ia lalu mengambil dan membuka kaleng sodanya lalu meneguknya sedikit.
Luhan mengangguk dengan cepat. "Aku setuju," jawabnya setelah snack dalam mulutnya itu habis. Mereka berdua kemudian saling mengobrol seru. Saking asyiknya hingga Luhan sendiri tidak menyadari bahwa sebuah pesan dari Sehun telah masuk ke inbox-nya dan seseorang di kediaman Wu yang tengah berusaha untuk tidur menggeram frustasi, ia tak bisa memejamkan matanya sebab rencananya untuk mengapa-apakan pemuda peach yang menema
Comments